Ballaʼ Lompoa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Balla Lompoa)
Ballaʼ Lompoa ri Sungguminasa tampak dari depan

Ballaʼ Lompoa (Makassar: ᨅᨒ ᨒᨚᨇᨚᨓ, translit. Ballaʼ Lompoa, har. 'rumah besar', pengucapan bahasa Makassar: [balːaʔ lomˈpoa]) adalah istilah kediaman raja/karaeng sekaligus pusat kegiatan adat masyarakat etnis Makassar. Setiap daerah memiliki Ballaʼ Lompoa-nya sendiri seperti di Sungguminasa, Galesong, Limbung, Maros, Binamu, Bantaeng dll. Ballaʼ Lompoa yang cukup terkenal adalah Ballaʼ Lompoa ri Sungguminasa, berada tepat di tengah Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, menghadap ke arah selatan di Jalan Wahid Hasyim. Lokasi itu merupakan situs budaya dalam sebuah komplek yang luasnya sekitar tiga hektar. Di bagian belakangnya (Jalan Andi Lombasang) terdapat tembok batu alam yang tebal dan pintu kayu yang lebar dan kokoh, sedangkan di bagian depannya berpagar permanen yang rendah dan halaman yang terbuka. Di samping barat bangunan Ballaʼ Lompoa terdapat bangunan replika Istana Tamalate yang ukurannya jauh lebih besar yang dibangun pada era kepemimpinan Bupati Gowa Syahrul Yasin Limpo pada tahun 1997 -1998. Lokasi Ballaʼ Lompoa berjarak kurang lebih 10 Km dari Karebosi pusat Kota Makassar. Arus lalu lintas ke lokasi itu sangat lancar karena berada di jalur yang dilewati pete-pete (angkot). Kawasan ini berada di empat persimpangan jalan, sehingga akses untuk memasuki lokasi tersebut dapat melalui ke empat pintu gerbang. Pintu gerbang utama berada di Jalan KH. Wahid Hasyim, pintu gerbang kedua berada di bagian belakang Ballaʼ Lompoa yaitu Jalan Andi Mallombassang, pintu gerbang timur berada di Jalan Habibu Daeng Kulle dan pintu gerbang barat berada di Jalan A. Baso Erang.[1]

Ballaʼ lompoa dibangun tahun 1936 setelah diangkatnya Raja Gowa ke-XXXV I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompoʼ yang bergelar Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin. Pembangunan istana dan pusat kegiatan pemerintahan dilakukan sebagai penolakan terhadap salah satu ayat Perjanjian Bungaya yang menyatakan bahwa gerbang-gerbang dan tembok pertahanan raja Gowa harus dimusnahkan dan raja Gowa tidak boleh lagi mendirikan bangunan tanpa izin kompeni. Raja Gowa tidak boleh mendirikan perkampungan, rumah dan sebagainya sampai jauhnya satu hari perjalanan dari pinggir laut, juga dilarang mendirikan benteng-benteng atau kubu-kubu pertahanan. Yang dipertahankan oleh Belanda hanya Benteng Ujung Pandang yang kemudian berganti nama menjadi Fort Rotterdam.[1]

Daftar Ballaʼ Lompoa di Tanah Makassar[sunting | sunting sumber]

Terdapat banyak Ballaʼ Lompoa yang tersebar di seluruh Tanah Makassar, berikut adalah daftarnya:

Nama Ballaʼ Lompoa Lokasi Keterangan
Ballaʼ Lompoa ri Sungguminasa Sungguminasa, Somba Opu, Gowa Museum, berdampingan dengan Istana Tamalate, dikelola oleh Pemkab Gowa.
Ballaʼ Lompoa ri Bajeng Limbung, Bajeng, Gowa Museum
Ballaʼ Lompoa ri Sudiang Sudiang, Biringkanaya, Makassar Kediaman pribadi
Ballaʼ Lompoa ri Barombong Barombong, Tamalate, Makassar Kediaman pribadi
Ballaʼ Lompoa ri Pattingalloang Bontosunggu, Bajeng, Gowa Kediaman pribadi
Ballaʼ Lompoa ri Allu Sengka, Bontonompo Selatan, Gowa Kediaman pribadi
Ballaʼ Lompoa ri Polongbangkeng Canrego, Polombangkeng Selatan, Takalar Kediaman pribadi
Ballaʼ Lompoa ri Galesong Galesong Kota, Galesong, Takalar
Ballaʼ Lompoa ri Sanrobone Sanrobone, Sanrobone, Takalar
Ballaʼ Lompoa ri Cikoang Cikoang, Mangarabombang, Takalar
Ballaʼ Lompoa ri Marusuʼ Baju Bodoa, Maros Baru, Maros
Ballaʼ Lompoa ri Turikale Turikale, Turikale, Maros Sebagai Sekertariat Lembaga Adat Kekaraengan Turikale
Ballaʼ Lompoa ri Batubassi Jenetaesa, Simbang, Maros
Ballaʼ Lompoa ri Laʼbakkang Labakkang, Labakkang, Pangkajene dan Kepulauan
Ballaʼ Lompoa ri Binamu Binamu, Jeneponto
Ballaʼ Lompoa ri Kampalaʼ Kampala, Arungkeke, Jeneponto
Ballaʼ Lompoa ri Bantaeng Letta, Bantaeng, Bantaeng

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Raodah, Raodah (2012-09-01). "BALLA LOMPOA DI GOWA (Kajian Arsitektur Tradisional Makassar)". Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya. 4 (3): 378. doi:10.30959/patanjala.v4i3.149. ISSN 2598-1242.