Trypanosoma brucei: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 40: Baris 40:
=== Pembelahan biner ===
=== Pembelahan biner ===
[[Berkas:Trypanosome_Cell_Cycle.png|jmpl|Siklus hidup sel trypanosome (bentuk prosiklik).]]
[[Berkas:Trypanosome_Cell_Cycle.png|jmpl|Siklus hidup sel trypanosome (bentuk prosiklik).]]
Reproduksi ''T. brucei'' tidak dapat dibandingkan dengan kebanyakan sel eukariota. Hal ini disebabkan karena membran inti tetap utuh dan kromosom tidak memadat selama mitosis. Tidak seperti [[sentrosom]] pada kebanyakan sel eukariotik, badan basal tidak berperan dalam pengorganisasian spindel dan justru terlibat dalam pembelahan kinetoplast. Peristiwa reproduksi ''T. brucei,'' yaitu sebagai berikut:
Reproduksi ''T. brucei'' tidak dapat dibandingkan dengan kebanyakan sel eukariota. Hal ini disebabkan karena membran inti tetap utuh dan kromosom tidak memadat selama mitosis. Tidak seperti [[sentrosom]] pada kebanyakan sel eukariotik, badan basal tidak berperan dalam pengorganisasian spindel dan justru terlibat dalam pembelahan kinetoplast. Peristiwa reproduksi ''T. brucei,'' yaitu sebagai berikut:<ref name=":1" />


# Badan basal menduplikasi dan keduanya tetap berhubungan dengan kinetoplast. Setiap badan basal membentuk flagel terpisah.
# Badan basal menduplikasi dan keduanya tetap berhubungan dengan kinetoplast. Setiap badan basal membentuk flagel terpisah.
Baris 50: Baris 50:


=== Meiosis ===
=== Meiosis ===
Pada tahun 1980-an, analisis DNA terhadap tahap perkembangan dari ''T. brucei'' mulai menunjukkan bahwa trypomastigote dalam lalat tsetse mengalami fase reproduksi seksual berupa [[meiosis]]. Tetapi fase tersebut tidak selalu diperlukan untuk siklus hidup yang lengkap. Selanjutnya pada tahun 2011, keberadaan protein khusus meiosis mulai teridentifikasi. Kemudian pada tahun 2014, gamet haploid (sel anak yang diproduksi setelah meiosis) berhasil ditemukan. Gamet haploid dari trypomastigotes dapat berinteraksi satu sama lain melalui flagela. Setelah itu, terjadi fusi sel (proses ini disebut ''syngamy''). Jadi, selain pembelahan biner, ''T. brucei'' juga dapat berkembang biak dengan cara reproduksi seksual. Trypanosome termasuk ke dalam supergrup [[Excavata]] dan merupakan salah satu garis keturunan paling awal di antara eukariota. Penemuan reproduksi seksual pada ''T. brucei'' mendukung hipotesis bahwa meiosis dan reproduksi seksual adalah ciri eukariota leluhur dan terdapat di mana-mana.
Pada tahun 1980-an, analisis DNA terhadap tahap perkembangan dari ''T. brucei'' mulai menunjukkan bahwa trypomastigote dalam lalat tsetse mengalami fase reproduksi seksual berupa [[meiosis]].<ref>{{Cite journal|last=Zampetti-Bosseler|first=F.|last2=Schweizer|first2=J.|last3=Pays|first3=E.|last4=Jenni|first4=L.|last5=Steinert|first5=M.|date=1986-08-01|title=Evidence for haploidy in metacyclic forms of Trypanosoma brucei.|url=http://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.83.16.6063|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences|language=en|volume=83|issue=16|pages=6063–6064|doi=10.1073/pnas.83.16.6063|issn=0027-8424|pmc=PMC386438|pmid=3461475}}</ref> Tetapi fase tersebut tidak selalu diperlukan untuk siklus hidup yang lengkap.<ref>{{Cite journal|last=Jenni|first=L.|date=1990|title=Sexual stages in trypanosomes and implications|url=http://www.parasite-journal.org/10.1051/parasite/1990651019|journal=Annales de Parasitologie Humaine et Comparée|volume=65|pages=19–21|doi=10.1051/parasite/1990651019|issn=0003-4150}}</ref> Selanjutnya pada tahun 2011, keberadaan protein khusus meiosis mulai teridentifikasi.<ref>{{Cite journal|last=Peacock|first=Lori|last2=Ferris|first2=Vanessa|last3=Sharma|first3=Reuben|last4=Sunter|first4=Jack|last5=Bailey|first5=Mick|last6=Carrington|first6=Mark|last7=Gibson|first7=Wendy|date=2011-03-01|title=Identification of the meiotic life cycle stage of Trypanosoma brucei in the tsetse fly|url=http://www.pnas.org/lookup/doi/10.1073/pnas.1019423108|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences|language=en|volume=108|issue=9|pages=3671–3676|doi=10.1073/pnas.1019423108|issn=0027-8424|pmc=PMC3048101|pmid=21321215}}</ref> Kemudian pada tahun 2014, gamet haploid (sel anak yang diproduksi setelah meiosis) berhasil ditemukan. Gamet haploid dari trypomastigotes dapat berinteraksi satu sama lain melalui flagela. Setelah itu, terjadi fusi sel (proses ini disebut ''syngamy'').<ref>{{Cite journal|last=Peacock|first=Lori|last2=Bailey|first2=Mick|last3=Carrington|first3=Mark|last4=Gibson|first4=Wendy|date=2014-01|title=Meiosis and Haploid Gametes in the Pathogen Trypanosoma brucei|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0960982213014991|journal=Current Biology|language=en|volume=24|issue=2|pages=181–186|doi=10.1016/j.cub.2013.11.044|pmc=PMC3928991|pmid=24388851}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Peacock|first=Lori|last2=Ferris|first2=Vanessa|last3=Bailey|first3=Mick|last4=Gibson|first4=Wendy|date=2014|title=Mating compatibility in the parasitic protist Trypanosoma brucei|url=http://parasitesandvectors.biomedcentral.com/articles/10.1186/1756-3305-7-78|journal=Parasites & Vectors|language=en|volume=7|issue=1|pages=78|doi=10.1186/1756-3305-7-78|issn=1756-3305|pmc=PMC3936861|pmid=24559099}}</ref> Jadi, selain pembelahan biner, ''T. brucei'' juga dapat berkembang biak dengan cara reproduksi seksual. Trypanosome termasuk ke dalam supergrup [[Excavata]] dan merupakan salah satu garis keturunan paling awal di antara eukariota.<ref>{{Cite journal|last=Hampl|first=V.|last2=Hug|first2=L.|last3=Leigh|first3=J. W.|last4=Dacks|first4=J. B.|last5=Lang|first5=B. F.|last6=Simpson|first6=A. G. B.|last7=Roger|first7=A. J.|date=2009-03-10|title=Phylogenomic analyses support the monophyly of Excavata and resolve relationships among eukaryotic "supergroups"|url=http://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.0807880106|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences|language=en|volume=106|issue=10|pages=3859–3864|doi=10.1073/pnas.0807880106|issn=0027-8424|pmc=PMC2656170|pmid=19237557}}</ref> Penemuan reproduksi seksual pada ''T. brucei'' mendukung hipotesis bahwa meiosis dan reproduksi seksual adalah ciri eukariota leluhur dan terdapat di mana-mana.<ref>{{Cite journal|last=Malik|first=Shehre-Banoo|last2=Pightling|first2=Arthur W.|last3=Stefaniak|first3=Lauren M.|last4=Schurko|first4=Andrew M.|last5=Logsdon|first5=John M.|date=2008-08-06|editor-last=Hahn|editor-first=Matthew W.|title=An Expanded Inventory of Conserved Meiotic Genes Provides Evidence for Sex in Trichomonas vaginalis|url=https://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0002879|journal=PLoS ONE|language=en|volume=3|issue=8|pages=e2879|doi=10.1371/journal.pone.0002879|issn=1932-6203|pmc=PMC2488364|pmid=18663385}}</ref>


