Lompat ke isi

Tusuk Jelangkung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tusuk Jelangkung
SutradaraDimas Djayadiningrat
ProduserErwin Arnada
SkenarioUpi Avianto
CeritaErwin Arnada
Dimas Djayadiningrat
PemeranMarcella Zalianty
Iqbal Rizantha
Dinna Olivia
A.A. Gde Wipra
Thomas Nawilis
Samuel Rizal
Ian's Bahtiar
Chandra
Penata musikAndy Ayunir
SinematograferDimas Djayadiningrat
PenyuntingDimas Djayadiningrat
Perusahaan
produksi
Rexinema
Prima Entertainment
DistributorRexinema
Prima Entertainment
Tanggal rilis
29 Maret 2003
Durasi127 menit
NegaraIndonesia
BahasaBahasa Indonesia

Tusuk Jelangkung adalah film horor Indonesia yang dirilis pada tahun 2003. Film ini merupakan sekuel dari film Jelangkung karya Rizal Mantovani dan Jose Purnomo yang dirilis pada tahun 2001. Film yang disutradarai oleh Dimas Djayadiningrat ini dibintangi oleh Marcella Zalianty, Iqbal Rizantha, Dinna Olivia, A.A. Gde Wipra, Thomas Nawilis, Samuel Rizal dan Ian's Bahtiar. Film ini kembali mengusung tema ritual mistis kuno "jailangkung" dari Indonesia, dengan menggunakan slogan yang berbeda dari film sebelumnya, yaitu "datang tak dijemput, pulang tak diantar".

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Film Tusuk Jelangkung dibuat mengikuti kesuksesan film horor Jelangkung tahun 2001. Perusahaan film Rexinema menghadirkan film ini dengan Dimas Djayadiningrat sebagai sutradara, menonjolkan penataan musik dan nilai produksi seperti penggunaan efek suara, pengambilan gambar dan lokasi syuting yang unik. Film ini ditanggapi dengan positif di pasar film horor Indonesia dan umumnya dianggap sebagai kemajuan dibanding film pendahulunya. Film ini mulai ditayangkan di bioskop Indonesia mulai tanggal 28 Maret 2003 di 20 bioskop di Jakarta dan Bandung, dengan angka penjualan tiket 180 ribu pada minggu pertama dan 40 ribu pada minggu kedua, sebuah rekor yang sangat tinggi untuk bioskop di Indonesia saat itu.[1]

Saat dirilis, film ini turut melambungkan nama bintang-bintang muda seperti Marcella Zalianty, Dinna Olivia, Samuel Rizal dan Thomas Nawilis. Walaupun menggunakan konstruksi cerita yang lain dengan pendahulunya, cerita dalam film ini lebih menjelaskan latar belakang film pendahulunya, yakni seputar sosok hantu anak kecil misterius dalam film Jelangkung. Dua tokoh yang pernah muncul dalam film Jelangkung kembali muncul dalam film ini dan diperankan oleh pemeran yang sama. Dua tokoh tersebut adalah Zulfikar, salah seorang anggota tim "pemburu hantu" dalam film pertama, dan Sakimin, seorang paranormal yang pernah memberi nasihat pada para "pemburu hantu".

Film ini dilanjutkan oleh film ketiga dalam seri film Jelangkung, yaitu Jelangkung 3, yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko dan dirilis pada tahun 2007.

Dalam kelanjutan cerita yang mengerikan ini, cerita dimulai setahun setelah kejadian dalam film Jelangkung, tentang pengalaman tujuh orang anak muda dalam menghadapi kutukan yang ditimbulkan ritual jelangkung. Cerita dimulai saat Rea (Marcella Zalianty) yang suka berpenampilan gothic, meminta kekasihnya, Zacky (Iqbal Rizantha), untuk melakukan ritual memanggil arwah jelangkung bersama para sahabatnya. Sahabat Rea, Visi (Dinna Olivia), Dudung (A.A. Gde Wipra) dan Unay (Thomas Nawilis) sangat menentang ide iseng Rea tersebut. Mereka memperingatkan Rea tentang bahayanya jika seorang manusia memanggil arwah dari dunia lain, tetapi Rea tidak mengacuhkan peringatan teman-temannya. Kakak Zacky, Zulfikar (Ian's Bahtiar) juga mengkritik habis-habisan ide Rea tersebut, mengingatkan nasib para sahabatnya dahulu (Ferdi dan teman-temannya dari film Jelangkung) yang gemar "memburu hantu" dan berakhir tragis setahun yang lalu. Tetapi, Rea tidak peduli sama sekali dengan peringatan Zul.

