Rahu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Patung Rahu yang kini disimpan di British Museum.

Rahu, menurut kepercayaan umat Hindu, adalah nama seorang asura, sekaligus salah satu Graha (planet) di antara Nawagraha (sembilan planet). Meskipun Rahu disebut sebagai salah satu Graha, tetapi seperti halnya Ketu, sebenarnya ia bukan merupakan planet. Rahu dan Ketu lebih tepat disebut sebagai tingkat pembesaran dan penyusutan bulan. Menurut mitologi Hindu, Rahu merupakan salah satu asura yang mencoba mendapatkan minuman keabadian atau tirta amerta. Kelicikannya membuatnya dipenggal oleh Wisnu. Kepalanya mengembara di angkasa, sambil mengejar Surya dan Candra, sebagai pembalasan atas pengaduan mereka kepada Wisnu, sehingga menciptakan gerhana. Di kalangan masyarakat Hindu di Bali, Rahu disebut Kala Rau. Ia diyakini sebagai penyebab terjadinya gerhana.

Penggambaran[sunting | sunting sumber]

Dalam lukisan bernuansa Hindu, Rahu biasanya dilukiskan sebagai sebuah kepala tanpa badan. Namun Rahu bisa digambarkan mengendarai singa hitam, atau mengendarai kereta yang ditarik oleh delapan kuda hitam. Dia dapat dilukiskan memiliki dua lengan; yang kanan membawa selimut wol atau sebuah buku, sedangkan tangan yang lain terlihat kosong. Bila dilukiskan dengan empat lengan, Rahu tampak membawa pedang, tameng dan gada, sedangkan tangan yang keempat melakukan gerak Warada Mudra.

Mitologi[sunting | sunting sumber]

Mitologi mengenai Rahu terkait dengan kisah pemutaran Gunung Mandara untuk mengaduk lautan susu. Diceritakan bahwa pada zaman Satyayuga, para dewa dan asura bekerjasama untuk mendapatkan minuman keabadian atau tirta amerta. Atas petunjuk Sang Hyang Narayana, mereka tahu bahwa amerta tersebut tersembunyi di tengah lautan susu di Sangkadwipa. Kemudian mereka segera pergi ke tempat yang diberitahu oleh Sang Hyang Narayana. Untuk mengaduk lautan tersebut, mereka menggunakan Gunung Mandara. Gunung tersebut dicabut, kemudian dipindahkan ke tengah lautan, dengan ditopang oleh seekor kura-kura raksasa. Naga Basuki digunakan sebagai tali untuk mempermudah pemutaran gunung tersebut.

Setelah proses pengadukan berlangsung lama, munculah berbagai harta karun. Seluruhnya berada di pihak para dewa, sedangkan para asura tidak mendapatkan apapun. Setelah amerta muncul, para asura ingin agar minuman tersebut menjadi milik mereka sebab para dewa sudah mendapatkan harta terlalu banyak. Karena sama-sama kukuh dengan pendiriannya, tejadilah pertempuran antara para dewa melawan para asura. Setelah Dewa Wisnu turun tangan, peperangan berakhir dengan kemenangan berada di pihak para dewa.

Akhirnya, para dewa kembali ke surga untuk membagi-bagikan tirta amerta yang mereka dapatkan. Agar memperoleh jatah, seorang asura bernama Rahu menyamar menjadi seorang dewa. Ia pun turut serta bersama para dewa yang menunggu gilirannya untuk mendapatkan amerta. Namun, tipuan Rahu diketahui oleh Dewa Surya dan Candra. Mereka pun segera memberitahu Dewa Wisnu. Tepat saat tirta amerta mengalir di tenggorokan Rahu, Dewa Wisnu memenggal kepala Rahu dengan senjata Cakra Sudarsana. Meskipun kepala dan badannya telah terpisah, tetapi Rahu mampu hidup sebab tirta amerta telah mencapai tenggorokannya. Akhirnya kepala tersebut marah dan bersumpah akan menelan Surya dan Candra. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya gerhana. Karena kepala Rahu tidak tersambung ke perutnya, maka Surya dan Candra dapat membebaskan diri setelah mereka tertelan.