== Infeksi dan patogenisitas ==
== Infeksi dan patogenisitas ==

Revisi per 25 Desember 2020 07.15

Mikrograf SEM berwarna semu dari bentuk prosiklik Trypanosoma brucei seperti yang ditemukan di usus bagian tengah lalat tsetse. Badan sel ditunjukkan dengan warna oranye dan flagel berwarna merah. 84 piksel / μm.

Trypanosoma brucei merupakan protozoa berflagella yang termasuk ke dalam spesies kinetoplastid parasit. Parasit ini merupakan penyebab penyakit pada hewan vertebrata termasuk manusia yang ditularkan melalui vektor, yaitu spesies lalat tsetse di sub-Sahara Afrika . Pada manusia, T. brucei menyebabkan trypanosomiasis Afrika, atau penyakit tidur. Pada hewan, T. brucei menyebabkan trypanosomiasis hewan. T. brucei ditemukan pada tahun 1894 oleh Sir David Bruce, kemudian nama ilmiahnya diberikan pada tahun 1899.[1][2]

T. brucei dapat dikelompokkan menjadi tiga subspesies, yaitu T. b. brucei, T. b. gambiense dan T. b. rhodesiense.[3] Subspesies T. b, brucei merupakan parasit vertebrata non-manusia, sedangkan T. b. gambiense dan T. b. rhodesiense diketahui merupakan parasit bagi manusia.[4] Sebagai tambahan, berdasarkan analisis genetik, T. equiperdum dan T. evansi diketahui berevolusi dari parasit yang sangat mirip dengan T. b. brucei sehingga dianggap sebagai anggota klad brucei. Walaupun secara historis, kedua spesies tersebut tidak dianggap sebagai subspesies T. brucei karena terdapat perbedaan cara penularan dan presentasi klinis serta terdapat peristiwa hilangnya DNA kinetoplast.[5]

T. brucei ditransmisikan pada inang mamalia melalui vektor serangga, yaitu berbagai spesies lalat tsetse (Glossina). Transmisi terjadi melalui gigitan lalat selama menghisap darah. Selama siklus hidupnya, parasit akan mengalami perubahan morfologis yang kompleks saat mereka berpindah dari serangga menuju inang mamalia. Secara umum, terdapat dua bentuk hidup dari T. brucei, yaitu procyclic form pada usus bagian tengah dari lalat tsetse dan bloodstream form pada aliran darah inang mamalia. Bloodstream form dari T. brucei terkenal dengan protein permukaan selnya sebab pada bentuk tersebut parasit akan menghasilkan berbagai varian dari glikoprotein permukaan sehingga memiliki variasi antigenik yang luar biasa. Variasi antigenik ini memungkinkan parasit untuk menghindar dari sistem imun adaptif inang secara terus-menerus sehingga dapat menyebabkan infeksi kronis. T. brucei diketahui merupakan satu dari sedikit patogen yang dapat melewati sawar darah otak.[6] Pengembangan terapi obat baru sangat diperlukan untuk untuk mengatasi penyakit akibat infeksi T. brucei. Hal ini dikarenakan pengobatan yang ada pada saat ini masih dapat menimbulkan efek samping yang parah sehingga berakibat fatal bagi pasien.[7]

