Tarian tradisional Tiongkok
Tarian Tradisional Tiongkok atau secara singkat Tarian Tiongkok (Hanzi: 中国传统舞蹈): adalah kumpulan tarian dari negeri Tiongkok yang awalnya adalah ritual pemujaan dan penghormatan Dewa Mitologi Tiongkok seperti tercatat pada Sejarah Musim Semi dan Gugur oleh Tuan Lu oleh Lu Buwei.[1] Tujuan keagamaan itu kemudian berkembang menjadi bentuk hiburan dalam bentuk sekelompok wanita yang menghibur tamu pada acara jamuan kenegaraan dan akhirnya menjadi bentuknya yang sekarang.[2]
Tiongkok adalah negara dengan banyak ragam budaya yang memiliki 56 suku.[3] Setiap suku memiliki kebudayaan dan tarian masing-masing.[3] Tarian Tradisional Tiongkok menggabungkan semua elemen dari tarian masing-masing etnik, Opera Tiongkok, Kungfu dan opera rakyat.[3] Hasilnya adalah apa yang kita sekarang kenal dengan Tarian Tradisional Tiongkok yang sudah melewati pengembangan dan peremajaan lebih dari ratusan tahun.[3]
Sejarah perkembangan
[sunting | sunting sumber]Karena tarian tradisional Tiongkok adalah bagian dari kebudayaan, ia berkembang seiring dengan perkembangan budaya dari zaman ke zaman. Berikut adalah perkembangan Tarian Tradisional Tiongkok dari zaman ke zaman:
Zaman Pra-sejarah sampai Dinasti Zhou
[sunting | sunting sumber]Catatan tentang Tarian di Tiongkok telah ada sejak Dinasti Zhou yang mencatat festival tarian di Shi Jing.[2] Menurut Mitologi Tiongkok tiga Maharaja dari Tiga Maharaja dan Lima Kaisar memberi manusia pengajaran.[2] Dewa Fúxī memberikan manusia jala untuk menangkap ikan dan Tarian harpoon, Dewa Shénnóng mengajarkan pertanian dan tarian Memacul, yang terakhir Huángdì dihormati dengan Tarian Pintu Awan.[2] Catatan kuno juga mencatat bahwa ada juga tarian berburu dan tarian Konstelasi untuk kesuburan dan panen.[2]
Pada awalnya tarian dipraktikkan untuk kesehatan dan keharmonisan jiwa.[4] Seiring berjalannya waktu tarian mulai terjadi penggabungan tarian, lagu dan cerita. Ini adalah cikal bakal dari teater Tiongkok.[2] Selain itu tarian pun menjadi bagian dari upacara militer dan ritual keagamaan.[2]
Dinasti Han
[sunting | sunting sumber]Pada Dinasti Han ini tarian banyak berpusat pada gerakan memacul dalam pertanian, memotong rumput atau memanah burung.[2] Selain itu tarian dinasti ini banyak memakai peralatan sehari-hari seperti saputangan, sumpit, atau payung.[2] Ini menambah kesulitan tari karena penari diharuskan menyeimbangkan gerakan tarian dan alat-alat kebutuhan sehari-hari yang digunakan.[2] Ciri khas tarian dinasti ini adalah gerakan jongkok yang masih banyak dipraktikkan pada banyak tarian sampai hari ini.[3]
Konfusius, seorang filsuf di dinasti Han Timur mengajarkan bahwa manusia harus menggunakan lengan panjang untuk menutupi tangan.[2] Ajaran itulah yang akhirnya diterapkan dalam beberapa tarian.[2] Seperti Tarian Ta Ge dari dinasti Tang atau Zhumu Langma yang ciri khas pakaiannya adalah menggunakan lengan pakaian panjang menjuntai sampai lutut.[5][6] Pada tarian Zhumu Lama yang mengagumi gunung Everest dan dataran tinggi Tiongkok, mempunyai gerakan-gerakan menjulur dan mengibas lengan pakaian sesuai irama.[6]
Dinasti Tang
[sunting | sunting sumber]Tiongkok pada zaman Dinasti Tang mengalami pertukaran kebudayaan besar-besaran.[2] Hal ini menyebabkan masuknya musik dan gerakan tari dari negara lain.[1] Ratusan orang menghadiri sekolah tari untuk memenuhi kebutuhan penari-penari handal.[2] Kebudayaan ini kemudian dibawa ke Jepang dan Korea lewat pertukaran budaya.[2] Saat ini pula masuk agama Buddha yang secara langsung memengaruhi perkembangan tarian zaman itu.[1] Pengaruh itu terlihat di fresko Dunhuang yang menggambarkan dewi-dewi yang terbang sambil menebar bunga.[1][7] Fresko-fresko itu menginspirasikan terbentuknya jenis Tari Dunhuang, terutama tari Dunhuang Meng yang menggambarkan tentang kemurnian, kerendahan hati, dan kepercayaan si pembuat fresko kepada dewa dan Buddha yang menyebabkan ia bermimpi akan kemegahan dewa dan Buddha.[1][7]
