Pekerja kerah hijau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pekerja turbin angin di sebuah ladang angin di Colorado.

Pekerja kerah hijau adalah orang yang dipekerjakan di sektor lingkungan.[1]  Pekerja kerah hijau diadakan untuk memenuhi kebutuhan dari pengembangan hijau. Secara umum, pekerja kerah hijau menerapkan rancangan, kebijakan, dan teknologi yang ramah lingkungan untuk meningkatkan konservasi dan keberlanjutan.[2] Peraturan terkait lingkungan serta ekspektasi masyarakat pun mendorong makin banyak perusahaan untuk mencari tenaga profesional yang ahli di bidang lingkungan, efisiensi energi, dan energi terbarukan. Perusahaan tersebut biasanya berupaya membuat bisnis mereka lebih berkelanjutan, sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah, dan Bumi.

Pekerja kerah hijau meliputi tenaga profesional seperti pekerja gerakan konservasi, konsultan lingkungan, manajer/staf pengelolaan sampah/daur ulang, insinyur lingkungan atau biologi, arsitek bangunan hijau, arsitek lansekap, perancang bangunan surya pasif, insiyur dan pemasang tenaga surya dan tenaga angin, insinyur nuklir,[3][4][5][6][7][8] insinyur kendaraan hijau, pemilik "bisnis hijau",[9] kendaraan hijau, petani organik, pengacara lingkungan, pendidik ekologi, dan pekerja ekoteknologi. Pekerja kerah hijau juga meliputi pekerja terampil seperti teknisi listrik yang memasang panel surya, tukang ledeng yang memasang pemanas air tenaga surya, penjaga pusat daur ulang, manajer dan kolektor proses, pekerja konstruksi yang membangun bangunan hijau dan ladang angin, serta pekerja konstruksi yang merenovasi bangunan agar lebih efisien energi.[10]

Gerakan untuk mengintegrasikan tanggung jawab sosial ke dalam industri hijau makin tumbuh. Ekonomi hijau berkelanjutan secara bersamaan menghargai pentingnya sumber daya alam dengan kesempatan yang inklusif, adil, dan sehat bagi manusia.[11]

Pada konteks krisis finansial 2007–2008, sejumlah ahli berpendapat bahwa dorongan untuk mengembangkan sumber energi yang berkelanjutan dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru dan membantu ekonomi untuk pulih sembari meningkatkan kondisi lingkungan, meningkatkan kondisi buruh di negara miskin, serta memperkuat ketahanan pangan dan energi.[butuh rujukan]

Al Gore Repower America[sunting | sunting sumber]

Al Gore menyatakan bahwa ekonom di semua spektrum — termasuk Martin Feldstein dan Lawrence Summers — setuju bahwa investasi besar dan cepat di inisiatif infrastruktur padat karya adalah cara terbaik untuk memulihkan ekonomi dengan cepat dan berkelanjutan.[12]

Center for American Progress[sunting | sunting sumber]

Sebuah laporan dari Center for American Progress menyimpulkan bahwa investasi pemerintah federal sebesar $100 milyar di bidang teknologi energi bersih pada tahun 2009 dan 2010 akan menciptakan 2 juta lapangan kerja baru di Amerika Serikat, mengurangi tingkat pengangguran sebesar 1,3%, dan membuat Amerika Serikat menuju ekonomi rendah karbon. Laporan tersebut, yang disusun oleh Political Economy Research Institute di Universitas Massachusetts Amherst, mengajukan kredit pajak sebesar $50 juta untuk retrofit efisiensi energi dan sistem energi terbarukan; belanja pemerintah sebesar $46 milyar untuk retrofit fasilitas umum, transportasi umum, kereta barang, sistem tenaga listrik pintar, dan sistem energi terbarukan; dan penjaminan pinjaman sebesar $4 milyar untuk membantu membiayai retrofit bangunan dan proyek energi terbarukan. Lembaga tersebut percaya bahwa investasi energi bersih akan menciptakan sekitar 300.000 lapangan kerja baru lebih banyak jika dibandingkan jumlah uang yang sama didistribusikan ke para wajib pajak di Amerika Serikat. Investasi energi hijau juga akan menurunkan belanja energi untuk rumah dan menurunkan harga sumber energi tidak terbarukan, karena konsumsinya menurun.[13]

