Ketika Mas Gagah Pergi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ketika Mas Gagah Pergi
SutradaraFirman Syah
ProduserHelvy Tiana Rosa
Ditulis olehFredy Aryanto
Berdasarkan
Ketika Mas Gagah Pergi
oleh Helvy Tiana Rosa
PemeranHamas Syahid
Aquino Umar
Masaji Wijayanto
Arbani Yasiz
Cemal Faruk
Izzah Ajrina
Wulan Guritno
Dwiki Dharmawan
Mathias Muchus
Epy Kusnandar
Ali Syakieb
Shireen Sungkar
Penata musikDwiki Dharmawan
DistributorPT Indobroadcast
Aksi Cepat Tanggap
Tanggal rilis
21 Januari 2016
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia

Ketika Mas Gagah Pergi adalah film Indonesia yang dirilis pada 21 Januari 2016. Film yang diproduksi oleh PT Indobroadcast bekerjasama dengan organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini diangkat dari novellet legendaris karya Helvy Tiana Rosa yang ditulis tahun 1992 dan diterbitkan pertama kali tahun 1997. KMGP bercerita tentang hubungan keluarga, hijrah dan keindahan Islam. Beragam tokoh muda yang muncul kerap menyerukan kebaikan dan kecerdasan pemuda-pemudi Islam.

Ketika Mas Gagah Pergi diperankan oleh Hamas Syahid, Masaji Wijayanto, dan Izzatun Niswah Ajrina; dengan tim istimewa yang hampir semuanya pernah meraih Piala Citra. Lebih dari 50% keuntungan penjualan tiket film akan didedikasikan untuk dana kemanusiaan, bekerjasama dengan ACT.[1]

Sinopsis[sunting | sunting sumber]

Gita, si tomboy yang gemar akan dunia puisi, selalu bangga pada Mas Gagah, abang yang menurutnya nyaris sempurna. Gagah tampan, cerdas, modern dan selalu menjalankan sholat tepat waktu. Sejak Ayah mereka meninggal, Gagah sembari kuliah, membantu Mama jadi tulang punggung keluarga. Untuk keperluan kuliahnya, Gagah pergi ke Maluku Utara, membantu dosen pembimbing skripsinya menyempurnakan konsep pembangunan menara pemancar di sana. Gagah sempat hilang kontak, saat ia masuk ke wilayah pedalaman dan mengalami kecelakaan. Gita dan Mama sempat panik, tetapi reda setelah komunikasi dengan Gagah pulih kembali.

Akibat kecelakaan, Gagah dirawat oleh Kyai Ghufron, pemimpin pesantren yang bersahaja dan sangat dihormati di wilayah Maluku Utara. Gagah takjub dengan kehidupan yang dijalani Kyai Ghufron dan merasakan pancaran kharismatiknya Selama Gagah pergi, Gita beberapa kali bertemu sosok misterius di jalan, tepatnya di bus, kereta api dan tempat-tempat lainnya. Sosok ini masih muda. Ia gemar mengajak orang-orang pada kebaikan, mencerahkan dan menguatkan setiap orang yang ia temui, termasuk di area permukiman warga yang terkena musibah dan selalu menjadi orang yang paling dulu membantu mereka yang membutuhkan.

Sosok yang kemudian dikenal sebagai Yudi ini melakukan aksinya dengan enerjik, kadang kocak menghibur, menyentuh dan membawa perenungan, namun selalu menolak pemberian uang. Gita penasaran tetapi ia tak merasa perlu untuk tahu lebih lanjut tentang Yudi. Setelah dua bulan di Maluku Utara, akhirnya Gagah kembali ke rumah. Betapa terkejutnya Gita karena Gagah berubah sama sekali. Gagah kini terlihat sangat bersemangat menjalankan ajaran Islam, dan kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah-perintah agama. Gita sebal. Pada matanya, Gagah terlihat norak dan fanatik. Ia mulai “memusuhi” Gagah. Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha dekat dengan Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu untuk lebih mengenal keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu cinta,” adalah hal yang selalu disampaikan Gagah pada Gita.

