Lompat ke isi

Jraganan, Bodeh, Pemalang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jraganan adalah sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
Jraganan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPemalang
KecamatanBodeh
Kode pos
52365
Kode Kemendagri33.27.05.2014 Edit nilai pada Wikidata
Luas153,353 Ha
Jumlah penduduk2,208 jiwa
Kepadatan10 jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 6°58′14.74″S 109°29′13.96″E / 6.9707611°S 109.4872111°E / -6.9707611; 109.4872111


Awal Mula Terbentuknya Desa Jraganan

[sunting | sunting sumber]

Desa Jraganan dulunya belum mempunyai nama desa/nameklatur desa, pada sekitar tahun 1731 masehi hanyalah ada kelompok-kelompok dari para perambah hutan yang hidupnya berpindah-pindah dari tempat satu ketempat lain, untuk mencari makan sebagai kebutuhan hidupnya, di pingiran Kali Comal atau dahulu disebut dengan nama Pamali Comal. Sebagai keperluan dan kebutuhan hidup, kelompok-kelompok tersebut memilih tepian sungai sebagai tempat tinggalnya karena dekat sumber mata air untuk keperluan hidupnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, kelompok masyarakat tersebut mulai belajar bercocok tanam pertanian, berkebun, terutama untuk menanam tanaman sebagai bahan makanan pokok untuk kebutuhan hidup, seperti padi, jagung, ketela palawija dan rempah-rempah yang lain. Sehingga mulailah kelompok-kelompok tersebut membangun rumah/gubuk sebagai tempat tinggal yang permanen untuk menetap bersama keluarga sambil menunggu hasil–hasil dari ladang dan sawah mereka.

Zaman peralihan peradapan kepercayaan dan agama pun mulai berubah pada waktu itu. Ini dibuktikan dengan ditemukanya alat-alat ibadah agama kepercayaan pada salah satu tempat dikelompok tersebut.

Pada tahun sekitar tahun 1805 masehi, sebagian penduduk mulai mengenal Islam. Pada saat itu, ada beberapa saudagar muda yang berasal dari Jawa Barat bersama para keluarga, saudaranya, dan anak buahnya, menyebarkan agama Islam sambil berdagang aneka barang kelontong dan peralatan rumah tangga, serta peralatan bercocok tanam dari dusun kedusun termasuk dusun tepian Sungai Comal tersebut yaitu: Dusun Salam dan Dusun Rengaspitu. Karakter masyarakat pada saat itu masih pluralisme, ada yang memeluk agama Kepercayaan Budha, Hindu dan Islam.

Desa Jraganan berdasarkan sejarah nenek moyang pada zaman dahulunya adalah sekumpulan beberapa orang dari Daerah Jawa Barat Cirebon yang berniaga/berdagang di Desa Jraganan oleh pemimpin kelompok tersebut yang bernama ki Sunjana. Disebut Ki Sunjana oleh pengikut-pengikutnya, dan masyarakat setempat disebut ki Juragan. Dengan berbekal alat seadanya Ki Sunjana dan pengikutnya membabat hutan belukar untuk di bangun tempat tinggal untuk tempat persingahan dan menyimpan barang dagangannya dengan pertimbangan untuk kelancaran usaha niaganya sewaktu – waktu dari Cirebon maupun sebaliknya.

Kemudian Ki Sunjana desa tersebut di beri nama Desa Jraganan terdiri dari dua suku kata yang dalam bahasa jawa jragan berarti majikan dan nan berarti Persingahan, secara keseluruhan berarti Persingahan majikan secara turun temurun sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Nama tersebut tetap dilestarikan sampai sekarang, secara formal memang belum pernah dibakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah). Walaupun demikian, nama Desa Jraganan telah diakui secara administratif sebagai salah satu nama desa dari 211 desa yang ada di Kabupaten Pemalang.

Kemudian kelompok masyarakat tersebut membangun tajuk sederhana (musala) tempat ibadah. Dakwah KI Sunjana dilanjutkan bersama santrinya dengan berdagang sampai di daerah – daerah Kesesi (Kauman), Kesesi Rejo, Kebandungan, Jatingarang, Longkeyang, Cikadu, Medayu dan Watukumpul.

Ki Sunjana oleh kelompok masyarakat tersebut di atas dijadikan pemuka, tokoh panutan masyarakat setempat. Seiring usia Ki Sunjana sudah tua, akhirnya Ki Sunjana memberi amanat kepada murid-muridnya untuk meneruskan dakwah dan perjuangannya yaitu antara lain Ki Kertodjoyo, Ki Ageng Karso atau disebut Ki Karso Mbah Grinsing dan Nyai Pesek di Dusun Kaliwuluh ). Seperti sudah mendapatkan wangsit taklama setelah Ki Sunjana memberikan mandat kepada santri-santrinya Ki Sunjana atau Kiyai Jragan' ahirnya wafat pada sekitar tahun 1834 Masehi kemudian dimakamkan di pemakaman umum Desa Jraganan, oleh kerena itu akhirnya kelompok masyarakat tersebut di atas menamakan Desa ini dengan nama Desa Jraganan.

