Lompat ke isi

Konferensi Tarekat di Bukittinggi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Konferensi Tarekat di Bukittinggi adalah muktamar yang diadakan oleh Dewan Tarekat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) pada 17-18 Januari 1954. Konferensi ini membahas tulisan-tulisan Syekh Haji Jalaluddin yang mendapat kritikan dari kalangan Naqsyabandiyah sendiri di Minangkabau. Uraian tentang kesalahan Haji Jalaluddin dihimpun dalam satu risalah yang disusun oleh Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Tabligh al-Amanat fi Izalah al-Munkarat wa asy-Syubhat.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Sebelum menjadi mursyid tarekat, Jalaluddin yang merupakan lulusan pendidikan Belanda bekerja sebagai guru sekolah. Latar pendidikan keagamaan Jalaluddin tidak begitu diketahui. Sekitar 1930, Jalaluddin mulai dekat dengan beberapa tokoh Perti, salah satunya ialah Sulaiman ar-Rasuli. Pendekatan ini memberikan koneksi bagi Jalaluddin kepada beberapa syekh Naqsyabandiyah, sebagaimana tarekat ini banyak diikuti ulama Perti. Haji Jalaluddin mulai mengklaim bahwa ia memperoleh ijazah mursyid dari Syaikh Ali Rida di Jabal Abu Qubais, Makkah ketika melaksanakan haji.[1]

Pada 1940, Haji Jalaluddin menerbitkan buku berjudul Pertahanan Tarekat Naqsyabandiyah yang dimaksudkan sebagai pembelaan bagi tarekat.[2] Namun, buku tersebut justru mendapat kritikan dari kalangan Naqsyabandiyah di Perti karena ada beberapa kesalahan dari sisi fikih, akidah, dan tafsir al-Qur'an. Sulaiman ar-Rasuli mendesak Jalaluddin untuk mengubah bagian yang keliru, tetapi Jalaluddin menolak. Pada 1945, Haji Jalaluddin keluar dari Perti dan mendirikan Partai Politik Tarekat Islam (PPTI).[3]

Sekitar 1950, Haji Jalaluddin menerbitkan Rahasia Mutiara Tarekat Naqsyabandiyah yang menguraikan beberapa amalan tarekat. Buku ini juga dikritik karena ada amalan yang dipandang mengada-ada, seperti baiat tarekat dengan memakai kafan dan berbaring menghadap kiblat seperti mayat.[4][5]

Konferensi

[sunting | sunting sumber]

Pada 17-18 Januari 1954, Dewan Tarekat Perti mengadakan konferensi di Bukittinggi. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 200 ulama Naqsyabandiyah se-Sumatra Tengah. Beberapa ulama yang hadir dalam acara tersebut adalah sebagai berikut.[6]

  1. Syekh Abdul Ghani Batu Basurek
  2. Syekh Sulaiman ar-Rasuli Canduang
  3. Syekh Muhammad Said Bonjol
  4. Syekh Abdul Qadim Balubuih
  5. Syekh Adam Palembayan
  6. Syekh Ibrahim Harun Tiakar
  7. Syekh Abdul Majid Koto Nan Gadang
  8. Syekh Darwisy Arsyad Batu Hampa
  9. Syekh Muhammad Zain Kumpulan
  10. Syekh Abdussalam Bangkinang
  11. Syekh Mansur Kamang
  12. Syekh Ma'sum Panampuang
  13. Syekh Muhammad Yunus Tuanku Sasak
  14. Syekh Yunus Yahya Magek
  15. Syekh Husin Amin Pasia
  16. Syekh Yahya Malalo
  17. Syekh Umar Lubuk Sikapiang
  18. Syekh Hasyim Pariaman
  19. Syekh Abdurrahman Simalanggang
  20. Syekh Zulqarnain Situjuah
  21. Syekh Abu Bakar Maninjau
  22. Syekh Abdurrahman Kuran-Kuran
  23. Syekh Abdul Wahab Palangi
  24. Syekh Muhammad Rasyad Koto Marapak
  25. Syekh Muhammad Syafii Pandai Sikek
  26. Syekh Muhammad Kanis Tuanku Tuah Batu Tanyuah
  27. Syekh Abu Samah Tigo Baleh
  28. Syekh Sulaiman Malampah
  29. Syekh Zakaria Labai Sati Malalo
  30. Syekh Sulaiman Magek
  31. Syekh Qulan Painan
  32. Syekh Mahmud Abdullah Baliau Tarantang
  33. Syekh Arifin Jamil Tuanku Solok Kamang
  34. Syekh Jamaluddin Padang Luar Kota

Pembahasan utama dalam konferensi berkaitan dengan kesalahan ajaran Haji Jalaluddin. Peristiwa tersebut menghasilkan fatwa berupa haramnya buku tersebut dibaca bagi orang awam. Sebagian besar mursyid yang hadir meragukan keaslian ijazah tarekat Syekh Haji Jalaluddin.[6]

Hasil konferensi tersebut oleh Sulaiman ar-Rasuli dimaktubkan dalam risalah berjudul Tabligh al-Amanat fi Izalah al-Munkarat wa asy-Syubhat. Risalah tersebut diterbitkan di Bukittinggi pada tahun yang sama. Pada risalah yang diterbitkan juga disertakan surat panjang dari Yunus Yahya yang berisi kecaman terhadap Haji Jalaluddin.[7]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]

Rujukan

  1. ^ van Bruinessen 2007, hlm. 233.
  2. ^ De Jong & Radtke 2004, hlm. 705-728.
  3. ^ van Bruinessen 2007, hlm. 234.
  4. ^ Jalaluddin 1950, hlm. 5-16.
  5. ^ van Bruinessen 1990, hlm. 176.
  6. ^ a b Putra, Apria (14 Oktober 2019). "Tarekat Naqsyabandiyah dan Konferensi di Bukittinggi Tahun 1954". Tarbiyah Islamiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2022. Diakses tanggal 10 Januari 2023. 
  7. ^ "Tablig al-Amanah fi Izalat al-Munkarat wa al-Syubuhat". Karya Ulama Nusantara - Kementerian Agama Republik Indonesia. Diakses tanggal 10 Januari 2023. 

Daftar pustaka

  • De Jong, Frederick; Radtke, Bernd (1999). Islamic Mysticism Contested: Thirteen Centuries of Controversies and Polemics (dalam bahasa Inggris). Leiden: Brill. ISBN 978-90-04-11300-8. 
  • Jalaluddin (1950). Rahasia Mutiara Tarekat Naqsyabandiyah. Bukittinggi: PPTI. 
  • ar-Rasuli, Sulaiman (1954). Tabligh al-Amanat fi Izalah al-Munkarat wa asy-Syubhat. Bukittinggi: Nusantara. 
  • van Bruinessen, Martin (1990). "The Origins and Development of the Naqshbandi Order in Indonesia". Der Islam (dalam bahasa Inggris). 67 (1): 150–179. 
  • van Bruinessen, Martin (2007). "After the Days of Abu Qubays: Indonesian Transformations of the Naqshbandiyya-Khalidiyya". Journal of the History of Sufism (dalam bahasa Inggris). 5: 225–251.