Worldwatch Institute/UNEP[sunting | sunting sumber]

Upaya untuk mengatasi perubahan iklim dapat menghasilkan jutaan pekerjaan "hijau" dalam beberapa dekade ke depan, menurut sebuah studi pada tahun 2008 yang disusun oleh Worldwatch Institute dengan pendanaan dari United Nations Environment Programme (UNEP).  Studi tersebut menemukan bahwa pasar untuk produk dan jasa lingkungan diproyeksikan meningkat dua kali lipat dari $1,37 triliun per tahun menjadi $2,74 triliun pada tahun 2020, dengan separuhnya berasal dari efisiensi energi. Dalam hal pasokan energi, industri energi terbarukan akan menjadi penting. Sekitar 2,3 juta orang telah mendapat pekerjaan di bidang energi terbarukan, dan proyeksi investasi sebesar $630 milyar pada tahun 2030 akan menciptakan setidaknya 20 juta lapangan kerja baru.[14]

Konferensi Walikota Amerika Serikat[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2008 juga, Konferensi Walikota Amerika Serikat merilis sebuah laporan yang menemukan bahwa ekonomi Amerika Serikat saat ini menciptakan lebih dari 750.000 pekerjaan hijau, sementara dalam waktu 30 tahun ke depan, penekanan pada energi bersih akan menghasilkan peningkatan lima kali lipat, menjadi lebih dari 4,2 juta pekerjaan. Pekerjaan rekayasa, hukum, riset, dan konsultansi saat ini mendominasi pekerjaan hijau di Amerika Serikat dan dapat tumbuh menjadi 1,4 juta pada tahun 2038, sementara produksi listrik terbarukan akan menciptakan 1,23 juta pekerjaan, bahan bakar alternatif akan menambah 1,5 juta pekerjaan, dan retrofit bangunan akan menciptakan 81.000 pekerjaan. Laporan tersebut mencatat bahwa sebagian besar pekerjaan hijau saat ini berada di kawasan metropolitan, seperti New York City; Washington, D.C.; Houston, Texas; dan Los Angeles, California.[15]

Di Tiongkok[sunting | sunting sumber]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Di Tiongkok, pekerjaan hijau didefinisikan sebagai “pekerjaan di industri, profesi, departemen, dan perusahaan yang dalam tingkat sosial rata-rata memiliki masukan rendah, keluaran tinggi, konsumsi rendah, emisi rendah, dapat didaur ulang, dan berkelanjutan".[16] Dengan definisi tersebut, tujuan utama dari pekerjaan kerah hijau adalah untuk meningkatkan efisiensi produksi sembari meminimalisir sumber daya yang digunakan dalam produksi, termasuk energi, serta dengan peduli terhadap lingkungan. Bingkai kerja untuk pengembangan hijau tetap memperhatikan paradigma ekonomi Tiongkok yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi. Sebagai aturan umum, pekerjaan hijau meliputi pekerjaan di pengembangan dan perlindungan lingkungan.[16] Contohnya, perlindungan lingkungan telah ada sejak dekade 1970-an, dengan penanaman pohon telah dilakukan di Tiongkok tiap tahun sejak Republik Rakyat Tiongkok didirikan, dan industri tenaga surya telah memproduksi listrik dalam skala besar sejak dimulai pada dekade 1990-an.[16]

Kebijakan[sunting | sunting sumber]

Sejak tahun 1979, sejumlah aturan terkait perlindungan lingkungan telah diterbitkan di Tiongkok, termasuk:

