Sedekah Serabi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tradisi Sedekah Serabi adalah warisan budaya nenek moyang Suku Lintang yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Meskipun agama islam mendominasi di Kabupaten Empat Lawang, tradisi tersebut bertahan sejak zaman nenek moyang Suku Lintang, Jauh sebelum Islam berkembang di wilayah tersebut. dalam pelaksanaan Tradisi ini prosesnya sama seperti kenduri yang bersisi doa-doa masyarakat menyebutnya sedekah serabi karena pelaksanan kenduri atau sedekahan mengutamakan serabi sebagai makanan utamanya dengan makanan pendampingnya pisang goreng, krupuk ubi merah,kue bolu,agar-agar dan kecepol (sejenis roti goreng). Sejak tahun 1980-an tradisi ini mulai jarang dilakukan masyarakat. Hanya terdapat beberapa desa yang masih mengadakan Tradisi Sedekah Serabi. Masyarakat Empat Lawang meyakini bahwa Tradisi Sedekah Serabi tersebut untuk membayar nazar atau sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena terkabulnya doa atau cita-cita. Selain itu, masyarakat di kabupaten Empat Lawang percaya bahwa membayar nazar adalah kewajiban kerena membayar nazar sama halnya dengan membayar hutang.

Penyebaran Tradisi Sedekah Serabi[sunting | sunting sumber]

Penyebaran Tradisi Sedekah Serabi terdiri dari beberapa wilayah: Tebing tinggi sebagai ibu kotanya, kabupaten Empat Lawang saat ini meliputi sepuluh kecamatan, 147 desa, dan 9 kelurahan. adapun kecamatan yang terdapat di kabupaten Empat Lawang sebagai berikut;

  1. Muara pinang, ibukotanya Muara pinang baru
  2. Lintang kanan, ibukotanya Babatan
  3. Pendopo, ibukotanya Pendopo
  4. Pendopo barat, ibukotanya Lingge
  5. Pasemah air keruh, ibukotanya Nanjungan
  6. Ulu musi, ibukotanya Padang tepong
  7. Sikap dalam, ibukotanya Karang gede
  8. Talang padang, ibukotanya Lampar baru
  9. Tebing tinggi, ibukotanya pasar Tebing tinggi
  10. Saling, ibukotanya Suka kaya

Di Kabupaten Empat Lawang bermukim penduduk yang beranekaragam yaitu Suku  Lintang, Basemah, Saling, Kikim, serta  Suku  lain  yang  berasal  dari  kawasan Sumatera  Selatan  dan  juga  daerah  lain  yang  berasal  dari luar  seperti  Jawa,Sunda,Padang,dll. Suku  Lintang  bermukim  di  Muara  Pinang, Lintang  Kanan,Pendopo,Pendopo Barat,ulu Musi dan Sikap Dalam.Dalam  kehidupan  bersosial  masyarakat  Empat  Lawang  masih  menjunjung tinggi sikap tolong menolong dan kaya akan potensi yang dapat dikembangkan untuk memberikan  nilai  tambah  bagi  daerah.  Seperti  keberagaman  budaya, Suku  dan  Agama. Keberagaman  yang  ada  tidak  memunculkan  permasalahan,  justru  fenomena  unik  yang terjadi  di  kalangan  masyarakat  terjalin  hubungan  yang  baik dan  harmonis[1]

Tokoh/ Pembina Adat Empat Lawang[sunting | sunting sumber]

Istimewanya kegiatan ini dihadiri para sesepuh yang juga pembina adat Empat Lawang, diantaranya, Prof Aflatun Muchtar,  H. Abdul Shobur yang merupakan Ketua Ikatan Keluarga Empat lawang, Amirul Husni , dan Rusdi. Setelah masuk Islam Pada era pra Islam, Sedekah Serabi menggunakan kemeyan, setelelah masuk Islam disesuaikan dengan syariat Islam. Dengan berdoa, membaca yasin ditutup dengan berdoa. Setelah berdoa minta keselamatan, niatnya membayar nazar. Pada tahun 90-an kebawah sering dilakukan untuk kebutuhan ritus dengan mewujudkan rasa syukurnya pada Sedekah Serabi. Misalnya seseorang sakit,belum sembuh juga maka mereka dibawa ketua adat dan atau jurai tuo, nanti jurai tuo tersebut akan meminta petunjuk dengan ritus spiritual yaitu berkomunikasi dengan phu-yang maka jurai tuo akan dapat petunjuk dan mengatakan bahwa ini harus dilakukan sedekah serabi petunggu sebanyak 44 buah serabi. Maka diadakan sedekah serabi tersebut. 59 Masyarakat percaya bebayar nazar itu sudah menjadi kewajiban, jika tidak maka akan mendapat kafarat atau kualat. Saat ini masyarakat Empat Lawang secara penuh menjalankan agama Islam Sedekah Serabi masih dilakukan, namun permohonan dengan pu hyang digantikan dengan doa-doa kepada Allah SWT[2].

Kondisi Masa Kini[sunting | sunting sumber]

Semakin berkembangnya zaman dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih seperti saat ini, masyarakat masih melaksanakan Sedekah Serabi, alasannya karena ini merupakan cara untuk membayar hutang terhadap janji yang telah diikrarkan agar terhindar dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan, meskipun frekuensi pelaksanaan Sedekah Serabi sudah jarang ditemui sehingga menyebabkan masih banyak masyarakat khususnya generasi muda yang masih belum mengetahui bagaimana prosesi dan makna yang terkandung dalam Tradisi Sedekah Serabi. Maka, berdasarkan permasalahan tersebut, Makna Tradisi Sedekah Serabi Pada Etnik Lintang di Kabupaten Empat Lawang perlu dilakukan, agar masyarakat yang belum mengetahui prosesi dan makna yang terkandung dalam Sedekah Serabi menjadi mengetahui apa saja prosesi dan makna yang terkandung dalam Tradisi Sedekah Serabi. Serta sebagai upaya mempertahankan Cagar Budaya dan Objek Pemajuan Kebudayaan Kabupaten Empat Lawang.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ 0KTA RINA, AGUSTINA, SARWONO, DINA, EMI, SARWIT (2023). "Makna Tradisi sedekah serabi di empat lawang". Jurnal Ilmiah Korpus. 7 (1): 2614–6614. 
  2. ^ Yosepin, Pipin (25/6/2021). "Komunikasi Spritual Dalam Tradisi Sedekah Serabi di Empat Lawang Sumatra Selatan". Jurnal komunikasi penyiaran islam. XIII (1): 27–52.