Agama Buddha di India dan Asia Tengah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

India

Setelah berakhirnya masa kaum Kushan, agama Buddha berkemabng di India selama dinasti Gupta (abad ke-4 sampai ke-6). Pusat-pusat studi Mahayana didirikan, terutama di Nalanda bagian timur laut India, yang akan menjadi 'universitas' Buddha yang paling besar dan paling berpengaruh untuk abad-abad yang akan datang. Beberapa pengajarnya yang terkenal adalah Nagarjuna. Gaya seni Buddha ala Gupta menjadi sangat berpengaruh di Asia Tenggara sampai Tiongkok Kuna sementara agama ini menyebar ke sana.

Buddha dan Bodhisattwa, abad ke-11, Kekaisaran Pala.

Agama Buddha India menjadi lemah pada abad ke-7 mengikuti invasi Hun Putih dan Islam. Namun, di bawah Kekaisaran Pala, mazhab Mahayana berkembang kembali antara abad ke-8 dan ke-12. Kaum Pala banyak mendirikan kuil-kuil dan sebuah aliran seni Buddha yang khas.

Sebuah tonggak bersejarah penting dalam runtuhnya agama Buddha di India terjadi pada tahun 1193 ketika para penakluk Islam Turki di bawah Muhammad Khilji menghancurkan Nalanda. Pada akhir abad ke-12, setelah penaklukan oleh kaum Islam atas benteng-benteng Buddha di Bihar, keberadaan kaum Buddha di India menjadi langka. Selain itu pengaruh agama Buddha juga pudar akibat gerakan renaisans Hindu seperti Advaita dan munculnya gerakan bhakti.

Meskipun lahir di India, pada awal abad ke-20, agama Buddha hanya dipeluk oleh beberapa orang di daerah-daerah terpencil di India.

Lihat pula: Agama Buddha di India, Hancurnya agama Buddha di India

Asia Tengah dan Utara

Asia Tengah

Asia Tengah telah dipengaruhi dengan agama Buddha semenjak kurang lebih masa hidup sang Siddhartha Gautama. Menurut sebuah cerita legenda dalam bahasa Pali, bahasa aliran Theravada, dua saudagar bersaudara dari Baktria, bernama Tapassu dan Bhallika, mengunjungi sang Buddha dan menjadi muridnya. Mereka kembali ke Baktria dan membangun kuil-kuil untuk memuja Buddha (Richard Foltz, Religions of the Silk Road).

Asia Tengah telah lama memainkan peran yang penting sebagai titik temu antara Tiongkok, India dan Persia. Semasa abad ke-2 SM, ekspansi Dinasti Han ke arah barat menjadikan mereka mendapatkan kontak dengan kebudayaan-kebudayaan Helenistik Asia, terutama Kerajaan Baktria-Yunani. Setelah itu, ekspansi agama Buddha ke utara membawa pembentukan komunitas-komunitas Buddha dan bahkan kerajaan Buddha di sekitar oasis-oasis Asia Tengah. Beberapa kota di sepanjang Jalur Sutra terdiri dari sebagian besar stupa-stupa Buddha dan vihara, dan kelihatannya bahkan tujuan mereka ialah untuk mengurusi para musafir yang melawat dari barat dan timur.

Beberapa aliran Nikaya tetap bertahan di Asia Tengah dan Tiongkok sampai kurang lebih abad ke-7 Masehi. Mazhab Mahayana mulai menjadi penting dalam masa ini, tetapi karena kepercayaan ini mulai mengembangkan pendekatan Nikaya, Sarvastivadin dan Dharmaguptaka tetap menjadi Vinaya pilihan di vihara-vihara Asia Tengah.

Agama Buddha di Asia Tengah mulai menghilang dengan munculnya ekspansi agama Islam. Kaum Muslim tidak memperlihatkan toleransi terhadap kaum Buddha yang mereka berikan kepada "ahli al-Kitab" lainnya seperti kaum Kristen dan Yahudi. Mereka berpendapat bahwa orang Buddha adalah penyembah berhala dan cenderung menindas mereka.

Lihat pula: Jalur Sutra, Penyebaran agama Buddha melalui Jalur Sutra

Dataran Rendah Tarim

Para rahib bermata biru dari Asia Tengah dan rahib Asia Timur, Bezaklik, Dataran Rendah Tarim Timur, abad ke-9 sampai ke-10.

Wilayah timur Asia Tengah, (yaitu Turkestan Tiongkok, Dataran Rendah Tarim dan Xinjiang) telah membeberkan banyak sekali karya seni Buddha (lukisan-lukisan dinding dan relief-relief di banyak gua-gua, lukisan di kanvas yang bisa dibawa, patung, dan obyek-obyek ritus), menunjukkan banyak pengaruh dari budaya India dan Helenistik. Seni Serindia merupakan peninggalan kuat gaya Gandhara dan banyak naskah dalam aksara Gandhari yaitu aksara Kharosthi ditemukan.

Penduduk Asia Tengah kelihatannya memegang peranan yang menentukan dalam menyebarkan agama Buddha ke Timur. Para penerjemah pertama kitab-kitab suci Buddha ke bahasa Mandarin adalah orang Parthia (Ch: Anxi) seperti An Shigao (148) atau An Hsuan, orang Yuezhi seperti Zhiqian dan Zhilou Jiachen, orang Sogdian (Ch: Kangju) seperti Kang Sengkai, atau orang Kusha seperti Lokaksema (c. 178). Tigapuluh tujuh penerjemah teks-teks Buddha diketahui dan mayoritas dari mereka bisa diidentifikasikan sebagai orang Asia Tengah.

Bhikus-bhiksu Asia Tengah dan Asia Timur kelihatannya berhubungan dengan erat sampai kira-kira abad ke-10, seperti terlihat pada fresko dari dataran rendah Tarim.

Namun pengaruh ini secara capat diambil oleh kebudayaan Tionghoa dengan giat, dan mulai pada titik tersebut sebuah ciri khas Tionghoa muncul.

Lihat pula: Dunhuang, Kerajaan Khotan