Puri Taman Marga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Puri Taman Marga adalah sebuah puri di kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, Bali, Indonesia.

http://wikimapia.org/street/15819823/id/Desa-Marga-Kec-Marga-Kab-Tabanan-Bali

http://id.wikipedia.org/wiki/Puri_di_pulau_Bali#Tabanan

Sejarah dan Latar Belakang[sunting | sunting sumber]

Puri Taman Marga

Puri di pulau Bali adalah nama sebutan untuk tempat tinggal bangsawan Bali, khususnya mereka yang masih merupakan keluarga dekat dari raja-raja Bali. Berdasarkan sistem pembagian triwangsa atau kasta, maka puri ditempati oleh bangsawan berwangsa ksatria. Puri-puri di Bali dipimpin oleh seorang keturunan raja, yang umumnya dipilih oleh lembaga kekerabatan puri. Pemimpin puri yang umumnya sekaligus pemimpin lembaga kekerabatan puri, biasanya disebut sebagai Penglingsir atau Pemucuk. Para keturunan raja tersebut dapat dikenali melalui gelar yang ada pada nama depan mereka I Gusti Agung, Anak Agung, I Dewa, Cokorda, Tjokorda untuk peria dan I Gusti Ayu, Anak Agung Istri, Dewa Ayu, Cokorda Istri untuk perempuan.

Etimologi

Secara etimologis, kata puri sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat pemujaan Tuhan; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan. Saat ini kata puri dapat dipadankan dengan kata keraton atau kata pura dalam Bahasa Jawa, misalkan Pura Mangkunagaran. Beberapa puri dahulunya juga berperan sebagai benteng strategis untuk pertahanan kerajaan.

Daerah dan kekuasaan.

Daerah atau wilayah kekuasaan puri-puri di Bali zaman dahulu, tidak berbeda jauh dengan wilayah administratif pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Bali. Setelah Kerajaan Gelgel mulai terpecah pada pertengahan abad ke-18, terdapat beberapa kerajaan, yaitu Badung (termasuk Denpasar), Mengwi, Tabanan, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Buleleng, Bangli dan Jembrana. Persaingan antardinasti dan antaranggota dinasti pada akhirnya menyebabkan Belanda dapat menguasai Bali dengan tuntas pada awal abad ke-20. Setelah masa kolonial Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan Indonesia, kekuasaan puri berubah menjadi lebih bersifat simbolis. Peranan berbagai puri di Bali umumnya masih tinggi sebagai panutan terhadap berbagai pelaksanaan aktivitas adat dan ritual Agama Hindu Dharma oleh masyarakat banyak. Berdiri pada suatu tempat yang bernama Pesraman Taman Lebah saat itu Wilayah tersebut bernama Alas/hutan Urat Mara sebelum adanya nama Marga pada tahun 1500an sekitar abad ke 16. Setelah pecahnya Kerajaan Perian pada massa pemerintahan Ki Gusti Pacung Sakti / Ki Anglurah IV Perian. Perebutan tahta di Puri Perean antara Ki Ida Arya dengan Ki Gusti Gede Pacung yang kemudian mendirikan Puri Carangsati.

Puri Taman Marga didirikan oleh Ki Pacung Sakti I sebagai Pesraman kemudian dilanjutkan oleh Ki Ida Arya anak Ki Gusti Ngurah Pacung Sakti/ Ki Anglurah IV Perian dari istri penawing bernama Ni Luh Jepun.

Ki Ida Arya adalah Keturunan Sri Arya Sentong dan Beliau sebagai Raja Muda Perian.

Ki Ida Arya memiliki Putra

1. Ki Gusti Wayahan Geria. Menempati Puri Taman Marga sebagai Pemada dengan wilayah Kiduling Bencingah / bencingah ke seletan.

2. Ki Gusti Balangan. Menempati Puri Agung Marga sebagai Raja. Dengan wilayah Angalor Bencingah. Dimana setelah Puri Agung di bangun saat itulah nama Marga mulai di populerkan.

3. Ki Gusti Nyoman Anda. Mengisi kekosongan Perian. Untuk menjaga dan merawat Puri sungsungan Perian.

4. Ki Gusti Ketut Celuk. Mengisi Puri Belayu yang di tinggalkan oleh I Gusti Agung Putu pendiri Kerajaan Mengwi.[1]

Daftar Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ KOMPUTER, UNIVERSITAS SAINS & TEKNOLOGI. "Puri Taman Marga". p2k.stekom.ac.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-06.