Rea akhirnya menjalankan ambisinya melakukan ritual jelangkung untuk memuaskan rasa keingintahuannya akan dunia lain. Permainan isengnya ternyata menghasilkan sebuah mimpi buruk. Sejak malam di mana Rea melakukan ritual jelangkung dengan disaksikan para sahabatnya, mereka mulai diganggu oleh arwah penasaran, masing-masing dengan caranya sendiri. Mengetahui hal tersebut, Rea mencoba untuk menghentikan kutukan "jelangkung" ini. Zul mengetahui ketakutan yang mereka alami dan memutuskan untuk mengajak sahabatnya, Marcel (Samuel Rizal), yang diam-diam menyimpan hati terhadap Rea, untuk menolong mereka keluar dari masalah ini. Ia membawa mereka semua menemui seorang paranormal bernama Sakimin (Chandra), yang setahun sebelumnya pernah menolong sekelompok orang yang mengalami masalah yang sama, yaitu Ferdi dan teman-temannya. Paranormal tersebut sangat marah setelah mengetahui bahwa mereka telah berhubungan dengan makhluk-makhluk dari alam baka melalui ritual jelangkung dan arwah yang mereka panggil ternyata adalah arwah yang sama yang pernah mendatangi Ferdi dan teman-temannya, yaitu arwah anak kecil dari desa Angkerbatu yang bernama Turah (Azmi Zuhaimi). Sakimin juga menyadari bahwa boneka jelangkung yang tertancap di kubur misterius desa Angkerbatu ternyata masih belum dicabut oleh para "pemburu hantu" yang jatuh menjadi korban setahun yang lalu tersebut.

Tanpa ragu-ragu, paranormal tersebut menyuruh Zul dan teman-temannya untuk pergi ke desa Angkerbatu untuk mencabut boneka jelangkung yang ditancapkan oleh Ferdi dan teman-temannya setahun yang lalu, memperingatkan mereka bahwa waktu mereka terbatas sebelum mengalami nasib yang sama seperti Ferdi dan teman-temannya. Tanpa menunggu, Rea, Zul dan teman-temannya meninggalkan kota Jakarta menuju desa Angkerbatu yang misterius. Dalam perjalanan, mereka mengalami kejadian-kejadian yang mengerikan, masing-masing dari mereka mendapat penampakan-penampakan menakutkan, yang anehnya selalu ditandai dengan tampaknya permainan anak-anak engklek.

Untungnya, mereka berhasil mencabut boneka jelangkung tersebut dari kubur misterius dan kembali ke Jakarta. Tetapi, ternyata masalah mereka tak berhenti di situ saja. Mereka kembali diganggu oleh arwah penasaran sehingga mereka terpaksa kembali menemui Sakimin. Akhirnya, mereka mendapat jawaban masalah mereka setelah paranormal itu berhubungan dengan dunia arwah dan berbicara dengan arwah Turah, arwah anak kecil yang misterius tersebut. Arwah itu meminta mereka memenuhi permintaannya, yaitu pergi ke sebuah desa bernama Parang Getih untuk menemui seseorang bernama Tiroh (Azuzan J.G.) yang dapat membuka rahasia kutukan jelangkung dan siapakah sebenarnya Turah. Perjalanan mereka ke Parang Getih memaksa mereka melewati tempat-tempat yang dipenuhi cerita masa lalu yang mencekam. Satu per satu dari mereka kembali mendapat penampakan-penampakan arwah yang mengerikan. Akhir yang menakutkan dan tak terduga sedang menanti di ujung perjalanan mereka.

