Yaki
Monyet hitam sulawesi | |
---|---|
![]() | |
Status konservasi | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kingdom: | Animalia |
Filum: | Chordata |
Kelas: | Mammalia |
Ordo: | Primata |
Famili: | Cercopithecidae |
Genus: | Macaca |
Spesies: | M.nigra |
Nama binomial | |
Macaca nigra Desmarest, 1822 |
Yaki atau Monyet wolai atau Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) adalah satwa endemik Indonesia yang hanya terdapat Pulau Sulawesi bagian utara dan beberapa pulau di sekitarnya.[1][2] Yaki merupakan jenis monyet makaka terbesar yang ada di Pulau Sulawesi.[3] Cirinya yang khas dari yaki adalah warna seluruh tubuhnya yang hitam dan memiliki rambut berbentuk jambul di atas kepalanya, serta memiliki pantat berwarna merah muda.[1]
Daftar isi
Pertalaan[sunting | sunting sumber]
Yaki memiliki ciri tubuh yang mudah dibedakan dengan spesies lainnya.[1] Tingginya sekitar 44-60 centimeter, dengan berat badan sekitar 7-15 kilogram, cukup besar jika dibandingkan dengan monyet Sulawesi lainnya.[3] Kulit Yaki berwarna hitam legam dengan bulu hitam mengkilat yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah, telapak tangan, dan pantat.[1][4] Moncongnya lebih menonjol jika dibandingkan dengan jenis lainnya.[3][5]
Ciri khasnya adalah kepala hitam yang memiliki jambul hingga menyerupai gaya rambut model punk.[1][3] Yaki hanya memiliki ekor sepanjang 20 sentimeter, berbeda dengan kera-kera jenis lain yang umumnya memiliki ekor relatif panjang.[3] Sehingga, mereka sekilas akan nampak tidak memiliki ekor.[3] Selain itu, cirinya yang paling mencolok adalah pantatnya yang berwarna merah muda.[3] Bantalan tunggingnya berbentuk seperti ginjal, dan berwarna kuning.[1] Warna tubuh Yaki betina dan muda lebih pucat jika dibandingkan dengan Yaki jantan dewasa.[1]
Makanan[sunting | sunting sumber]
Seperti halnya monyet-monyet lain yang hidup di hutan, yaki memakan berbagai bagian tumbuhan, seperti daun, pucuk daun, biji, bunga, umbi, dan buah.[1][5] Mereka juga memakan beberapa jenis serangga, moluska, invertebrata kecil, bahkan ular.[1][5] Terdapat lebih dari 145 jenis buah yang dimakan Yaki.[1] Yaki akan pergi ke tepi laut untuk mencari moluska.[1]
Habitat[sunting | sunting sumber]
Yaki dapat dijumpai di hutan primer dan sekunder, daerah pesisir maupun di dataran tinggi hingga ketinggian 2000 di atas permukaan laut (dpl).[1] Dari beberapa habitat hidupnya, yaki lebih menyukai tinggal di hutan primer, karena cocok untuk tempat tidur dan mencari makan.[1][5] Mereka juga sering turun ke perkebunan untuk mencari makan dan merusak panen, sehingga yaki sering dianggap sebagai hama tanaman.[1]
Penyebaran[sunting | sunting sumber]
Populasi yaki tersebar di beberapa titik di hutan primer Cagar Alam Tangkoko, Bitung, mulai Cagar Alam Tangkoko Batuangus bagian utara hingga ke sungai Onggak Dumoga.[1][4] Satwa ini juga tersebar di hutan lindung Sulawesi Utara, seperti Cagar Alam Dua Saudara, Pulau Bacan, Manembo Nembo, Kota Mubagu, dan Modayak.[4]
Perilaku[sunting | sunting sumber]
Sosial[sunting | sunting sumber]
Dalam habitatnya, yaki memilki kelompok besar yang terdiri dari 20-70 ekor.[1] Setiap kelompok didominasi oleh yaki betina dibandingkan yaki jantan, dengan perbandingan 3,4:1.[1] Pada setiap kelompok selalu ada salah satu yaki dijadikan pemimpin kelompok.[4] Dalam kehidupannya, beberapa perilaku yaki juga memiliki kemiripan dengan manusia, seperti adanya hierarki dalam kelompok dan perebutan kekuasaan.[6] Dalam kelompoknya, yaki memberlakukan sistem matrilineal atau anggota tetap dari kelompok adalah yaki betina, sedangkan yaki jantan sering berpindah-pindah kelompok.[3]
Aktivitas harian[sunting | sunting sumber]

Yaki tergolong hewan semiarboreal dan teresterial, selain menghabiskan waktu di pepohonan, yaki juga sering berjalan-jalan di atas tanah.[1][3] Daerah jelajahannya berkisar antara 114-320 hektar, dan jelajahan hariannya bisa mencapai 5 kilometer.[1] Cara bergerak yaki sangat bervariasi, terkadang mereka berjalan menggunakan kedua kakinya (bipedal), menggantung (brankiasi), atau memanjat.[1] Mereka juga tergolong hewan diurnal, yaitu mayoritas aktivitasnya dilakukan pada siang hari.[1][3]
Terancam[sunting | sunting sumber]
Populasi yaki terancam punah dikarenakan penebangan hutan dan perburuan yang leluasa.[6][7] Masyarakat sering memburu yaki untuk diambil dagingnya.[6] Permintaan daging yaki semakin meningkat ketika menjelang Natal dan Tahun baru.[6] Hingga kini populasi yaki diperkirakan hanya tersisa 3.000 ekor yang ada di Hutan Tangkoko, Sulawesi Utara.[7]
Undang-Undang[sunting | sunting sumber]
Satwa ini dilindungi berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999.[7]
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Jatna Supriatna, Edy Hendras Wahyono (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-355-9. Halaman 101-108.
- ^ Oman Karmana. Cerdas Belajar Biologi. PT Grafindo Media Pratama. ISBN 978-979-758-442-9. Halaman 143-145.
- ^ a b c d e f g h i j www.gocelebes.com: Gaya Rambut “Punk” Kera Hitam Sulawesi. Diakses 11 Mei 2014
- ^ a b c d www.mongabay.co.id: Yaki, Si Monyet Hitam Sulawesi yang Toleran. Diakses 11 Mei 2014
- ^ a b c d www.mongabay.co.id: Perburuan Marak, Selamatkan Yaki, Si Monyet Hitam Sulawesi. Diakes 11 Mei 2014
- ^ a b c d www.nationalgeographic.co.id: Monyet Hitam Diburu dan Dikonsumsi. Diakses 12 Mei 2012
- ^ a b c "Populasi Terus Menurun, Yaki 'Si Monyet Petani' Kini Terancam Punah". www.daerah.sindonews.com. 18 Juni 2013. Diakses tanggal 12 Mei 2014.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
![]() |
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Macaca nigra. |