Subspesies

T. brucei terdiri dari beberapa subspesies, antara lain:

  • T. brucei gambiense: menyebabkan trypanosomiasis kronis dengan onset yang lambat pada manusia. Paling umum ditemukan di Afrika Tengah dan Barat. Manusia dianggap sebagai reservoir utama bagi subspesies ini.[8]
  • T. brucei rhodesiense: menyebabkan trypanosomiasis akut dengan onset yang cepat pada manusia. Paling umum ditemukan di Afrika Selatan dan Timur. Hewan buruan serta ternak dianggap sebagai reservoir utama bagi subspesies ini.[8]
  • T. brucei brucei: menyebabkan trypanosomiasis hewan, bersama dengan beberapa spesies Trypanosoma lainnya. T. b. brucei tidak menginfeksi manusia karena bersifat rentan terhadap lisis yang diakibatkan oleh trypanosome lytic factor-1 (TLF-1) pada serum darah manusia.[9][10] Namun, subspesies ini saling terkait erat dan berbagi fitur fundamental dengan subspesies lain yang menginfeksi manusia.

Struktur

T. brucei mermiliki struktur berupa sel eukariotik uniseluler dengan panjang 8 hingga 50 μm. T. brucei memiliki tubuh memanjang yang berbentuk ramping dan meruncing. Membran selnya (disebut pelikel) membungkus berbagai organel sel, termasuk nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, aparatus Golgi, dan ribosom. Selain itu, terdapat organel khusus yang disebut kinetoplast. Organel ini tersusun dari banyak struktur DNA melingkar (yang bersama-sama membentuk cakram DNA mitokondria[11]) dan berada pada sebuah mitokondria besar. Kinetoplas terletak di dekat badan basal. Dari badan basal tersebut, muncul sebuah flagel yang melintas menuju ujung anterior. Di sepanjang permukaan badan sel, flagel menempel pada membran sel sehingga membentuk semacam membran yang bergelombang. Hanya ujung flagel yang bebas di bagian akhir anterior.[12] Permukaan sel dari bloodstream form memiliki lapisan padat yang terdiri dari varian glikoprotein permukaan (VSG). Selanjutnya, lapisan tersebut akan digantikan oleh lapisan procyclins yang sama padatnya ketika parasit berdiferensiasi menjadi fase prosiklik di usus bagian tengah lalat tsetse.[13]

Enam morfologi utama dari trypanosomatids. Tahapan siklus hidup yang berbeda pada Trypanosoma brucei mencakup kategori morfologi trypomastigote dan epimastigote.

Trypanosomatids memiliki beberapa jenis morfologi yang berbeda. Dua jenis morfologi berupa epimastigote dan trypomastigote dimiliki oleh Trypanosoma brucei pada berbagai tahap siklus hidupnya:[12]

  • Epimastigote: ditemukan pada saat T. brucei berada di dalam lalat tsetse. Kinetoplas dan badan basalnya terletak di bagian anterior nukleus dengan flagel yang tersusun di sepanjang badan sel. Flagel muncul dari bagian tengah badan sel.
  • Trypomastigote: ditemukan pada saat T. brucei berada di dalam inang mamalia. Kinetoplas dan badan basal terletak di bagian posterior nukleus. Flagel muncul dari ujung posterior badan sel.
Struktur flagella Trypanosoma brucei.

Flagel trypanosome terdiri dari aksonem flagela khusus yang terletak sejajar dengan batang paraflagellar dan struktur kisi protein yang khas untuk kinetoplastida, euglenoida serta dinoflagellata.

Mikrotubulus dari aksonem flagela memiliki susunan normal berupa 9 + 2 dan diorientasikan dengan tanda + di ujung anterior serta - di badan basal. Struktur sitoskeletal meluas dari badan basal ke kinetoplas. Flagel terikat ke sitoskeleton dari badan sel utama oleh empat mikrotubulus khusus yang tersusun sejajar dan searah dengan tubulin flagela.

Flagella memiliki dua fungsi, yaitu sebagai alat gerak dengan cara berosilasi di sepanjang flagel yang menempel pada badan sel serta sebagai alat penempelan pada usus lalat selama fase prosiklik.[14]

Siklus hidup

Siklus hidup Trypanosoma brucei

Dalam inang mamalia

Infeksi terjadi ketika vektor lalat tsetse menggigit inang mamalia. Lalat tersebut akan menyuntikkan trypomastigotes metasiklik ke dalam jaringan kulit. Trypomastigotes memasuki sistem limfatik dan juga ke aliran darah. Awalnya, trypomastigotes berbentuk pendek dan gemuk tetapi ketika berada di dalam aliran darah, trypomastigotes akan tumbuh sehingga memiliki bentuk yang panjang dan ramping. Kemudian terjadi replikasi dengan pembelahan biner yang menghasilkan sel anak berbentuk pendek dan gemuk kembali.[15][16] Bentuk trypomastigotes yang panjang dan ramping mampu membuatnya menembus endotel pembuluh darah serta menyerang jaringan ekstravaskular, termasuk sistem saraf pusat (SSP).[14] Terkadang, hewan liar dapat terinfeksi oleh lalat tsetse dan mereka bertindak pula sebagai reservoir. Pada hewan ini, infeksi trypomastigotes tidak akan menghasilkan penyakit, tetapi parasit tersebut tetap hidup dan masih dapat ditularkan kembali ke inang normal.[15]