Aturan terkait polusi: Aturan Pencegahan & Pengendalian Polusi Limbah Padat, Aturan Pencegahan & Pengendalian Polusi Air, Aturan Pencegahan Polusi Udara, Aturan Pengendalian Polusi Air, dan Aturan Konservasi Energi.[16]

Aturan terkait daur ulang dan produksi bersih: Aturan Promosi Produksi Bersih, Aturan Energi Terbarukan, dan Aturan Promosi Ekonomi Sirkuler.[16]

Tiongkok juga telah menerbitkan sejumlah aturan mengenai pengembangan energi terbarukan dan optimalisasi struktur energi, termasuk: Aturan Konservasi Energi, Rencana Lima Tahun Ke-11 – Garis Besar Pembangunan Ekonomi & Sosial, Rencana Efisiensi Energi & Pengurangan Emisi, Rencana Lima Tahun Ke-11 untuk Perlindungan Lingkungan, Program Perubahan Iklim Nasional, Kebijakan & Aksi Perubahan Iklim, dan Rencana Pengembangan Energi Baru.[16]

Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan inovasi dan optimisasi pada berbagai teknologi pembangkitan listrik, termasuk tenaga uap, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin, tenaga biofuel, dan tenaga nuklir.[16]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Wickman, Forrest.  [http://www.slate.com/articles/business/explainer/2012/05/blue_collar_white_collar_why_do_we_use_these_terms_.html "Working Man's Blues:  Why do we call manual laborers blue collar?"] Slate.com, 01 May 2012.
  2. ^ Sulich, A.; Rutkowska, M.; Popławski, Ł. (2020-05-15). "Green jobs, definitional issues, and the employment of young people: An analysis of three European Union countries". Journal of Environmental Management (dalam bahasa Inggris). 262: 110314. doi:10.1016/j.jenvman.2020.110314. ISSN 0301-4797. PMID 32250797. 
  3. ^ "Westinghouse gets set for UK construction". www.world-nuclear-news.org. 
  4. ^ [https://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2006/04/14/AR2006041401209_pf.html Going Nuclear: A Green Makes the Case], The Washington Post, April 16, 2006
  5. ^ [http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/3651881.stm France closes its last coal mine], BBC, April 23, 2004
  6. ^ [http://www.cbsnews.com/stories/2007/04/06/60minutes/main2655782.shtml France: Vive Les Nukes], "60 Minutes," CBS, April 8, 2007
  7. ^ [http://www.nbcnews.com/id/8120563 Hot idea: Fight warming with nuclear power], NBC News, July 7, 2005
  8. ^ "Environmentalists For Nuclear - International home page homepage (EFN)". www.ecolo.org. 
  9. ^ "Green Collar Jobs". NOW on PBS. 2008-11-14. 
  10. ^ Sulich, Adam; Zema, Tomasz (2018-06-16). "Green jobs, a new measure of public management and sustainable development". European Journal of Environmental Sciences (dalam bahasa Inggris). 8 (1): 69–75. doi:10.14712/23361964.2018.10alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2336-1964. 
  11. ^ "Our Mission". Green For All. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-11-20. Diakses tanggal 2008-11-07. 
  12. ^ Gore, Al (2008-11-09). "The Climate for Change". The New York Times. Diakses tanggal 2008-11-15. 
  13. ^ "EERE Network News". EERE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-29. Diakses tanggal 2008-09-18. 
  14. ^ "Landmark New Report Says Emerging Green Economy Could Create Tens of Millions of New "Green Jobs"". UNEP. 2008-09-24. Diakses tanggal 2008-11-07. 
  15. ^ United States Conference of Mayors. "2008 Green Jobs Report" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-10-10. Diakses tanggal 2008-10-16. 
  16. ^ a b c d e f g "Study on Green Employment in China" (PDF). Ministry of Human Resources and Social Security Institute for Labor Studies. March 2010. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]