Pekerja kerah biru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Seorang tenaga kerja manual sedang bekerja di Venezuela

Pekerja kerah biru adalah orang yang melakukan pekerjaan manual. Pekerjaan kerah biru meliputi pekerjaan terampil dan pekerjaan tidak terampil. Pekerjaan kerah biru biasanya dijumpai di bidang manufaktur, pergudangan, pertambangan, penggalian, pembangkitan listrik, konstruksi dan pemeliharaan ketenagalistrikan, kustodian, pertanian, perikanan komersial, penebangan, pertamanan, pengendalian hama, pemrosesan makanan, ladang minyak, pengumpulan dan pembuangan sampah, daur ulang, konstruksi, pemeliharaan, transportasi, dsb. Pekerjaan kerah biru kerap melibatkan sesuatu yang dibangun atau dipelihara secara fisik.

Di sisi lain, pekerja kerah putih biasanya melakukan pekerjaannya di dalam kantor dan duduk di belakang meja. Tipe pekerja lainnya adalah pekerja kerah merah muda yang pekerjaannya berkaitan dengan interaksi konsumen, hiburan, penjualan, atau pekerjaan lain yang berorientasi pada pelayanan. Sejumlah pekerjaan mencampur pekerjaan kerah putih, biru, atau merah muda dan kerap digaji per jam, walaupun sejumlah tenaga profesional juga digaji sesuai proyek yang telah dikerjaan atau digaji per bulan. Terdapat berbagai variasi skala gaji untuk pekerjaan semacam itu tergantung pada bidang keahlian dan pengalamannya.

Asal usul[sunting | sunting sumber]

Seorang pengelas sedang membuat pendidih untuk kapal, Combustion Engineering Company. Chattanooga, Tennessee, Juni 1942. Walaupun namanya demikian, pekerja kerah biru tidak selalu memakai seragam kerja berwarna biru.

Istilah kerah biru pertama kali digunakan untuk menyebut pekerjaan berdagang pada tahun 1924, di sebuah koran asal Alden, Iowa.[1] Istilah tersebut berasal dari gambaran pekerja manual yang memakai kemeja denim atau chambray berwarna biru sebagai seragam kerja.[2] Pekerja industrial dan manual kerap memakai pakaian berbahan kanvas atau katun yang dapat menjadi kotor saat sedang bekerja. Warna biru laut dan biru muda menyembunyikan kotoran atau minyak pada seragam kerja, sehingga membantu pekerja untuk terlihat lebih bersih. Untuk alasan yang sama, biru menjadi warna yang populer untuk boilersuit yang melindungi pakaian pekerja. Sejumlah pekerja kerah biru juga membordir nama perusahaan dan/atau namanya sendiri di seragamnya.

Secara historis, popularitas warna biru di kalangan pekerja manual terjadi bersamaan dengan popularitas kemeja warna putih di kalangan orang yang bekerja di dalam kantor, sehingga skema warna kerah biru dan putih pun mengandung konotasi kelas sosio-ekonomi. Namun, perbedaan dari dua kerah tersebut kini menjadi makin tipis dengan makin meningkatnya signifikansi dari tenaga kerja terampil, dan meningkatnya jumlah pekerjaan kerah putih bergaji rendah.

Persyaratan pendidikan[sunting | sunting sumber]

Pekerja sedang membangun sebuah sistem fotovoltaik

Karena pekerjaan kerah biru biasanya berupa pekerjaan manual, maka persyaratan pendidikan untuk pekerja kerah biru biasanya lebih rendah daripada untuk pekerja kerah putih, bahkan terkadang tidak perlu ijazah diploma, dan banyak keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan kerah biru dapat dipelajari oleh pekerja sembari bekerja. Pada pekerjaan kerah biru yang tingkatnya lebih tinggi, seperti teknisi listrik atau tukang ledeng, diperlukan pelatihan vokasional atau magang serta sertifikasi oleh pemerintah.[3] Oleh karena itu, pekerja tanpa pendidikan tinggi umumnya disebut sebagai "pekerja kerah biru", terlepas dari apakah ia benar-benar melakukan pekerjaan kerah biru ataupun tidak.