Dalam lalat tsetse

Trypomastigotes pendek dan gemuk diambil kembali oleh lalat tsetse selama menghisap darah. Trypomastigotes memasuki usus bagian tengah lalat sehingga terjadi perubahan menuju trypomastigotes prosiklik. Bentuk prosiklik dapat dengan cepat membelah sehingga menjadi epimastigotes. Epimastigotes bermigrasi dari usus melalui proventrikulus ke kelenjar ludah sehingga terjadi penempelan pada epitel kelenjar ludah. Di dalam kelenjar ludah, beberapa parasit dapat terlepas dan mengalami transformasi menjadi trypomastigotes yang pendek dan gemuk. Kemudian terjadi perubahan lanjutan sehingga menjadi trypomastigotes metasiklik infektif. Bentuk tersebut akan disuntikkan kembali ke inang mamalia bersama dengan air liur lalat melalui gigitannya. Perkembangan lengkap dari T. brucei di dalam lalat membutuhkan waktu sekitar 20 hari.[15][16]

Reproduksi

Pembelahan biner

Siklus hidup sel trypanosome (bentuk prosiklik).

Reproduksi T. brucei tidak dapat dibandingkan dengan kebanyakan sel eukariota. Hal ini disebabkan karena membran inti tetap utuh dan kromosom tidak memadat selama mitosis. Tidak seperti sentrosom pada kebanyakan sel eukariotik, badan basal tidak berperan dalam pengorganisasian spindel dan justru terlibat dalam pembelahan kinetoplast. Peristiwa reproduksi T. brucei, yaitu sebagai berikut:[12]

  1. Badan basal menduplikasi dan keduanya tetap berhubungan dengan kinetoplast. Setiap badan basal membentuk flagel terpisah.
  2. DNA kinetoplast mengalami sintesis kemudian kinetoplas membelah dan terjadi pemisahan dua badan basal.
  3. DNA inti mengalami sintesis sementara flagel mulai memanjang dari tubuh basal yang lebih muda dan lebih posterior.
  4. Inti sel mengalami mitosis.
  5. Sitokinesis berkembang dari anterior ke posterior.
  6. Pembelahan diselesaikan dengan cara absisi.

Meiosis

Pada tahun 1980-an, analisis DNA terhadap tahap perkembangan dari T. brucei mulai menunjukkan bahwa trypomastigote dalam lalat tsetse mengalami fase reproduksi seksual berupa meiosis.[17] Tetapi fase tersebut tidak selalu diperlukan untuk siklus hidup yang lengkap.[18] Selanjutnya pada tahun 2011, keberadaan protein khusus meiosis mulai teridentifikasi.[19] Kemudian pada tahun 2014, gamet haploid (sel anak yang diproduksi setelah meiosis) berhasil ditemukan. Gamet haploid dari trypomastigotes dapat berinteraksi satu sama lain melalui flagela. Setelah itu, terjadi fusi sel (proses ini disebut syngamy).[20][21] Jadi, selain pembelahan biner, T. brucei juga dapat berkembang biak dengan cara reproduksi seksual. Trypanosome termasuk ke dalam supergrup Excavata dan merupakan salah satu garis keturunan paling awal di antara eukariota.[22] Penemuan reproduksi seksual pada T. brucei mendukung hipotesis bahwa meiosis dan reproduksi seksual adalah ciri eukariota leluhur dan terdapat di mana-mana.[23]

Infeksi dan patogenisitas

Vektor serangga T. brucei merupakan spesies lalat tsetse yang berbeda (genus Glossina). Vektor utama dari T. b. gambiense yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika Barat, yaitu G. palpalis, G. tachinoides, dan G. fuscipes . Sedangkan vektor utama dari T. b. rhodesiense yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika Timur, yaitu G. morsitans, G. pallidipes, dan G. swynnertoni . Sementara itu, tripanosomiasis hewan ditularkan oleh lusinan spesies Glossina.

Dalam tahap infeksi lanjutan dari T. brucei pada inang mamalia, parasit ternyata dapat bermigrasi dari aliran darah menuju getah bening hingga cairan serebrospinal. Invasi jaringan tersebut menyebabkan terjadinya penyakit tidur.

­Selain transmisi melalui lalat tsetse, T. brucei juga dapat ditransmisikan antar mamalia melalui pertukaran cairan tubuh, misalnya transfusi darah dan kontak seksual. Walaupun sebetulnya transmisi tersebut bersifat jarang.

Evolusi

Trypanosoma brucei gambiense berevolusi dari satu nenek moyang sekitar 10.000 tahun yang lalu. T. b. gambiense berevolusi secara aseksual dan genomnya menunjukkan efek Meselson . Efek Meselson menunjukkan suatu fenomena ketika dua alel, atau salinan gen, dalam individu yang diploid aseksual berevolusi secara independen satu sama lain sehingga menjadi semakin berbeda dari waktu ke waktu.

Genetika

Secara genotipe dan fenotipe, terdapat dua kolompok berbeda dari dua subpopulasi T. b. gambiense. Kelompok 2 memiliki kemiripan yang lebih tinggi dengan T. b. brucei dibandingkan kelompok 1 T. b. gambiense.