Wu Daozi, seorang pelukis pada zaman pemerintahan Kaisar Xuanzong dari dinasti Tang melukis sebuah lukisan yang diberi judul Fei Tian (dalam bahasa Indonesia berarti Dewi Terbang) menjadi inspirasi dari karya tarian bernama sama.[1] Gerakan dan lekukan tubuh wanita [3] serta lengan pakaian yang panjang merupakan ciri khas tarian dinasti Tang.[2]
Setelah dinasti Tang, tarian mulai mengalami kemunduran.[2] Hal ini disebabkan oleh mulai maraknya tradisi mengkikat kaki, sebuah kebiasaan mengikat kaki wanita sebagai simbol kecantikan .[2] Hal ini menyulitkan penari untuk bergerak.[2]
Tarian menurut daerah dan suku
[sunting | sunting sumber]Dengan 56 suku minoritas dan besarnya luas wilayah Tiongkok menyebabkan banyaknya macam tarian yang tersebar di seluruh negeri.[3] Tiap daerah dan tiap suku memiliki ciri khas masing-masing yang menarik untuk diketahui.[3]
Tarian di timur laut Tiongkok berciri khas maskulin sedangkan pada daerah daratan tengah Tiongkok tepatnya sekitar daerah Shaanxi menggunakan pita merah yang enerjik dan drum.[3] Lain halnya di daerah selatan yang terkenal dengan tari Kipas.[3] Di daerah Yunnan tarian terkenal memiliki semangat dan kerap menghiasi festival-festival.[3]
Suku-suku minoritas pun memiliki ciri khasnya masing-masing. Suku Tibet memiliki sebuah tarian dimana para pria memakai pakaian dengan buntut lembu dan lonceng sedangkan para wanita menabuh genderang kulit lembu. Bunyi-bunyian harus seirama untuk menghasilkan kesempurnaan dalam tarian ini.
Pada suku Mongolia, penari, menari dengan maskulin dengan menggerak-gerakan pundak dan lengan dengan gagah.[3] Suku mongol kerap menggunakan kegagahan kuda sebagai dasar gerakan.[3] Pada suku lain yaitu Ughyur, penari menggerak-gerakan mata, tangan dan leher dengan elegan, mirip seperti penari-penari India.[3] Pada pakaiannya, kerap ditemukan banyaknya bulu-bulu sebagai hiasan.[3]
Sedangkan pada suku Korea, mereka menggunakan kipas dan genderang.[3] Selain genderang, penari pun menggunakan kipas yang tertutup atau sumpit yang dihentak-hentakkan pada paha sesuai hentakan irama.[3] Mimik wajah dan tempo serta hentakan gerakan penari akan mengikuti irama musik pengiring.[3] Irama cepat dan riang diiringi dengan gerakan cepat dan lincah, sedangkan untuk musik yang sedih dan mendayu diiringi dengan gerakan lembut yang lambat.[3] Teknik yang berbeda dan ciri khas dari tari suku Korea ini adalah teknik pernafasannya yang mengikuti alunan hentakan musik pengiring.[3]Republik Rakyat Tiongkok yang berbatasan langsung dengan Korea memiliki beberapa daerah di mana kebudayaan Korea kental terasa.[3]
Berbagai gerakan wushu pun diinspirasikan oleh gerakan tari.[2] Wushu adalah seni bela diri modern yang berbentuk seperti tarian dan banyak gerakan akrobatik.[2] Tidak seperti Kungfu tradisional, wushu selalu berkembang dengan memperkenalkan gerakan-gerakan baru.[2] Wushu dahulu digunakan untuk kepentingan militer yaitu dengan gerakan dasar melindungi diri atau membantu bertarung dengan musuh dengan menggunakan tangan kosong atau senjata.[2]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Tarian Payung oleh Grup Tari Die Meng dari Sastra China Binus University
Tarian
[sunting | sunting sumber]Beberapa contoh tarian yaitu:
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f (Inggris)Chinese Dance in History Diarsipkan 2010-09-17 di Wayback Machine., Association For Asian Research. Diakses pada 30 Maret 2010.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w (Inggris)CHINESE DANCE Diarsipkan 2010-05-02 di Wayback Machine., Facts and Details. Diakses pada 30 Maret 2010.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u (Inggris)The attributes and artistic elements of Chinese dances , China Insight. Diakses pada 30 Maret 2010.
- ^ ((Inggris))Confucius Diarsipkan 2010-04-05 di Wayback Machine.,Washington State University: World Culture. Diakses pada 30 Maret 2010
- ^ (Inggris)Ta Ge Diarsipkan 2011-01-02 di Wayback Machine.Cultural China. Diakses 7 April 2010
- ^ a b Penghargaan Hasil Seni Tari Suku Minoritas Zhumu Langma 《珠穆朗玛》中国民族民间舞作品赏析 Diarsipkan 2008-04-05 di Wayback Machine.Chinesedance.cn.Diakses 7 April 2010
- ^ a b Han, Jiantang 韩鉴堂. (2005). Kebudayaan Tiongkok 中国文化 Hal.97-98. Beijing: Beijing Language and Culture University Press 北京语言大学出版社