Wodon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Wodon adalah nama sebuah marga, fam, suku atau klan di wilayah adat Krowe, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, NTT. Secara etimologis dalam bahasa daerah setempat, kata Wodon berarti unggas Gosong Kaki Merah. Nama ilmiah untuk spesies ini dalam bahasa Latin adalah Megapodius reinwardt. Atas dasar itu, keluarga besar marga Wodon bernazar untuk melestarikan, tidak membunuh, apalagi mengkonsumsi Megapodius Reinwardt. Klan Wodon dianggap sebagai suku asli pulau Flores yang mentas dari dalam perut bumi. Mereka dijuluki Wodon Bekor yang artinya Wodon yang muncul dari dalam tanah atau Wodon yang mentas dari dalam perut bumi.

Asal-usul[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan cerita sejarah, pada zaman purba, ketika Nian Tana (Tanah Bumi), Nuhan Ular (Pulau Flores) belum berpenghuni manusia, di sebuah gunung yang bernama Ilin Wodon, Dusun Wodon, Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, terjadi ledakan cukup kuat dari dalam tanah pada suatu hamparan membentuk sebuah lubang yang dalam. Dari dalam lubang tersebut munculah sepasang manusia, pria dan wanita. Mereka lalu mengembara seantero Nuhan Flores dan menemukan kenyataan bahwa di dalam pulau Flores, tidak ada kehidupan manusia lain lagi selain mereka berdua bersama beraneka tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sepasang manusia ini akhirnya kembali ke tempat di mana mereka berasal. Mereka lalu memutuskan untuk menikah agar memperoleh keturunan manusia-manusia lain lagi demi memenuhi dan mengolah wilayah daratan yang belum berpenghuni selain mereka berdua ini. Dengan demikian Klan Wodon diyakini sebagai suku manusia pertama di Nian Tana.

Subsuku Wodon[sunting | sunting sumber]

Dalam perkembangan selanjutnya, Klan Wodon yang telah beranak-cucu memenuhi Nuhan Flores lalu membentuk beberapa Subsuku dengan peranannya masing-masing. Ada 5 Subsuku Wodon, sebagai berikut:

1. Wodon Gebin, subsuku Wodon yang bertanggungjawab mengurus perumahan. Gebin dalam bahasa Krowe & Tana Ai, Kabupaten Sikka, berasal dari kata "Gebi" yang berarti 'dinding'.

2. Wodon Waihi, subsuku Wodon yang bertanggungjawab mengurus air. Waihi dalam bahasa Krowe & Tana Ai, Kabupaten Sikka, berasal dari penggabungan dua akar kata: Wair (air) + Ihin (berisi/berhasil).

3. Wodon Tanarewuh, subsuku Wodon yang bertanggungjawab mengurus tanah. Tanarewuh dalam bahasa Krowe & Tana Ai, Kabupaten Sikka, berasal dari penggabungan dua akar kata: Tana (tanah) + Rewuh (debu).

4. Wodon Gaimerak, subsuku Wodon yang bertanggungjawab mengurus peperangan. Gaimerak dalam bahasa Krowe & Tana Ai, Kabupaten Sikka, berasal dari penggabungan dua akar kata: Gai (rotan/tongkat/kekuasaan) + Merak (merah/berani).

5. Wodon Helang, subsuku Wodon yang tidak kasat mata, merupakan makhluk astral atau makhluk halus yang tidak kelihatan, subsuku Wodon dari dunia gaib.

Penyebaran[sunting | sunting sumber]

Manakala Nuhan Flores mulai didatangi suku-suku dari luar, dalam interaksi kehidupan, suku Wodon sebagai suku pribumi menjadi kelas sosial masyarakat tuan tanah (Tana Pu'an). Namun tidak sedikit tanah teramat luas yang dimiliki suku bekor, suku manusia pertama, yakni suku Wodon diberikan secara cuma-cuma kepada suku-suku pendatang demi hidup bersama memenuhi seisi nian tana. Pada suatu generasi, tanah-tanah yang telah dihibahkan secara cuma-cuma tersebut terpaksa harus diambil kembali dengan cara berperang. Ada 5 orang Pandawa Klan Wodon yang dikenang dalam sejarah budaya sebagai 5 bersaudara kandung yang gagah berani memegang Gole Ili (perangkat perang) untuk bertempur merebut dan mempertahankan tanah ulayat Koker Tana Inan, Dara Natar Tana Anak. Mereka adalah Dulo, Key, Kesar, Watu Woga, Hiwin.

Marga Wodon dalam peradaban modern terus mencari jati-dirinya. Di Indonesia, selain di Pulau Flores, penyebaran famili (fam.) Wodon menjangkau sebuah komunitas yang sangat besar di Palu, Sulawesi Tengah. Di tengah-tengah pulau Sulawesi yang merupakan pulau habitat endemik Burung Maleo ini ada begitu besar komunitas Klan Wodon hingga ke Utara dan Selatan Pulau Sulawesi. Tidak hanya itu, Klan Wodon malah menjadi Suku Dunia. Di Belgia, tepatnya di Kotamadya Fernelmont, Propinsi Namur ada sebuah desa bernama Wodon. Dulunya merupakan sebuah kotamadya sendiri yakni Kotamadya Wodon sebelum fusi kotamadya di Belgia pada tahun 1977. Hampir semua masyarakat di Wodon, Namur, Belgia memberi nama (Surname/Family Name) "Wodon" setelah nama babtis/nama depan mereka. Di Kabupaten Sikka, Flores, sendiri beberapa tempat juga bernama Wodon selain di tempat asal yaitu Dusun Wodon, Desa Wairterang, Kecamatan Waigete. Tempat-tempat tersebut antara lain: Dusun Wodon (Desa Blatatatin, Kecamatan Kangae), Wodon Gabo (Bukit Scalabrini, Nangalimang), Wairwodon (Tana Ai), Wodon Wair (Wolomotong, Doren), dan lain-lain. Namun dari semua tempat tersebut hanya di Wodon, Waiterang, Waigete-lah terdapat bekas lubang mentasnya manusia pertama Klan Wodon. Sebuah kisah manusia pertama yang dapat dianalogikan seakan-akan proses penetasan telur Megapodius Reinwardt yang dieram oleh panas dari perut bumi lalu menghasilkan sebuah kehidupan yang baru.

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. Beding, Michael B. & Beding, S. Indah Lestari. Pelangi Sikka, Maumere: Pemda Kabupaten Sikka Propinsi Nusa Tenggara Timur, 2000.

2. Gessing, Paulus J & Sadipun, J Tanus. Memori Perjuangan dan Pengabdian Moan Teka Iku, Jakarta: Yayasan Teka Iku, 2006.

3. Ozias Fernandez, Stephanus. Kebijakan Manusia Nusa Tenggara Timur Dulu dan Kini, Ende-Flores: Percetakan Arnoldus, 1990.

4. Sareng Orinbao, Piet Petu. Nusa Nipa: Nama Pribumi Nusa Flores (Warisan Purba), Ende: Nusa Indah, 1969.