Pergeseran ke negara berkembang[sunting | sunting sumber]

Seiring dengan terjadinya revolusi informasi, negara-negara Barat makin beralih ke ekonomi berbasis pekerjaan kerah putih dan jasa. Sejumlah pekerjaan manufaktur pun dialihkeluarkan ke negara berkembang yang gaji pekerjanya belum terlalu tinggi. Alih keluar tersebut juga membuat negara agraris makin beralih ke ekonomi berbasis industri, sehingga menurunkan jumlah pekerjaan kerah biru di negara maju.

Di Amerika Serikat, pekerjaan kerah biru dan jasa umumnya merujuk pada pekerjaan di bidang produksi presisi, kerajinan, dan perbaikan; operator dan inspektor mesin; pekerjaan di bidang transportasi dan pemindahan; penangan, pembersih peralatan, asisten, dan buruh.[4]

Pabrik tekstil di dekat Dhaka, Bangladesh

Di Amerika Serikat, sebuah wilayah yang dikenal sebagai Rust Belt, yang meliputi Timur Laut dan Barat Tengah, termasuk Western New York dan Western Pennsylvania, mengalami penurunan jumlah industri secara signifikan. Deindustrialisasi di wilayah tersebut dimulai pada pertengahan dekade 1960-an, dengan kota-kota seperti Cleveland, Ohio; Detroit, Michigan; Buffalo, New York; Pittsburgh, Pennsylvania; Erie, Pennsylvania; Youngstown, Ohio; Toledo, Ohio; Rochester, New York; dan St. Louis, Missouri mengalami penurunan jumlah pekerja kerah biru dan penurunan jumlah penduduk. Akibat osmosis ekonomi tersebut, Rust Belt pun mengalami peningkatan jumlah pengangguran dan penduduk miskin.

Otomasi dan masa depan[sunting | sunting sumber]

Prajurit Angkatan Laut Amerika Serikat sedang memuat peti kemas ke dalam sebuah kapal peti kemas

Karena banyak pekerjaan kerah biru berupa pekerjaan manual, maka otomasi pun berpotensi mengancam pekerjaan dari para pekerja kerah biru. Satu studi dari MIT Technology Review memperkirakan bahwa 83% dari semua pekerjaan yang digaji kurang dari $20 per jam terancam akan digantikan oleh otomasi. Contoh dari teknologi yang dapat mengancam pekerja kerah biru adalah mobil swakemudi dan perangkat pembersih otomatis.[5]

Lainnya berpendapat bahwa kemajuan teknologi tidak akan membuat pekerja kerah biru kehilangan pekerjaannya, karena akan tetap dapat bekerja di bidang lain. Pendukung dari pendapat tersebut memandang bahwa pemrograman komputer akan menjadi pengganti dari pekerjaan kerah biru tersebut, dan berpendapat bahwa dunia akan membutuhkan makin banyak pemrogram komputer, dan berasumsi bahwa, seolah-olah, pekerjaan kerah putih di bidang teknologi informasi dapat diisi oleh pekerja kerah biru yang beralih.[6]

Adjektif[sunting | sunting sumber]

Pekerja di sebuah fasilitas pemulihan bahan (daur ulang) di Montgomery County, Maryland, Amerika Serikat

"Kerah biru" juga dapat digunakan sebagai sebuah adjektif untuk mendeskripsikan lingkungan dari pekerja kerah biru atau penataan yang mencerminkan lingkungan tersebut, seperti lingkungan kerah biru, restoran kerah biru, bar kelas biru, dsb.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Wickman, Forrest. [http://www.slate.com/articles/business/explainer/2012/05/blue_collar_white_collar_why_do_we_use_these_terms_.html "Working Man's Blues: Why do we call manual laborers blue collar?"] Slate.com, 1 May 2012.
  2. ^ Lynch, Annette and Mitchell D. Strauss, eds. (2014), Ethnic Dress in the United States: A Cultural Encyclopedia, s.v. "Chambray," Rowman & Littlefield Publishers; UK ed., p. 68. ISBN 978-0759121485.
  3. ^ "What Is a Blue-Collar Worker and a White-Collar Worker?" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-03-16. 
  4. ^ "BLS Information". Glossary. U.S. Bureau of Labor Statistics Division of Information Services. 28 February 2008. Diakses tanggal 2009-05-05. 
  5. ^ Rotman, David. "Here's how to use AI to make America great again". MIT Technology Review (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-03-17. 
  6. ^ "The Next Big Blue-Collar Job Is Coding". WIRED (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-03-17. 
  7. ^ "Blue Collar can also describe the environment". Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 July 2012. Diakses tanggal 2006-08-15.