  • Marcella Zalianty sebagai Rea
  • Iqbal Rizantha sebagai Zacky
  • Dinna Olivia sebagai Visi
  • A.A. Gde Wipra sebagai Dudung
  • Thomas Nawilis sebagai Unay
  • Samuel Rizal sebagai Marcel
  • Ian's Bahtiar sebagai Zulfikar
  • Azmi Zuhaimi sebagai Turah
  • Chandra sebagai Sakimin
  • Azuzan J.G. sebagai Tiroh
    • Riga Ramadhan sebagai Tiroh kecil

Pembuatan

[sunting | sunting sumber]

Menurut laporan Gatra, pada awal perencanaan pembuatan "Tusuk Jelangkung", produser Erwin Arnada hendak menggaet duet Rizal Mantovani dan Jose Purnomo kembali sebagai sutradara, tetapi mereka menolak. Akhirnya Dimas Djayadiningrat (biasa dipanggil Djay) dari rumah produksi Rexinema yang dikenal dengan pengalamannya dalam membesut klip video musik, dipercaya sebagai sutradara. Walaupun awalnya sempat menolak, Djay akhirnya menerima tawaran tersebut. Dengan pendekatan visual khas untuk klip video, Djay berusaha mengemas film "Tusuk Jelangkung" dengan visualisasi eksotik dan pencahayaan terjaga namun tanpa menyeret film "Tusuk Jelangkung" menjadi tontonan permukaan belaka. "Tusuk Jelangkung" mulai diproduksi sejak Mei 2002. Syuting baru dimulai 6 Oktober 2002 dalam waktu 26 hari di 16 lokasi berbeda, sebagian besar dilakukan di daerah Jakarta dan Bogor.[2] Berbeda dengan film pendahulunya, "Jelangkung" yang menghabiskan biaya total Rp 1 miliar, "Tusuk Jelangkung" menghabiskan biaya jauh lebih besar, yaitu Rp 2,4 miliar untuk produksinya saja. Ditambah biaya promosi dan lainnya, film ini memakan biaya total Rp 3 miliar.[3]

Album lagu tema film

[sunting | sunting sumber]
OST. Tusuk Jelangkung
Album studio karya Kompilasi
Dirilis2003
GenrePop, Rock
LabelSony BMG Indonesia

OST Tusuk Jelangkung adalah album kompilasi yang dirilis pada tahun 2003 untuk mengiringi film Tusuk Jelangkung, dengan didukung grup musik seperti /rif, Cokelat, Sheila on 7 dan juga penyanyi seperti Audy. Lagu utama dari album ini adalah lagu Ratu Cahaya yang dinyanyikan oleh Astrid Sartiasari.

Daftar lagu

[sunting | sunting sumber]
  1. "Arah" (/rif)
  2. "Ratu Cahaya" (Astrid Sartiasari)
  3. "Aku & Dunia" (Rebek)
  4. "Semua Berlalu" (Audy)
  5. "Buat Aku Tersenyum" (Sheila on 7)
  6. "Fana" (/rif)
  7. "Perempuan Ini" (Audy)
  8. "Nasty U !" (Rebek)
  9. "Jauh" (Cokelat)
  10. "Ratu Cahaya" (Instrumental)

Catatan produksi

[sunting | sunting sumber]
  • Menurut produser Erwin Arnada, adegan kebut-kebutan di Terowongan Mati Kemayoran, Jakarta yang berdurasi satu menit yang berakhir dengan tabrakan antara sedan hitam dan sebuah bus menelan biaya Rp 150 juta (antara lain untuk membeli satu bus bekas dan sedan Honda City keluaran 1999).[3]
  • Untuk meringankan biaya produksi, manajemen produksi "Tusuk Jelangkung" menggandeng sponsor-sponsor dengan produk yang akhirnya muncul terang-terangan dalam film, antara lain minuman ringan, telepon genggam dan mobil.
  • Angkerbatu, salah satu latar fiktif kejadian cerita film ini, dirilis menjadi sebuah film yang berjudul sama pada tahun 2007, disutradarai oleh Jose Purnomo, rekan sutradara Rizal Mantovani dalam pembuatan film Jelangkung.
  • Tokoh Marcel yang diperankan oleh Samuel Rizal ternyata terinspirasi dari nama penyanyi terkenal Indonesia, Marcell Siahaan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Variety - Ghost Story Scares Up Auds. Ryanto, Tony. Variety. Diakses 19 Oktober 2009.
  2. ^ Preview Tusuk Jelangkung[pranala nonaktif permanen], Pontianak Post 15 Maret 2003. Diakses 19 Oktober 2009.
  3. ^ a b Film Tusuk Jelangkung Pulang Diantar Merk Sponsor, Sulistiyo, Bambang. Gatra, Nomor 19. 24 Maret 2003.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]