Keseluruhan T. b. gambiense memiliki resistensi terhadap kematian yang disebabkan oleh komponen serum, yaitu faktor litik trypanosome (TLF). TLF terdiri dari dua jenis: TLF-1 dan TLF-2. Kelompok 1 T. b. gambiense mampu menghindari penyerapan partikel TLF, sedangkan kelompok 2 mampu menetralkan atau mengkompensasi efek dari TLF.

Sementara itu, resistensi dari T. b. rhodesiense sangat bergantung pada ekspresi gen terkait resistensi serum atau SRA. Gen ini tidak ditemukan pada T. b. gambiense.

Genom

Genom T. brucei terdiri atas:

  • 11 pasang kromosom besar berukuran 1 hingga 6 Mbp.
  • 3–5 kromosom intermediet berukuran 200 hingga 500 kbp.
  • Sekitar 100 mini-kromosom berukuran 50 hingga 100 kbp. Mini-kromosom kemungkinan terdapat dalam banyak salinan per genom haploid.

Sebagian besar gen diketahui berada pada kromosom besar, sedangkan mini-kromosom hanya membawa gen VSG.

Selain itu, mitokondria juga mengandung genom yang ditemukan terkondensasi dalam kinetoplast. Kinetoplast merupakan suatu fitur unik yang terdapat pada protozoa kinetoplastid. Kinetoplas dan badan basal flagel saling terkait satu sama lain melalui struktur sitoskeletal.

Pada tahun 1993, ditemukan basa baru, yaitu beta-d-glukopiranosyloxymethyluracil (basa J) yang berhasil diidentifikasi dalam DNA inti T. brucei.

Lapisan VSG

Permukaan trypanosome ditutupi oleh lapisan padat berupa varian glikoprotein permukaan (VSG) sebanyak 5 x 10 6 molekul. Lapisan ini memungkinkan populasi T. brucei yang menginfeksi mamalia untuk dapat terus-menerus menghindari sistem imun inang sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi kronis. VSG sangat imunogenik dan respon imun yang meningkat terhadap lapisan VSG spesifik dapat dengan cepat membunuh trypanosome yang mengekspresikan varian tersebut. Eliminasi trypanosome yang dimediasi oleh antibodi juga dapat diamati secara in vitro dengan uji lisis yang dimediasi komplemen . Namun, dengan setiap kejadian pembelahan sel terdapat kemungkinan bahwa salah satu atau kedua keturunannya akan memperbaharui ekspresi untuk mengubah VSG yang sedang diekspresikan. Frekuensi pengubahan ekspresi VSG telah diukur dan tercatat sekitar 0,1% di setiap pembelahan. Karena populasi T. brucei dapat mencapai puncaknya pada ukuran 1011 di dalam suatu inang, maka laju pengubahan ekspresi yang cepat tersebut dapat memastikan bahwa populasi parasit memiliki keragaman yang tinggi. Dikarenakan sistem imun inang terhadap VSG tertentu tidak berkembang secara langsung, maka beberapa parasit akan beralih ke varian VSG yang berbeda secara antigen dan dapat terus berkembang biak sehingga melanjutkan infeksi. Efek klinis dari siklus ini adalah terbentuknya 'gelombang' parasitemia (trypanosome dalam darah) yang terjadi secara berurutan.

Ekspresi gen VSG terjadi melalui sejumlah mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. VSG yang diekspresikan dapat dialihkan atau diubah dengan dua cara. Pertama, VSG akan mengaktifkan situs ekspresi yang berbeda sehingga dapat menyebabkan perubahan pengekspresian VSG di situs tersebut. Kedua, gen VSG tersebut diubah di situs aktif ke varian yang berbeda. Genom mengandung ratusan bahkan ribuan gen VSG, baik pada mini-kromosom maupun pada bagian berulang ('array') yang terdapat di bagian dalam kromosom. Gen tersebut ditranskripsikan secara silent, biasanya dengan bagian yang dihilangkan atau kodon stop prematur, tetapi penting dalam evolusi gen VSG baru. Diperkirakan hingga 10% dari genom T. brucei terdiri dari gen VSG atau pseudogenes . Diperkirakan bahwa salah satu dari gen ini dapat dipindahkan ke situs aktif melalui rekombinasi untuk diekspresikan. Mekanisme silencing pada gen VSG sebagian besar disebabkan oleh efek dari varian histone H3.V dan H4.V. Histon tersebut menyebabkan perubahan pada struktur genom T. brucei sehingga mengakibatkan kurangnya ekspresi. Gen VSG biasanya terletak di daerah subtelomerik kromosom yang membuatnya lebih mudah untuk dibungkam (silenced) saat tidak digunakan.

Eliminasi parasit oleh serum manusia dan resistensi terhadap serum tersebut

Trypanosoma brucei brucei (serta spesies terkait, seperti T. equiperdum dan T. evansi ) tidak menginfeksi manusia karena rentan terhadap sistem imun bawaan berupa faktor 'trypanolytic' yang terdapat dalam serum beberapa primata, termasuk manusia. Faktor trypanolytic ini telah diidentifikasi sebagai dua kompleks serum yang merupakan faktor trypanolytic (TLF-1 dan TLF-2). Keduanya mengandung protein yang berhubungan dengan haptoglobin (HPR) dan apolipoprotein LI (ApoL1). TLF-1 merupakan anggota dari famili partikel lipoprotein densitas tinggi, sedangkan TLF-2 merupakan kompleks pengikat protein serum dengan berat molekul tinggi. Komponen protein TLF-1 adalah protein terkait haptoglobin (HPR), apolipoprotein L-1 (apoL-1) dan apolipoprotein A-1 (apoA-1). Ketiga protein ini terko-lokalisasi dalam partikel berbentuk bundar yang mengandung fosfolipid dan kolesterol. Komponen protein TLF-2 meliputi IgM dan apolipoprotein A-I.