Gita juga bertambah syok karena sahabatnya Tika, kemudian memakai jilbab dan menasihatinya, persis seperti Mas Gagah. Tika memutuskan berjilbab karena salut dengan keteladanan kakak sepupunya; Nadia yang justru mengenakan jilbab saat kuliah di Amerika Serikat. Ceramah-ceramah Yudi yang sederhana dan mengena, keberadaan Tika serta Nadia, perlahan turut menggugah kesadaran Gita agar berbaikan kembali dengan abangnya. Gita mulai mau mendengarkan Gagah dan jalan bareng lagi. Gita juga senang diajak Gagah ke “Rumah Cinta”, rumah singgah penuh buku yang pelan-pelan dibangun Gagah untuk anak-anak dhuafa di pinggiran Jakarta. Di sana ia menikmati persahabatan Gagah dengan Urip, Asep dan Ucok, mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat tersebut.

Saat kian dekat dengan Gagah, Gita memutuskan akan memberi kejutan pada abangnya tersebut dengan memakai jilbab pada hari ulangtahunnya yang ke 18. Sayang, kerusuhan yang direkayasa oknum preman, menggagalkan niat baiknya itu.

Pemeran[sunting | sunting sumber]

Produksi[sunting | sunting sumber]

Buku Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) sudah dicetak ulang 39 kali oleh 3 penerbit dan diperkirakan telah dibaca jutaan orang. Hal ini menjadi pertimbangan untuk mengangkat buku ini ke film layar lebar.

Skenario film dipercayakan kepada penulis skenario dan sutradara film dokumenter Fredy Aryanto. Untuk sutradara, Helvy Tiana Rosa mempercayakannya kepada Firman Syah. Film ini memunculkan 4 pemeran utama baru namun didukung 30 cameo aktor/aktris papan atas Indonesia. Pengambilan gambar dilakukan di Jakarta dan Maluku Utara.

Film ini dibuat dari dana patungan para pembacanya di seluruh Indonesia.

Soundtrack[sunting | sunting sumber]

Soundtrack utama dari film ini adalah "Rabbana" yang dinyanyikan oleh Indah Nevertari.[2] Lagu ini ciptaan Rizki Awan dan musiknya di arransemen oleh Dwiki Dharmawan.[3]

Sekuel[sunting | sunting sumber]

Setelah sukses meraih 100 ribu lebih penonton, film KMGP akan menghadirkan sekuel berjudul Ketika Mas Gagah Pergi 2. KMGP 2 akan melanjutkan kisah gadis periang yang tomboy bernama Gita yang selalu bangga pada Mas Gagah, abang yang menurutnya nyaris sempurna. Gagah baik, tampan, cerdas, dan modern. Selain itu Ketika Mas Gagah Pergi 2 masih dibintangi oleh Hamas Syahid, Aquino Umar, Masaji Wijayanto, Izzah Ajrina, Wulan Guritno, Mathias Muchus, Ali Syakieb, Mentari De Marelle, Nungki Kusumastuti, Epi Kusnandar, Abdurrahim Arsyad, Muhammad Bagya, Meita Rizki, Shireen Sungkar, Cholidi Asadil, dan Miller Khan.[4]

Untuk mendukung kesuksesan dalam perilisannya KMGP 2 mengajak publik beramal melalui program Sedekah Tiket. Melalui program Sedekah Tiket diharapkan akan lebih banyak anak-anak Indonesia yang dapat terinspirasi dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Untuk mendukungnya Helvy Tiana Rosa selaku penulis novel Ketika Mas Gagah Pergi menggandeng Dompet Dhuafa dalam program Sedekah Tiket ini. Melalui program ini kami mengajak publik untuk bersedekah dengan cara yang unik dan berbeda, yakni dengan membeli tiket untuk anak-anak Indonesia yang kurang mampu dan keluarga dhuafa.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]