Pendamping lokal desa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pendamping lokal desa atau PLD adalah sebuah jabatan sebagai Pendamping desa di bawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia yang pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Desa, yang bertugas untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat dan sebagai fasilitator di sebuah desa.

Sebuah ilustrasi suasana pelantikan Pendamping Lokal Desa di Jawa Tengah.

Tugas Pendamping Lokal Desa[sunting | sunting sumber]

No Tugas Pokok Langkah Kerja Output Kerja
a) melakukan fasilitasi perencanaan pembangunan dan keuangan desa * fasilitasi penyusunan RPJMDesa * fasilitasi penyusunan RKP Desa * fasilitasi penyusunan APBDesa * tersusunnya RPJMDesa * tersusunnya RKP Desa * tersusunnya APBDesa
b) melakukan fasilitasi pelaksanaan pembangunan desa * fasilitasi tahapan persiapan pelaksanaan kegiatan * fasilitasi tahapan pelaksanaan kegiatan pembangunan desa * adanya rencana kerja pelaksa-naan kegiatan pembangunan desa * adanya swakelola pembangunan desa * adanya pendayagunaan sumberdaya lokal * adanya swadaya masyarakat desa * adanya penanganan pengaduan dan masalah secara mandiri
c) melakukan fasilitasi pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa * fasilitasi pemdes dan pelaksana kegiatan untuk mengembangkan tata kelola pembiayaan pembangunan secara baik dan dapat diper-tanggungjawabkan * fasilitasi pelaksana kegiatan untuk mengelola dana apbdesa dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa * adanya tata kelola pembiayaan pembangunan desa yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan * adanya pendayagunaan Dana desa dari Apbd desa oleh pelaksana kegiatan secara transparan dan akuntabel
d) melakukan fasilitasi evaluasi pelaksanaan pembangunan desa * fasilitasi proses evaluasi pelaksanaan * adanya pertang-gungjawaban pelaksanaan

Ujung Tombak Pembangunan Desa[sunting | sunting sumber]

Dengan keberadaan Dana desa (DD) sebagaimana Nawacita Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, pendamping lokal desa (PLD) diharapkan menjadi ujung tombak dalam menjalankan program pembangunan desa. Karena Pendamping Lokal Desa adalan yang bersentuhan langsung dengan Pemerintah desa dan Masyarakat Desa dalam Penggunaan dana desa.

Kontroversi Pendamping Lokal Desa di Jawa Tengah[sunting | sunting sumber]

Pertemuan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandojo di Kalibata.

1. Alasan.

Saat Seminar Regional Dinamika dan Problematika Tata Kelola Desa (Evaluasi Pelaksanaan UU Desa), di Grhadhika Bhakti Pradja, Selasa (3/10), Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP merinci, untuk tenaga ahli di kabupaten, dari kebutuhan 174 orang, terpenuhi 154 orang. Tenaga pendamping desa di kecamatan, baru terpenuhi 916 orang dari total kebutuhan 1.536 orang, dan pendamping lokal desa masih dibutuhkan 1.783 tenaga pendamping, dari total kebutuhan 2.147 tenaga.

Ganjar Pranowo mengakui saat pendamping lokal desa diberikan, dia memang berdebat panjang dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, baik dengan menteri yang sekarang maupun sebelumnya. Gubernur tidak sepakat karena secara konsepsional, dia tidak yakin satu pendamping desa mampu mendampingi empat desa. Sebab, luas desa di Jawa Tengah saja sudah besar. Apalagi desa-desa lain di luar jawa. Alasan lainnya, seorang pendamping desa harus memiliki kompetensi yang layak disebut sebagai pendamping. Dengan alasanUntuk memenuhi kebutuhan pendamping desa di Jawa Tengah, lanjutnya, dia menurunkan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang sudah ada. Dia menempatkan lima KPMD di satu desa dengan biaya sendiri.

2. Lobby dan Perjuangan PLD Jateng.

Sikap penolakan Gubernur Jawa Tengah terhadap Pengangkatan Pendamping lokal desa termasuk sikap penolakan untuk pendamping lokal desa hasil ujian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto tahun 2016, mengakibatkan berbagai lobby dan dilakukan oleh para calon Pendamping lokal desa Jateng untuk diakui kelulusannya, yang mengakibatkan pengangkatan Pendamping lokal desa di jateng terlambat satu setengah tahun dari provinsi lainnya.

3. Perubahan Sikap Gubernur.

Setelah memahami sikap dari para peserta lulus ujian dan berbagai lobby melalui pertemuan langsung antar pejabat Kementerian Desa PDTT dan Gubernur dan para peserta lulus ujian dan media sosial Twitter dan Facebook, berikutnya Gubernur Ganjar Pranowo menyetujui dan mendukung sepenuhnya keberadaan Pendamping Lokal desa di Jawa Tengah, terbukti dengan Hadir dalam ujian Pendamping lokal desa tahun berikutnya (2017) di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

4. Gaji Terendah.

Kontroversi lain dari Pendamping Lokal desa Jawa Tengah adalah Gaji yang sangat jauh dari gaji pendamping lokal desa provinsi lainnya.

Sebuah aksi lobby perwakilan Pendamping Lokal Desa Jawa Tengah ke Satker P3MD untuk memohon diakui kelulusannya pada tahun 2016.

Galeri[sunting | sunting sumber]

Pendamping Lokal Desa Bersama Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo di sebuah acara expo desa di Jakarta

.

Pendamping Lokal Desa, Kepala Desa Dan Perangkat Desa pada Sebuah Musyawarah Desa

.

Refferensi[sunting | sunting sumber]