Wahb bin Munabbih
| Imam Wahb bin Munabbih | |
|---|---|
| Kunya | Abu 'Abdillah |
| Nama | Wahb |
| Nisbah | Al-Abnawi Adz-Dzamari |
| Zaman | Generasi ke-2 (Tabi'in) |
| Wilayah aktif | Yaman |
| Denominasi | Sunni |
| Minat utama | Sejarah, Sirah |
Dipengaruhi oleh | |
Mempengaruhi
| |
| Keturunan |
|
Wahb bin Munabbih (bahasa Arab: وهب بن منبه) ialah salah seorang pemuka Tabi'in dan ahli dalam bidang sejarah. Ia diperkirakan berasal dari Arab Selatan dan berketurunan Persia dengan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kitab suci dan tradisi dari Yahudi dan Nasrani, sehingga memiliki banyak riwayat kisah Israiliyat. Ia merupakan saudara kandung dari Abdullah dan Hammam bin Munabbih. Putranya bernama Abdullah bin Wahb dan Ibnu Wahb bin Munbah.
Karya tulis
[sunting | sunting sumber]Wahb bin Munabbih memiliki sebuah kitab Maghazi, hal ini telah dikonfirmasikan dengan adanya penemuan sebuah fragmen dari karyanya yang hilang pada papirus yang disebut Papirus Heidelberg. Ia juga telah menulis kisah para nabi yang disebut Kitab Al-Mubtada, yang menginspirasi banyak kitab tentang kisah para nabi menurut versi Muslim. Akan tetapi banyak kitab kisah para nabi yang dinisbahkan sebagai karyanya tidaklah dapat dipertanggung jawabkan dan dibuktikan kebenarannya. Namun karena Wahb tidak mengetahui dan menggunakan sistem mata-rantai periwayatan (sanad) dalam meriwayatkan kisahnya; Ibnu Ishaq, Ibnu Sa'ad, Ath-Thabari dan Al-Waqidi tidak menggunakan riwayat dari Wahb dalam periwayatan kisah-kisah para nabi, tetapi riwayatnya tetap dipakai dalam sejarah mengenai masuknya Kekristenan di Arab bagian selatan.
Salah satu penurutan Wahb tentang pentingnya berakal atau berpikir yaitu,"Sesungguhnya tidak ada yang lebih terasa sulit bagi setan kecuali ketika harus menghadapi seorang mukmin yang berakal (berpikir). Setan bisa menggiring dan mencucuk hidung seratus orang bodoh, atau bahkan menunggangi mereka untuk kemudian ia seret mereka semua ke mana pun sekehendaknya. Tapi setan benar-benar kesulitan untuk berhadapan dengan orang mukmin yang berakal, bahkan meskipun hanya untuk mendapatkan sedikit dari apa yang diinginkan setan darinya'."
Wahab ibn Munabbih juga berkata, "Sungguh, menghancurkan gunung dengan mencongkel bebatuannya sebongkah demi sebongkah, jauh lebih mudah bagi setan daripada membujuk seorang mukmin yang berakal. Jika setan tak sanggup lagi menghadapi si mukmin, maka ia akan mengalihkan sasarannya kepada seseorang yang bodoh sampai si bodoh itu menjadi tawanannya. Jika sudah demikian, maka setan akan menuntun orang bodoh itu ke dalam berbagai kejahatan yang akan mendatangkan sanksi di dunia berupa hukuman dera, rajam, potong tangan, disalib, dan kehinaan lainnya. Sementara di akhirat, si bodoh itu akan mendapat cela, neraka, dan kenistaan. Dengan akal (berpikir), dua orang yang sama-sama melakukan sebuah kebaikan akan mendapatkan keutamaan yang perbedaannya sejauh timur dan barat. Sungguh tidak ada cara penyembahan kepada Allah yang lebih utama daripada penghambaan kepada-Nya dengan akal."[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ↑ al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim (2016-11-01). Raudhatul Muhibbin. Qisthi Press. hlm. 14. ISBN 978-979-1303-55-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Bibliografi
- V. Chauvin, La Récension Egyptienne des Mille et Une Nuits, pp. 31–32, 50 et seq., Brussels, 1899;
- Ibnu Khallikan, French translation by De Slane, iii. 671 et seq.;
- Hammer-Purgstall, Literaturgesch. der Araber, ii. 177 et seq.;
- Brockelmann, Gesch. der Arabischen Litteratur, i. 64;
- Steinschneider, Die Arabische Literatur der Juden, § 14.