Teknik pascapanen
Teknik pascapanen adalah pemanfaatan ilmu teknik dalam kegiatan pensortiran, pengemasan, pengaturan temperatur, transportasi, dan penyimpanan sementara bahan biologis pertanian.[1] Aktivitas pascapanen melindungi kualitas produk pertanian yang dipanen. Pensortiran misalnya, diperlukan agar mengetahui apakah produk memenuhi kriteria standar kualitas untuk dipasarkan, dan memisahkan antara bahan yang berbeda kualitasnya. Secara singkat, pascapanen adalah aktivitas yang dilakukan terhadap hasil pertanian yang telah dipanen tanpa mengubah susunan kimiawinya dan wujud fisiknya secara signifikan.
Secara garis besar, pemanfaatan ilmu teknik pada kegiatan pascapanen meliputi pemantauan sifat fisik dan kimiawi bahan pertanian dan penggunaan teknologi dalam menangani bahan pertanian setelah pemanenan. Tidak bisa dimungkiri bahwa metode penanganan pascapanen akan sangat bervariasi karena produk pertanian memiliki sifat fisik dan kimiawi yang sangat beragam. Bahkan untuk bahan pertanian yang berasal dari satu jenis tanaman, misal antara beras gabah (beras yang masih mengandung bekatul) dan beras putih (yang sudah dibersihkan dari bekatul) membutuhkan penanganan yang berbeda karena beras gabah masih mengandung protein sehingga berpotensi membusuk lebih cepat dibandingkan beras putih.
Pemanenan
[sunting | sunting sumber]Sesuai dengan definisinya, pascapanen dimulai ketika pemanenan. Pemilihan metode pemanenan (manual dengan tenaga manusia, atau otomatis dengan mesin pertanian) dapat mempengaruhi metode penanganan pascapanen yang terjadi setelahnya. Pemanenan secara otomatis dan selektif dapat memanen secara cepat dan memilih secara akurat hasil pertanian dengan kualitas tertentu. Seleksi dilakukan oleh mesin dengan menganalisis sifat fisik dan kimiawi dari hasil pertanian, seperti warna, kadar gula, ukuran buah, dan sebagainya.[2] Hal ini dapat menghemat waktu sortasi di lahan maupun di rumah pengepakan.
Penyimpanan
[sunting | sunting sumber]Penyimpanan adalah kegiatan menunda pemindahan dengan meletakkan bahan di suatu tempat. Penyimpanan bahan pertanian biasanya bertujuan untuk menunggu waktu pemindahan yang tepat dan menunggu perubahan harga terjadi.
Selama penyimpanan, kualitas produk pertanian akan terus berubah seiring waktu. Kadar nutrisi dapat berubah karena aktivitas enzimatis produk pertanian masih terjadi. Pengendalian atmosfer merupakan metode yang dapat digunakan dalam menahan aktivitas enzimatis di dalam produk pertanian dengan mengatur kadar karbon dioksida, oksigen, dan kadar air. Bahan kimia lain dapat ditambahkan tergantung kebutuhan dan jenis produk pertaniannya, misal pisang membutuhkan gas etilena untuk mempercepat proses pematangan buah.[2]
Penyimpanan hasil pertanian berperan penting dalam menanggulangi hilangnya hasil pertanian secara keseluruhan. Jumlah hasil pertanian yang hilang akibat patogen ketika penyimpanan dapat melebihi hilangnya hasil pertanian di lahan akibat hama dan penyakit tanaman.[3] Penggunaan iradiasi sinar gamma dan penyemprotan pestisida dapat dilakukan untuk mematikan patogen sebelum penyimpanan dilakukan.
Transportasi
[sunting | sunting sumber]Transportasi adalah usaha pemindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam teknik pascapanen, faktor yang perlu diperhatikan dalam transportasi produk pertanian adalah kondisi lingkungan dan gangguan selama transportasi. Kondisi lingkungan yang perlu diperhatikan yaitu temperatur dan kelembaban sehingga pengaturan kondisi udara diperlukan. Gangguan selama transportasi selain kemungkinan keberadaan patogen, yaitu getaran, dan tubrukan antara produk pertanian dan produk pertanian dengan pengemasnya. Kerusakan mekanik dapat terjadi karena hal ini. Pemilihan jenis dan bahan pengemas harus disesuaikan dengan sifat fisik produk pertanian seperti bentuk dan ukuran, reologi, kekuatan tekan, dan sebagainya.[2]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Post harvest engineering". Biological and Agricultural Engineering, UC Davis. Diakses tanggal 4 Januari 2014.
- ^ a b c Wojciech J. Florkowski, Stanley E. Prussia, Robert L. Shewfelt, Bernhard Brueckner, ed. (2009). Postharvest Handling: A Systems Approach. Academic Press. ISBN 9780080920788.
- ^ R. Barkai-Golan (2001). Postharvest Diseases of Fruits and Vegetables: Development and Control. Elsevier. ISBN 9780080539294.