Kusno Danupoyo
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Sept 2022) |
Kusno Danupoyo | |
---|---|
Gubernur Lampung ke-1 | |
Masa jabatan 1964–1966 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil | Nadirsyah Zaini (1966) |
Pendahulu Tidak ada | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda | 12 Agustus 1913
Meninggal | 10 September 1989 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia | (umur 76)
Sunting kotak info • L • B |
Kusno Danupoyo (12 Agustus 1913 – 10 September 1989) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, Sulawesi.[1]
Kusno berperan dalam mendampingi Pahlawan Nasional Nani Wartabone yang pada saat itu memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, tepatnya pada tanggal 23 Januari 1942. Peristiwa ini kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Patriotik 23 Januari 1942 atau Hari Proklamasi Gorontalo.[2]
Untuk mengenang jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, maka Kodam 13 Merdeka menyematkan nama Kusno Danupoyo sebagai nama gedung Auditorium Utama di lingkungan Korem 133 Nani Wartabone yang berlokasi di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.[3]
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Kusno Danupoyo lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 12 Agustus 1913. Belum banyak catatan sejarah yang menuliskan riwayat hidup dari Kusno Danupoyo. Namun, dalam beberapa literatur dituliskan bahwa Kusno merupakan keturunan dari Pangeran Ronggo Danupoyo yang diasingkan ke Sulawesi. Kusno Danupoyo adalah anak dari Raden Ajeng Kandari Danupoyo (RA Kandari Danupoyo adalah anak keenam Raden Mas Kodrat Samadikun, RM Kodrat Samadikun salah satu dari 7 anak Pangeran Ronggo Danupoyo) .[4] Pangeran Ronggo sendiri merupakan cucu dari Sri Susuhunan Pakubuwana IV dari Kesunanan Surakarta Hadiningrat.[5]
Pangeran Ronggo Danupoyo merupakan salah satu pejuang Nusantara yang diasingkan ke Kampung Jawa Tondano setelah Kyai Modjo, bersama-sama dengan Kyai Hasan Maulani (asal Lengkong Cirebon), Tuanku Imam Bonjol (asal Sumatera Barat), K.H. Ahmad Rifa’i (asal Kendal, Jawa Tengah), Sayid Abdullah Assagaf (asal Palembang, Sumatera Selatan), Tengku Muhammad/Umar (asal Aceh), dan Haji Saparua (asal Maluku).[6]
Berdasarkan catatan silsilah keluarga besar Danupoyo yang berasal dari Pangeran Ronggo inilah yang kini juga menyebar di wilayah Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Hari Patriotik 23 Januari 1942
[sunting | sunting sumber]Peristiwa patriotik 23 Januari 1942 merupakan proses panjang dari perlawanan bangsa Indonesia di Gorontalo.[7] Berawal ketika Pemerintah Belanda merencanakan pembumi hangusan segala aset di daerah jajahan, termasuk aset-aset yang berada di Gorontalo. Propaganda Belanda ini untuk mengantisipasi adanya serbuan tentara Jepang yang akan masuk ke Indonesia saat itu. Hingga akhirnya propaganda Belanda ini pun kemudian diketahui oleh Saripa Rahman Hala, yang sehari-hari bertugas selaku penyelidik pada pemerintahan Belanda.
Dilandasi oleh semangat nasionalisme, Saripa kemudian membocorkan informasi ini kepada Kaharu dan Ahmad Hippy, yang akhirnya sampai kepada Kusno Danupoyo dan Nani Wartabone. Karena penderitaan rakyat yang sudah tidak dapat dibendung lagi, Nani Wartabone bersama Kusno Danupoyo kemudian tergerak hati nuraninya untuk berjuang melawan para penjajah dan kemudian menyiapkan strategi untuk merebut kekuasaan Belanda di Gorontalo.[1][8]
Tokoh yang terlibat
-
Proklamator Nani Wartabone
-
Proklamator, Kusno Danupoyo
Proklamasi Gorontalo merupakan momentum bagi para pejuang kemerdekaan yang saat itu tengah mempersiapkan perlawanan diplomatik hingga kekuatan perang dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Pada peristiwa bersejarah ini pula dibacakan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo oleh Nani Wartabone yang didampingi oleh Kusno.[9] Nani Wartabone tidak lain merupakan sahabat seperjuangan Soekarno dalam perjuangan memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah.
Riwayat Karir
[sunting | sunting sumber]Pada era Presiden Soekarno, Kusno Danupoyo diangkat menjadi Gubernur Lampung pertama, yaitu periode 1964–1966.[10] Ia kemudian mengundurkan diri sebagai Gubernur Lampung pada tahun 1966, dan setelah itu menjadi Anggota DPR RI periode 1968–1976.
Kusno juga pernah menjadi Anggota DPRD periode 1976–1980 serta Ketua DPRD untuk Provinsi Lampung dalam masa jabatan 1968–1970. Dalam catatan sejarah, Kusno juga pernah menjabat sebagai Bupati Wonosobo.
Wafat
[sunting | sunting sumber]Kusno Danupoyo menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 10 September 1989 di kampung halamannya, Solo, Jawa Tengah.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Kusno Danupoyo - Kronologi.id". 2018-11-10. Diakses tanggal 2022-12-05.
- ^ Wartabone;, Nani (2004). 23 januari 1942 dan Nasionalisme (dalam bahasa Indonesia). Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Gorontalo.
- ^ "Pangdam XIII/Merdeka Resmikan Aula Kusno Danupoyo". gopos.id. 2019-01-11. Diakses tanggal 2022-12-05.
- ^ "Pejuang Islam yg terasing di tanah minahasa - PDF Free Download". adoc.pub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-12-05.
- ^ "Mataram | Keraton Nusantara | Perpustakaan Nasional Republik Indonesia". keraton.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2022-12-05.
- ^ "Sejarah Islam & Perjuangan di Minahasa – Sulawesi Utara". Generasi Salafus Sholeh. 2012-11-19. Diakses tanggal 2022-12-05.
- ^ Moo, I. (1976). Sejarah 23 Januari 1942 di Gorontalo. Jakarta: Yayasan, 23 Januari 1942.
- ^ Kulap, Mursalat; Warto, Mr.; Joebagio, Hermanu (2017-06-06). "Nationalism of Nani Wartabone: Nation Character Building Foundation of Indonesia". International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. 4 (3): 12. doi:10.18415/ijmmu.v4i3.69. ISSN 2364-5369.
- ^ Marunduh, S. U. (1988). Peristiwa Merah Putih 23 Januari 1942 di Daerah Gorontalo. Fakultas Sastra, Universitas Sam Ratulangi.
- ^ "Indonesian Provinces". World Statesmen. World Statesmen. Diakses tanggal 29 Oktober 2017.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Posisi baru | Gubernur Lampung 1964–1966 |
Diteruskan oleh: Zainal Abidin Pagaralam |