Ataili, Wulandoni, Lembata

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ataili
Negara Indonesia
ProvinsiNusa Tenggara Timur
KabupatenLembata
KecamatanWulandoni
Kode pos
86685
Kode Kemendagri53.13.08.2014
Luas... km2
Jumlah penduduk300 jiwa
Kepadatan... jiwa/km2


Asal usul[sunting | sunting sumber]

Ataili adalah desa di kecamatan Wulandoni, kabupaten Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia..[1] Ataili terdiri dari dua kata yaitu "ata" artinya orang dan "ili" artinya gunung. Jadi Ataili artinya orang gunung.[2] Menurut sejarah, nenek moyang orang Ataili sama dengan orang Lembata datang dari Pulau Seram/Nusa Ina di kepulauan Maluku. Mereka bermigrasi dari sana karena bencana alam dan perang Saudara yang ditandai dengan hancurnya kerajaan Nunusaku.[3] Mereka bermigrasi dalam beberapa etape yaitu, pulau Saparua, Gorom, Watubela, kepulauan Kei, Tanimbar, Romang, Lapang-batang dan Rusa dan yang terakhir menetap di Lembata. Orang Ataili memang tinggal di gunung. Pada zaman penjajahan Belanda, gunung menjadi tempat persembunyian. Orang Belanda menerapkan politik "devide et impera"[4] untuk menguasai rakyat setempat. Mereka mengadu domba masyarakat dengan peran tanding antar suku "paji dan demong". Orang Ataili termasuk alam group demong dibawah pimpinan kakang Lamalera, kerajaan Larantuka. Tanggal 23 Agustus 2008 desa Ataili diresmikan oleh mantan bupati Lembata Andreas Duli Manuk.

Penduduk[sunting | sunting sumber]

Orang Ataili awalnya adalah orang nomaden. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.Beberapa tempat yang pernah di tempati yaitu: Ili, Bakalerek, Roga, Belgele, Smuki, Bakaor dan Waikomo. Sisa penduduk yang masih bertahan di Ataili kurang lebih 300 orang. Rata-rata mereka adalah petani.

Sosial Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Orang Ataili rata-rata mereka adalah petani tradisional dengan cara ladang berpindah-pindah.[5] Penghasilan utama adalah: padi,jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, jambu mente, kemiri, dan kopra. Curah hujan sangat rendah sehingga mereka selalu gagal panen. Banyak orang juga pergi merantau ke Malaysia.

Sistem Kekrabatan[sunting | sunting sumber]

Desa Ataili menganut sistem kekrabatan Patrilineal (perempuan meninggalkan sukunya dan masuk pada suku suaminya). Pengaturan sistem suku merupakan wariskan sejak zaman nenek moyang sampai sekarang. Sistem ini diatur sedemikian rupa sehingga terjadi keharmonisan dalam sebuah desa. Keharmonisan ini ditandai dengan sistem kekrabatan antar suku. Suku-suku yang ada di Ataili adalah: Ilin, Uden, Atun, Buran, Bakior, Lampole, Patin, Taum, Kepitan, Lerek, Elam, Ingan, Witin. Pada zaman dulu setiap suku memiliki kepala suku. Zaman semakin modern,maka jabatan kepala suku dihilangkan. Tugas dan fungsi seorang kepala suku adalah memutuskan perkara dalam sebuah kampung.

Batas Wilayah[sunting | sunting sumber]

Sumber asli dari Hamente Lamalera dan menjadi dokumen resmi pemerintah Kabupaten Lembata

Bagian Utara berbatasan dengan Desa Belobao, Wulandoni, Lembata dan Mudalerek Kecamatan Atadei. Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Atakera, Wulandoni, Lembata dan Desa Pantai Harapan, Wulandoni, Lembata, Bagian Barat berbatasan dengan Kampung Smuki/Bakaor-Desa Wulandoni, Wulandoni, Lembata dan Bagian Timur berbatasan dengan desa Atakera, Wulandoni, Lembata. Batas wilayah desa Ataili, Wulandoni, Lembata berpedoman pada Surat Keputusan perjanjian batas wilayah ditanda tangani bersama pada tanggal 12 Oktober 1936,[6] dan peta batas wilayah yang disetujui pada tanggal 12 Oktober 1936.[7] Ketika itu Indonesia belum merdeka. Indonesia masih dalam zaman penjajahan belanda, maka pihak Belanda sebagai mediator dalam perjanjian tersebut. Struktur pemerintahan pada waktu itu masih memakai sistem Kerajaan. Raja Kerajaan Larantuka dan Raja Kerajaan Sagu di Adonara yang ada pada saat itu berkuasa di wilayah suku Lamaholot meliputi Flores Timur, Adonara, Solor dan Lembata. Oleh karena itu, Wilayah Lamaholot tersebut di atas dibagi atas 2 wilayah kekuasaan yaitu kekuasan raja Larantuka meliputi Demong Lewo pulo yaitu 10 Hamente dan Kerajaan Sagu Adonara menguasa wilayah Paji Watan lema meliputi 5 Hamente pantai. Desa Ataili pada waktu itu termasuk dalam wilayah Kerajaan Larantuka Hamente Lamalera. Di bawah ini adalah dokumen surat perjanjian dan peta batas wilayah yang ditandatangani oleh pihak desa-desa Hamente Lamalera kerajaan Larantuka dan desa-desa Hamente Labala, Kerajaan Sagu, Adonara. Desa Ataili pada waktu itu diwakili oleh kepala Emi Kekon (almahrum). Sampai saat ini wilayah desa Ataili tidak berubah sejak penandatanganan surat keputusan perjanjian itu.

Religiositas[sunting | sunting sumber]

Nubar

Masyarakat desa ataili, semuanya beragama Katolik. Misionaris pertama di Lamalera yaitu P. Bernardus Bode, SVD datang dan menyebarkan agama Katolik di sana sehingga umat paroki Lamalera telah merayakan 125 tahun agama Katolik masuk di sana. Ataili yang pada waktu itu bernama "Ili" juga termasuk dalam bagian paroki Lamalera sehingga semua masyarakat dibaptis menjadi orang Katolik. Sebelum beragama Katolik orang Ataili menyembah kepada Nuba Nara (Nubar).[8] Nubar adalah batu penyembahan yang dianggap memiliki kekuatan supra natural. Sampai sekarang "nubar" milik orang Ataili masih ada tetapi tidak dirawat lagi.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]