Nurhadi–Aldo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Nurhadi-Aldo)
Nurhadi–Aldo

Nurhadi–Aldo (disingkat Dildo) adalah pasangan calon pemilihan presiden fiktif dengan nomor urut 10 yang dibuat oleh sekelompok anak muda, tersebar di berbagai kota di Indonesia. Nurhadi sendiri merupakan seorang tokoh yang berprofesi sebagai tukang pijat, sedangkan Aldo adalah tokoh fiktif yang cukup viral di media sosial karena unggahannya. Partai yang mengusung paslon ini juga fiktif yaitu Partai Untuk Kebutuhan Iman (PUKI) dan membentuk Koalisi Indonesia Tronjal-Tronjol Maha Asyik.

Latar belakang

Nurhadi

Nurhadi merupakan seorang tukang pijat yang tinggal di Golantepus, Mejobo, Kabupaten Kudus. Nurhadi sering mempromosikan jasa pijatnya. Namun acap kali ia mengunggah kiriman berbau seksual, kata-kata motivasi, dan unggahan kiriman lain yang konyol. Nurhadi mulai dikenal kawula muda semenjak 2014 silam.[1]

Aldo

Aldo Suparman, atau lebih dikenal dengan nama Aldo, merupakan seorang tokoh fiktif di media sosial. Aldo dikenal karena sering mengunggah nasihat dengan tulisan alay. Foto profil Aldo sendiri merupakan foto dari Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si. yang merupakan rektor dari Universitas Warmadewa dan juga Ketua Yayasan Kesejahteraan KORPRI Provinsi Bali.[2]

Kemunculan

Kemunculan paslon Nurhadi–Aldo sendiri dimulai dari gagasan delapan orang anak muda. Kelompok anak muda tersebut memilki ide agar pemilihan umum 2019 dapat berjalan tanpa kampanye hitam.[3] Dari gagasan tersebut, muncullah ide untuk membuat pasangan calon fiktif dari tokoh-tokoh yang sudah dikenal oleh para kawula muda. Tokoh Nurhadi dan Aldo menjadi pilihan mereka. Dalam beberapa hari, kelompok remaja tersebut membuat akun media sosial di platform Facebook, Instagram, dan Twitter untuk paslon tersebut.[butuh rujukan]

Tanggapan

Sandiaga Uno, cawapres nomor urut 2, menyatakan bahwa kemunculan 2 tokoh ini adalah sebagai ekspresi, reaksi, dan koreksi publik terhadap realita politik modern. Lebih lanjut, dinyatakannya bahwa politik tidak bisa menjawab apa yang segenap kelompok masyarakat inginkan.[4]

Peneliti bahasa, Afif Julianto Iriana, mengulas kata-kata vulgar dan tidak sopan yang digunakan dalam meme Nurhadi–Aldo, menyatakan bahwa di internet, orang "bisa mengedit, mengunggah ulang, (serta) membagikannya kepada orang lain tanpa perlu izin," serta sangat beradaptasi mengikuti budaya internet. Menurutnya, awalnya meme Nurhadi–Aldo memang dimaksudkan untuk sekadar lucu-lucuan, tetapi tujuan itu berkembang karena memuat kritik sosial yang konstruktif, menggunakan kecerdasan. Agar tidak terasa kaku dibaca, Nurhadi–Aldo sengaja menyisipkan kata-kata yang dianggap tidak sopan. Di internet, setiap orang dapat bebas berekspresi sehingga kata-kata yang bersifat vulgar tersebut umumnya tidak mendapat sensor.[5]

Kontroversi

Walaupun dibuat hanya untuk penghibur jelang pemilihan presiden 2019, tetapi juga mendapatkan kekhawatiran dari berbagai pihak. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengungkapkan bahwa kemunculan pasangan fiktif ini dapat membuat publik antipati terhadap politik dan/atau akan lebih banyaknya golput pada pemilihan umum tahun 2019.[6]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Nurhadi-Aldo: Dari tukang pijat sampai jadi pasangan capres guyonan". BBC Indonesia. 4 Januari 2019. Diakses tanggal 5 Januari 2019. 
  2. ^ "Siapa Aldo Suparman? Mengenal Sosok Cawapres Pasangan Nurhadi-Aldo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Januari 2019. Diakses tanggal 14 Januari 2019. 
  3. ^ Indonesia, BBC (4 Januari 2019). "'Manuver Politik' Duet Nurhadi-Aldo". detikcom. Diakses tanggal 5 Januari 2019. 
  4. ^ Radityo (7 Januari 2019). "Sandiaga Sebut Fenomena Nurhadi-Aldo Merupakan Ekspresi Keresahan Publik". Merdeka.com. Diakses tanggal 7 Januari 2019. 
  5. ^ Iriana, A.J.; Sariah (2020). "Kata-kata vulgar dalam meme calon presiden fiktif Nurhadi-Aldo". Telaga Bahasa. 8 (1): 8. doi:10.36843/tb.v8i1.203. 
  6. ^ Medistiara, Yulida; Wahid, Ahmad Bil (17 Januari 2019). "Kontroversi di Balik Nurhadi-Aldo". detikcom. Diakses tanggal 17 Januari 2019. Bisa mengarah ke situ, karena tidak puas karena hanya ada dua pasangan capres. Jadi ini yang jadi capres lucu-lucuan karena, 'Ah sudahlah, kita lucu-lucuan saja, ngapain dua itu'. Jadi orang antipati terhadap politik. Ini sebenarnya tidak bagus, tapi ini kan suatu kondisi yang tercipta karena pilihan kita memaksakan hanya ada dua calon... 

Pranala luar