Mukjizat (Islam)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam Islam, mukjizat adalah segala sesuatu yang menjadi sarana pembuktian kenabian dan kerasulan. Sesuatu dinyatakan sebagai mukjizat dalam Islam jika memiliki sifat luar biasa, memberi tantangan untuk ditiru, selamat dari pengingkaran dan berasal dari nabi. Mukjizat terbagi menjadi dua jenis yaitu mukjizat indrawi dan mukjizat rasional. Salah satu contoh mukjizat adalah Al-Qur'an.

Etimologi dan terminologi[sunting | sunting sumber]

Kata mukjizat secara etimologi berasal dari kata i'jaz. Kata i'jaz memiliki arti memastikan ketidakmampuan lawan dengan memperlihatkan ketidakmampuannya. Sedangkan berdasarkan majaz, mukjizat berarti sebab ketidakmampuan sehingga menjadi nama baginya. Dari etimologi ini, mukjizat berarti kejadian yang terjadi di luar dari kebiasaan. Sedangkan secara terminologi, mukjizat berarti kejadian luar biasa yang diperlihatkan oleh seseorang yang mengaku nabi utusan Allah kepada orang-orang yang mengingkari kenabiannya.[1]

Persyaratan penetapan[sunting | sunting sumber]

Sesuatu hal dapat disebut sebagai mukjizat dalam Islam jika memenuhi empat syarat. Pertama, memiliki sifat luar biasa. Kedua, memiliki kemampuan untuk memberikan tantangan untuk ditiru. Syarat ini berkaitan dengan pengakuan bahwa mukjizat tersebut berasal dari Allah karena tidak mampu ditiru. Ketiga, selamat dari pengingkaran. Artinya, mukjizat tersebut memberikan tantangan peniruan kepada kaum yang memiliki kemungkinan untuk menirunya. Keempat, mukjizat muncul dari nabi. Syarat ini berkaitan dengan penguatan status seseorangs sebagai nabi.[2]

Jenis[sunting | sunting sumber]

Jenis mukjizat dapat dibagi menjadi dua, yaitu mukjizat indrawi dan mukjizat rasional. Mukjizat indrawi merupakan bentuk pembuktian bahwa nabi memiliki suatu kesaktian. Tujuannya untuk menampakkan adanya kekuatan dari segi fisik. Contohnya adalah pembelahan lautan oleh Nabi Musa dan pelunakan besi oleh Nabi Daud. Mukjizat rasional adalah mukjizat yang dapat dibuktikan secara rasional. Pembuktiannya melalui kemampuan dalam hal kecerdasan. Contohnya adalah mukjizat Al-Qur'an yang diberikan kepada Nabi Muhammad.[2]

Mukjizat indrawi sifatnya tidak kekal. Batasan untuk memperlihatkannya hanya terjadi pada peristiwa tertentu selama masa hidup dari nabi yang diberi mukjizat. Kebanyakan mukjizat indrawi diberikan kepada para nabi dari kalangan Bani Israil. Ini karena tingkat intelektual Bani Israil mengalami keterbelakangan pada masanya dan kondisi kehidupannya yang tertindas.[3]

Bentuk[sunting | sunting sumber]

Kitab suci[sunting | sunting sumber]

Satu-satunya kitab suci di dalam Islam yang menjadi mukjizat untuk seorang nabi adalah Al-Qur'an. Kitab-kitab suci seperti Taurat, Injil, Zabur, suhuf Nabi Ibrahim dan suhuf Nabi Musa hanya berfungsi sebagai firman Allah. Al-Qur'an menjadi mukjizat khusus bagi Nabi Muhammad sebagai bukti kebenaran atas ajaran yang disampaikannya.[4] Surah Fussilat ayat 53 menyatakan bahwa mukjizat Al-Qur'an berlaku sepanjang masa sebagai bukti atas kebenaran Allah.[5]

Al-Qur'an menjadi mukjizat utama bagi Nabi Muhammad. Bentuknya berbeda dengan mukjizat nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu yang sifatnya indrawi.[6] Al-Qur'an merupakan bentuk mukjizat rasional.[7] Penetapannya bersamaan dengan masa keemasan kesusastraan Arab. Kelebihannya sebagai mukjizat adalah memiliki ayat-ayat dengan nilai sastra yang sarat makna sehingga tidak dapat dibuat sesuatu yang serupa dengannya. Selain itu, ajaran di dalam Al-Qur'an bersifat menyempurnakan ajaran-ajaran kitab suci sebelumnya. Ajaran di dalam Al-Qur'an juga bersifat kekal.[6]

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Mukjizat diberikan kepada para nabi dan rasul Allah sebagai pembuktian atas kebenaran ajaran mereka. Keberadaan mukjizat menjadi hujjah dan pemberi alasan yang rasional bagi para pembenaran kenabian dan kerasulan.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Murad, Mushthafa. 1000 Mukjizat Rasulullah (PDF). ISBN 978-602-236-111-4. 
  2. ^ a b Suswanto (2018). "Mu'zijat Al-Qur'an". Edu Religia. 2 (1): 32. 
  3. ^ Yasir dan Jamaruddin 2016, hlm. 22.
  4. ^ asy-Sya'rawi 2020, hlm. 68.
  5. ^ asy-Sya'rawi 2020, hlm. 69.
  6. ^ a b Yanggo 2016, hlm. 2.
  7. ^ Yasir dan Jamaruddin 2016, hlm. 23.
  8. ^ Yanggo 2016, hlm. 1.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2020). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  • Yanggo, Huzaemah Tahido (2016). "Al-Qur'an Sebagai Mukjizat Terbesar" (PDF). Waratsah. 1 (2). 
  • Yasir, M., dan Jamaruddin, A. (2016). Arni, Jani, ed. Studi Al-Qur’an (PDF). Pekanbaru: Asa Riau. ISBN 978-602-6302-05-2.