Faktor trypanolytic hanya ditemukan pada beberapa spesies, termasuk manusia, gorila, mandril, babun, dan mangabey hitam. Hal ini disebabkan karena protein yang berhubungan dengan haptoglobin dan apolipoprotein L-1 merupakan suatu keunikan bagi primata. Fakta tersebut juga menunjukkan bahwa gen ini berasal dari genom primata 25 - 35 juta tahun silam.

Subspesies yang bersifat infektif manusia, yaitu T. b. gambiense dan T. b. rhodesiense telah mengembangkan suatu mekanisme untuk melawan faktor trypanolytic tersebut.

ApoL1

ApoL1 merupakan anggota dari enam famili gen, yaitu ApoL1-6. ApoL1 muncul melalui duplikasi tandem. Protein ini umumnya terlibat dalam apoptosis inang atau kematian autofagik. ApoL1 memiliki domain homologi Bcl-2 3. ApoL1 telah diidentifikasi sebagai komponen toksik yang terlibat dalam trypanolysis. Secara umum, saat ini gen ApoL telah menjadi subjek evolusi selektif yang mungkin terkait dengan resistensi terhadap patogen.

Gen pengkode ApoL1 ditemukan di bagian lengan panjang kromosom 22 (22q12.3). Varian dari gen ini, disebut G1 dan G2, memberikan perlindungan terhadap T. b. rhodesiense. Disamping manfaat tersebut, terdapat sisi negatif yang telah teridentifikasi dari glomerulopati ApoL1 spesifik. Glomerulopati ini diketahui dapat membantu menjalskan prevalensi hipertensi yang lebih besar pada populasi Afrika.

Gen tersebut mengkodekan protein sebanyak 383 residu termasuk peptida sinyal khas sebanyak 12 residu asam amino. Protein plasma merupakan polipeptida rantai tunggal dengan massa molekul 42 kD. ApoL1 memiliki domain pembentuk pori membran yang secara fungsional mirip dengan kolisin pada bakteri. Domain ini diapit oleh membrane-addressing domain dan kedua domain ini diperlukan untuk mengeliminasi parasit.

Di dalam ginjal, ApoL1 ditemukan pada podosit di glomerulus, epitel tubular proksimal, dan endotel arteriol. ApoL1 memiliki afinitas tinggi terhadap asam fosfatidat dan kardiolipin serta dapat diinduksi oleh interferon gamma dan faktor nekrosis tumor-alfa.

Hpr

Hpr memiliki kemiripan sebanyak 91% dengan haptoglobin (Hp) yang merupakan protein serum fase akut. Hpr memiliki afinitas tinggi terhadap hemoglobin (Hb). Ketika Hb dilepaskan dari eritrosit yang mengalami hemolisis intravaskular, haptoglobin (Hp) akan membentuk kompleks dengan Hb. Selanjutnya, kompleks tersebut dikeluarkan dari peredaran oleh reseptor CD163. Berbeda dengan Hp-Hb, kompleks Hpr-Hb tidak mengikat CD163 dan konsentrasi serum Hpr tampaknya tidak terpengaruh oleh hemolisis.

Mekanisme eliminasi

Asosiasi HPR dengan hemoglobin memungkinkan pengikatan dan serapan TLF-1 melalui reseptor trypanosome haptoglobin-hemoglobin (TbHpHbR). TLF-2 memasuki trypanosome secara independen dari TbHpHbR. Serapan TLF-1 ditingkatkan dalam kadar haptoglobin rendah yang bersaing dengan protein terkait haptoglobin untuk mengikat hemoglobin bebas dalam serum. Namun, ketiadaan haptoglobin diasosiasikan dengan penurunan tingkat eliminasi parasit oleh serum.

Reseptor dari Hp-Hb trypanosome akan membentuk struktur berupa tiga bundel heliks yang memanjang dengan membran kecil di bagian kepala distal. Protein ini meluas di atas lapisan VSG yang mengelilingi parasit.

Langkah pertama dalam mekanisme eliminasi parasit, yaitu pengikatan TLF ke reseptor berafinitas tinggi, yaitu reseptor haptoglobin-hemoglobin (Hp-Hb) yang terletak di kantong flagela parasit. TLF yang terikat tersebut akan diendositosis melalui vesikula berlapis kemudian diantar ke lisosom parasit. ApoL1 merupakan faktor letal utama dalam TLF dan dapat mengeliminasi trypanosome setelah masuk ke dalam membran endosom / lisosom. Setelah tertelan oleh parasit, partikel TLF-1 diantar ke lisosom di mana ApoL1 diaktifkan oleh perubahan konformasi yang dimediasi pH. Setelah fusi dengan lisosom, terjadi penurunan pH dari 7 menjadi 5 sehingga menginduksi perubahan konformasi dalam membrane-addressing domain ApoL1. Perubahan konformasi ini menyebabkan engsel pada jembatan garam terbuka. Selanjutnya terjadi pelepasan ApoL1 dari partikel HDL menuju membran lisosom. Protein ApoL1 kemudian menciptakan pori-pori anionik di membran yang menyebabkan depolarisasi membran, masuknya klorida secara terus menerus, dan pembengkakan osmotik pada lisosom . Hal ini menyebabkan lisosom pecah sehingga parasit dapat mengalami kematian.

