Budaya Pamona
Budaya Pamona adalah budaya asli masyarakat suku Pamona yang menjadi penduduk di Kabupaten Poso secara turun temurun.[1] Dalam kemasyarakatan, Suku Pamona memiliki sistem Sintuwu Maroso.[2] Budaya Pamona diterapkan oleh suku-suku cabang dari suku Pamona dengan persamaan pada pakaian adat Sampapitu.[3] Suku Pamona juga menerapkan denda atau sanksi kepada anggota masyarakat yang melanggar hukum adat, terutama yang berkaitan dengan pernikahan.[4]
Pakaian adat
[sunting | sunting sumber]Pakaian adat wanita
[sunting | sunting sumber]Baju adat wanita Suku Pamona dibedakan antara wanita muda dan wanita tua. Para wanita muda menggunakan baju berlengan pendek, sedangkan para wanita tua menggunakan baju berlengan panjang. Pakaian bagian bawah yaitu kain sarung panjang dengan belahan tanpa jahitan. Jahitan hanya diberikan pada sisi kain yang bertemu.[3]
Pakaian adat pria
[sunting | sunting sumber]Baju adat pria Suku Pamona dibedakan menjadi lengan pendek dan lengan panjang. Bagian bawah menggunakan celana pendek ketat sepanjang paha. Celana ketat kemudian ditutupi dengan celana panjang.[3]
Ikat kepala
[sunting | sunting sumber]Ikat kepala untuk pria disebut siga sedangkan untuk wanita disebut tali bonto. Siga diikat dikepala dengan ujungnya menyembul ke bagian depan dan belakang kepala serta terlipat pada bagian kanan dan kiri kepala. Tali bonto berukuran 30–40 sentimeter dan diikat di bagian belakang dengan ujung terjurai lepas.[3]
Ornamen
[sunting | sunting sumber]Pada baju adat pria dan wanita Suku Pamona terdapat tujuh ornamen. Ornamen pada baju adat wanita menghiasi bagian dada, ujung lengan, dan lingkar pinggang. Bagian dada dihiasi oleh ornamen berbentuk baki, daun melingkar ke leher, bulatan kecil dalam baki, dan bintang. Ujung lengan dihiasi ornamen bambu sedangkan lingkar pinggang dihiasi ornamen bungkusan pinang. Pada bagian pinggang ada ornamen berbentuk simpul ikatan. Ornamen pada baju adat pria diberikan pada bagian kerah baju, dada, bahu dan ujung lengan. Pada bagian kerah ornamennya berbentuk batu permata yang melingkar. Ornamen pada bagian dada membentuk lingkaran kecil, bintang, dan huruf M pada bagian pinggang. Pada bagian bahu kiri terdapat ornamen kain sarung hingga ke pinggang kanan. Ornamen pada ujung lengan berbentuk bulatan kecil berjari-jari dengan bunga, ornamen parang dan ornamen bungkusan pinang.[5]
Hubungan rumah tangga
[sunting | sunting sumber]Perkawinan
[sunting | sunting sumber]Suku Pamona memulai peminangan dengan menyuguhkan buah pinang sebagai tanda kehormatan. Jika pernikahan disetujui, maka pengantin pria harus mendatangi rumah pengantin wanita. Kemudian dilakukakn pengangkatan menjadi warga Pamona. Keluarga pengantin perempuan kemudian akan menghadang rombongan pengantin pria ketika memasuki tempat pesta perkawinan. Pengantin pria kemudian disuguhkan sirih Pinang dan kemudian diadakan penyerahan mas kawin yang terdiri dari penyatuan tujuh macam benda yaitu baki, sehelai kain, selimut, sepotong kain untuk ikat kepala, kotak sirih, dua buah piring, dan pembersih mulut. Selanjutnya kedua mempelai dibawa ke gereja untuk nikah kudus dan diakhiri dengan resepsi.[6]