Imperialisme pemerintahan Belanda pada waktu itu wajib membetuk Kuwu/Lurah, di desa-desa harus ada Kuwu. Kemudian pemerintah Hindia Belanda mengangkat Ki Ageng Karso atau Ki Karso menjadi Kuwu/Kepala Desa Pertama di Desa Jraganan pada sekitar tahun 1856 Masehi. Pada waktu itu masyarakat diminta kerja paksa untuk ikut kerja membangun jalan-jalan, DAM Kaliwadas/Bendungan Kaliwadas pertama sekitar tahun 1872 M, [Jalan Raya Pos] Jalan Daendels dan kerja paksa yang lainnya.

Ki Karso diangkat menjadi Kuwu hampir sekitar 47 tahunan dari tahun 1847 – 1894 Masehi dan wafat sekitar tahun 1901 masehi. Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Kuwu/Kepala Desa kedua yaitu Ki Tanyan/Landung pada tahun 1894 – 1902 sekitar sepuluh tahun. Karena ada masalah dengan para pejuang dari pribumi akhirnya Ki Landungpun di ganti oleh Kepala Desa ketiga yaitu Khusen Wiro Joyo Pada tahun 1902 – 1931 M dan Mbah Khusen wafat pada tahun 1937 M. Masa perjuangan para pribumi masih bergelora pada waktu itu tetapi Pemerintah Belanda masih berkuasa. Pada waktu itu kembali mengangkat Kepala Desa keempat, yakni Dulkhadir Abu Saeri dari tahun 1931 – 1942 M. Kekuasaan pemerintah Belanda sudah mulai rapuh/lemah sehingga sistem pemilihan Kepala Desa dengan cara demokratis mulai diperlakukan dengan cara pilihan masyarakat (dengan girik pada saat itu). Terpilihlah Kepala Desa kelima yaitu Supadi dari tahun 1942 - 1944 M kerana Supadi adalah pejuang sehingga kepemimpinanya bermasalah dengan pemerintah Belanda pada waktu itu. Supadi pun gerilya ke hutan bergabung dengan para pejuang. Oleh Pemerintah Belanda mengganti dengan Kepala Desa keenam yaitu Bapak Marzuki dari tahun 1942 - 1945 M.

Zaman Kemerdekaan

[sunting | sunting sumber]

Kemerdekaan bangsa Indonesia tersebar ke seluruh negeri sehingga berakhir pula kejayaan Kades Marjuki. Sehingga Bapak Supadi menjadi Kepala Desa ketujuh dari tahun 1945 -1958. Selama 13 tahun menjadi kepala Desa, kemudian Kepala Desa kedelapan adalah Bapak Dulkhadir Abu Saeri Dari Tahun 1958 - 1975. Kepala Desa kesembilan adalah Bapak Tjasiyan dari tahun 1975 – 1988. Aturan masa jabatan Kepala Desa pun mulai diatur pada zaman orde baru menjadi 8 tahun masa jabatannya berakhir. Kepala Desa kesepuluh adalah Bapak Makmur bin Dulkadir Abusaeri dari tahun 1988 - 1996 M. Peraturan tentang tata cara pemilihan Kepala Desa sedang dalam proses pemilihan kepala desa pun diundur waktu itu. Sehingga dari pemerintah kecamatan pun menunjuk YMT Kepala Desa waktu itu Kepala Desa kesebelas yaitu Bapak Nurali, dari tahun 1996 – 1998. Kemudian Kepala Desa kedua belas adalah Bapak Sudarto dari tahun 1998 – 2006 M dan Kepala Desa ketiga belas Bp.Kardiyanto dari tahun 2006–2012 Kepala Desa keempat belas saat ini adalah Bapak Rumban 2012 Sekarang (2017).

Sejarah Jabatan Kades

[sunting | sunting sumber]
  • Tahun (1883-1912) Khusen Wiro Joyo
  • Tahun (1913-1933) Dulkhadir AbuSaeri
  • Tahun (1943-1956) Supadi
  • Tahun (1957-1977) Tjasiyan
  • Tahun (1978-2012) Teguh Pudjijono
  • Tahun (2012-2016) Rohadi
  • Tahun (2017-) Rohadi

Sumber Berita Sejarah: Sesepuh Desa Jraganan dan Tokoh Masyarakat.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]