Mekanisme resistensi: T. b. gambiense

Trypanosoma brucei gambiense menyebabkan 97% kasus penyakit tidur pada manusia. Pada prinsipnya, resistensi terhadap ApoL1 dimediasi oleh ß-sheet hidrofobik dari glikoprotein spesifik pada T. b. gambiense. Faktor lain yang terlibat dalam resistensi T. b. gambiense, yaitu perubahan aktivitas protease sistein dan adanya inaktivasi TbHpHbR karena terdapat substitusi leusin menjadi serin (L210S) pada kodon 210.

Mutasi tersebut kemungkinan terjadi karena parasit ini hidup berdampingan dengan malaria. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, kadar haptoglobin yang rendah pada malaria disebabkan karena hemolisis disertai dengan pelepasan merozoit ke dalam darah. Pecahnya eritrosit menyebabkan pelepasan heme bebas ke dalam darah yang diikat oleh haptoglobin. Heme yang terikat dengan haptoglobin kemudian dipindahkan dari darah oleh sistem retikuloendotelial.

Mekanisme resistensi: T. b. rhodesiense

Trypanosoma brucei rhodesiense memiliki mekanisme resistensi yang berbeda karena bergantung pada serum resistance associated protein (SRA). Gen SRA merupakan versi terpotong dari antigen permukaan utama dan variabel dari parasit, varian glikoprotein permukaan (VSG). SRA merupakan gen terkait situs ekspresi di T. b. rhodesiense dan terletak di bagian hulu VSGs di situs ekspresi telomerik aktif. Protein sebagian besar terlokalisasi pada vesikula sitoplasmik kecil di antara kantong flagela dan nukleus. Pada T. b. rhodesiense, TLF diarahkan ke SRA yang mengandung endosom, tetapi terdapat beberapa perdebatan yang menyatakan bahwa keberadaan SRA tetap di lisosom. SRA berikatan ke ApoL1 menggunakan interaksi melingkar pada domain SRA-ApoL1 saat berada dalam lisosom trypanosome. Interaksi ini mencegah pelepasan protein ApoL1 dan lisis lisosom yang dapat menyebabkan kematian bagi parasit.

Babun diketahui merupakan primata yang memiliki kekebalan terhadap Trypanosoma brucei rhodesiense. Gen ApoL1 yang terdapat pada babun memiliki perbedaan dengan gen yang terdapat pada manusia. Perbedaan gen ApoL1 terletak dalam beberapa hal termasuk dua lisin yang terletak di dekat ujung C sehingga cukup untuk mencegah ApoL1 mengikat SRA (serum resistance associated protein). Secara eksperimental, mutasi yang memungkinkan ApoL1 terlindungi dari netralisasi oleh SRA telah terbukti mampu memberikan aktivitas trypanolytic pada T. b. rhodesiense. Secara umum, mutasi ini ternyata memiliki kemiripan dengan mutasi yang ditemukan pada babun. Selain itu, mutasi tersebut juga menyerupai mutasi alami yang memberikan perlindungan bagi manusia terhadap T. b. rhodesiense terkait dengan penyakit ginjal.