Perceraian
[sunting | sunting sumber]Perceraian dalam budaya Pamona dibagi menjadi dua, yaitu perceraian yang disetujui kedua pihak atau perceraian yang dilakukan hanya oleh satu pihak. Kedua jenis perceraian ini hanya dapat dilakukan apabila pihak yang bercerai membayar denda. Jika perceraian disetujui oleh kedua pihak, maka denda yang dibayarkan oleh keduanya jumlahnya sama. Jika perceraian hanya diminta oleh satu pihak, maka pihak tersebut harus menanggung dan menyerahkan denda kepada pihak yang tidak ingin bercerai.[7]
Perzinaan
[sunting | sunting sumber]Dalam budaya Pamona, pria akan diminta untuk memberikan uang ganti rugi jika ia melakukan perzinaan hingga wanita hamil di luar nikah. Setelahnya, pihak keluarga pria dan pihak keluarga wanita akan bertemu. Pernikahan akan dilakukan jika kedua pihak setuju.[8]
Perselingkuhan
[sunting | sunting sumber]Pihak yang berselingkuh akan diminta membayar denda kepada pemuka adat. Denda hanya dibayarkan apabila perselingkuhan dilakukan secara jelas dan sengaja. Sedangkan perselingkuhan yang tidak memiliki bukti tidak akan didenda.[9]
Kemasyarakatan
[sunting | sunting sumber]Suku Pamona mengenal sistem kemasyarakatan yang disebut Sintuwu Maroso. Sintuwu Maroso merupakan kerja sama dengan asas pamrih dan kewajiban sosial untuk memperoleh tujuan tertentu. Dalam bahasa Pamona, Sintuwu Maroso berarti bersatu teguh.[2] Sintuwu Maroso memberikan nilai kebersamaan, sopan santun, kerukunan, toleransi, persaudaraan, persatuan, serta kesatuan masyarakat Pamona.[10] Nilai-nilai ini menjadi pemersatu masyarakat, pembentuk keamanan sosial dan modal sosial serta pendorong terciptanya kebersamaan dengan satu sistem yang sama.[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Yakobus, Yahya, dan Agustang 2019, hlm. 15.
- ^ a b Yakobus, Yahya, dan Agustang 2019, hlm. 17.
- ^ a b c d Balebu 2010, hlm. 71.
- ^ Musdalifah, Rahman, Rifal, dan Ahmadin 2019, hlm. 181.
- ^ Balebu 2010, hlm. 71–72.
- ^ Kholis, Nurman (Desember 2017). "Identifikasi Seni Budaya Bernuansa Keagamaan di Palu dan Poso Sulawesi Tengah". Al-Qalam. 23 (2): 368. doi:10.31969/alq.v23i2.433.
- ^ Musdalifah, Rahman, Rifal, dan Ahmadin 2019, hlm. 182–183.
- ^ Musdalifah, Rahman, Rifal, dan Ahmadin 2019, hlm. 181–182.
- ^ Musdalifah, Rahman, Rifal, dan Ahmadin 2019, hlm. 183.
- ^ Yakobus, Yahya, dan Agustang 2019, hlm. 19–20.
- ^ Yakobus, Yahya, dan Agustang 2019, hlm. 20.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Balebu, Yoseph (Mei 2010). "Tujuh Pilar Utama Mengenal Pakaian Adat Suku Pamona". Media Litbang Sulteng. 3 (1): 70–77. ISSN 1979-5971.
- Musdalifah, Rahman, A., Rifal, dan Ahmadin (Desember 2019). "Pranata Budaya dalam Perkawinan Suku Pamona di Luwu Timur". Pangadereng. 5 (2): 175–186. doi:10.36869/pjhpish.v5i2.33. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-22. Diakses tanggal 2020-09-24.
- Yakobus, I.K., Yahya, M., dan Agustang, A.D.M.P. (April 2019). "Revitalisasi Nilai Budaya Sintuwu Maroso sebagai Alternative Resolusi Pasca Konflik di Kabupaten Poso". Sosio Sains. 5 (1): 14–21. ISSN 2656-727X.