Referensi

  1. ^ Joubert, J.J.; Schutte, C.H.J.; Irons, D.J.; Fripp, P.J. (1993-07). "Ubombo and the site of David Bruce's discovery of Trypanosoma brucei". Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. 87 (4): 494–495. doi:10.1016/0035-9203(93)90056-v. ISSN 0035-9203. 
  2. ^ Cook, G.C. (1994-05). "Sir David Bruce's elucidation of the aetiology of nagana—exactly one hundred years ago". Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. 88 (3): 257–258. doi:10.1016/0035-9203(94)90068-x. ISSN 0035-9203. 
  3. ^ Baker, J. R. (1995-03-01). "The subspecific taxonomy of Trypanosoma brucei". Parasite (dalam bahasa Inggris). 2 (1): 3–12. doi:10.1051/parasite/1995021003. ISSN 1252-607X. 
  4. ^ Deborggraeve, Stijn; Koffi, Mathurin; Jamonneau, Vincent; Bonsu, Frank A.; Queyson, Richard; Simarro, Pere P.; Herdewijn, Piet; Büscher, Philippe (2008-08). "Molecular analysis of archived blood slides reveals an atypical human Trypanosoma infection". Diagnostic Microbiology and Infectious Disease (dalam bahasa Inggris). 61 (4): 428–433. doi:10.1016/j.diagmicrobio.2008.03.006. 
  5. ^ Gibson, W. (2007-07). "Resolution of the species problem in African trypanosomes". International Journal for Parasitology (dalam bahasa Inggris). 37 (8-9): 829–838. doi:10.1016/j.ijpara.2007.03.002. 
  6. ^ Masocha, Willias; Kristensson, Krister (2012-03). "Passage of parasites across the blood-brain barrier". Virulence (dalam bahasa Inggris). 3 (2): 202–212. doi:10.4161/viru.19178. ISSN 2150-5594. PMC 3396699alt=Dapat diakses gratis. PMID 22460639. 
  7. ^ Legros, Dominique; Ollivier, Gaëlle; Gastellu-Etchegorry, Marc; Paquet, Christophe; Burri, Christian; Jannin, Jean; Büscher, Philippe (2002-07). "Treatment of human African trypanosomiasis—present situation and needs for research and development". The Lancet Infectious Diseases (dalam bahasa Inggris). 2 (7): 437–440. doi:10.1016/S1473-3099(02)00321-3. 
  8. ^ a b Barrett, Michael P; Burchmore, Richard JS; Stich, August; Lazzari, Julio O; Frasch, Alberto Carlos; Cazzulo, Juan José; Krishna, Sanjeev (2003-11). "The trypanosomiases". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 362 (9394): 1469–1480. doi:10.1016/S0140-6736(03)14694-6. 
  9. ^ Stephens, Natalie A.; Kieft, Rudo; MacLeod, Annette; Hajduk, Stephen L. (2012-12). "Trypanosome resistance to human innate immunity: targeting Achilles' heel". Trends in Parasitology (dalam bahasa Inggris). 28 (12): 539–545. doi:10.1016/j.pt.2012.09.002. PMC 4687903alt=Dapat diakses gratis. PMID 23059119. 
  10. ^ Rifkin, M.R. (1984-08). "Trypanosoma brucei: Biochemical and morphological studies of cytotoxicity caused by normal human serum". Experimental Parasitology (dalam bahasa Inggris). 58 (1): 81–93. doi:10.1016/0014-4894(84)90023-7. 
  11. ^ Amodeo, Simona; Jakob, Martin; Ochsenreiter, Torsten (2018-04-15). "Characterization of the novel mitochondrial genome replication factor MiRF172 in Trypanosoma brucei". Journal of Cell Science (dalam bahasa Inggris). 131 (8): jcs211730. doi:10.1242/jcs.211730. ISSN 0021-9533. PMC 5963845alt=Dapat diakses gratis. PMID 29626111. 
  12. ^ a b c "A field guide for THE DIAGNOSIS, TREATMENT AND PREVENTION OF AFRICAN ANIMAL TRYPANOSOMOSIS". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-12-25. 
  13. ^ "African Trypanosomiasis". www.bio.davidson.edu. Diakses tanggal 2020-12-25. 
  14. ^ a b Langousis, Gerasimos; Hill, Kent L. (2014-07). "Motility and more: the flagellum of Trypanosoma brucei". Nature Reviews Microbiology (dalam bahasa Inggris). 12 (7): 505–518. doi:10.1038/nrmicro3274. ISSN 1740-1526. PMC 4278896alt=Dapat diakses gratis. PMID 24931043. 
  15. ^ a b c Chatterjee, K. D. (2017-10-30). Parasitology (dalam bahasa Inggris). CBS Publishers & Distributors. ISBN 978-81-239-1810-5. 
  16. ^ a b "CDC - African Trypanosomiasis - Biology". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2020-03-09. Diakses tanggal 2020-12-25. 
  17. ^ Zampetti-Bosseler, F.; Schweizer, J.; Pays, E.; Jenni, L.; Steinert, M. (1986-08-01). "Evidence for haploidy in metacyclic forms of Trypanosoma brucei". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 83 (16): 6063–6064. doi:10.1073/pnas.83.16.6063. ISSN 0027-8424. PMC 386438alt=Dapat diakses gratis. PMID 3461475. 
  18. ^ Jenni, L. (1990). "Sexual stages in trypanosomes and implications". Annales de Parasitologie Humaine et Comparée. 65: 19–21. doi:10.1051/parasite/1990651019. ISSN 0003-4150. 
  19. ^ Peacock, Lori; Ferris, Vanessa; Sharma, Reuben; Sunter, Jack; Bailey, Mick; Carrington, Mark; Gibson, Wendy (2011-03-01). "Identification of the meiotic life cycle stage of Trypanosoma brucei in the tsetse fly". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 108 (9): 3671–3676. doi:10.1073/pnas.1019423108. ISSN 0027-8424. PMC 3048101alt=Dapat diakses gratis. PMID 21321215. 
  20. ^ Peacock, Lori; Bailey, Mick; Carrington, Mark; Gibson, Wendy (2014-01). "Meiosis and Haploid Gametes in the Pathogen Trypanosoma brucei". Current Biology (dalam bahasa Inggris). 24 (2): 181–186. doi:10.1016/j.cub.2013.11.044. PMC 3928991alt=Dapat diakses gratis. PMID 24388851. 
  21. ^ Peacock, Lori; Ferris, Vanessa; Bailey, Mick; Gibson, Wendy (2014). "Mating compatibility in the parasitic protist Trypanosoma brucei". Parasites & Vectors (dalam bahasa Inggris). 7 (1): 78. doi:10.1186/1756-3305-7-78. ISSN 1756-3305. PMC 3936861alt=Dapat diakses gratis. PMID 24559099. 
  22. ^ Hampl, V.; Hug, L.; Leigh, J. W.; Dacks, J. B.; Lang, B. F.; Simpson, A. G. B.; Roger, A. J. (2009-03-10). "Phylogenomic analyses support the monophyly of Excavata and resolve relationships among eukaryotic "supergroups"". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 106 (10): 3859–3864. doi:10.1073/pnas.0807880106. ISSN 0027-8424. PMC 2656170alt=Dapat diakses gratis. PMID 19237557. 
  23. ^ Malik, Shehre-Banoo; Pightling, Arthur W.; Stefaniak, Lauren M.; Schurko, Andrew M.; Logsdon, John M. (2008-08-06). Hahn, Matthew W., ed. "An Expanded Inventory of Conserved Meiotic Genes Provides Evidence for Sex in Trichomonas vaginalis". PLoS ONE (dalam bahasa Inggris). 3 (8): e2879. doi:10.1371/journal.pone.0002879. ISSN 1932-6203. PMC 2488364alt=Dapat diakses gratis. PMID 18663385. 

Pranala luar

Media terkait Trypanosoma brucei di Wikimedia Commons