Jimbaran, Kuta Selatan, Badung
Koordinat: 8°46′17″S 115°10′26″E / 8.771282°S 115.173873°E
Jimbaran | |
---|---|
Negara | ![]() |
Provinsi | Bali |
Kabupaten | Badung |
Kecamatan | Kuta Selatan |
Kodepos | 80362 |
Kode Kemendagri | 51.03.05.1006 ![]() |
Kode BPS | 51.03.01.1006 |
Luas | 20,50 km²[1] |
Jumlah penduduk | 50.537 jiwa (2016)[1] 44.376 jiwa (2010)[2] |
Kepadatan | 2.165 jiwa/km²(2010) |
Jumlah RW | 14 Banjar[1] |
Jumlah KK | 11.780 KK[1] |
Jimbaran adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 12 banjar adat dan 1 banjar dinas di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, provinsi Bali, Indonesia.[3] Lokasi wilayah ini berdekatan dengan Nusa Dua serta Bandara Internasional Ngurah Rai.
Desa adat Jimbaran pada mulanya merupakan kampung nelayan serta petani. Semenjak di wilayah pantai Jimbaran muncul banyak tempat makan hasil laut (seafood) yang pertama di Bali selatan serta beberapa hotel bertaraf internasional, kini mata pencaharian penduduk lokal lebih ke arah pariwisata.
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Desa Adat Jimbaran, berasal dari kata "Jimbar" yang artinya luas. Jika dilihat dari keadeaannya sekarang, sesungguhnya mempunyai kata di atas, karena Desa Adat Jimbaran ini mempunyai wilayah yang sangat luas. Mengenai wilayah ini, selengkapnya dimuat dalam ”Palemahan”. Menurut sejarah, desa Adat Jimbaran, ada yang dimuat dalam Babad Jimbaran yang ditulis dalam Aksara Bali di lontar hingga saat ini masih disungsung di Pura Dukuh Jimbaran. Prasasti yang ditulis diTembaga berada di Griya Satria Denpasar. Juga terdapat prasasti yang berupa lontar dalam bentuk tulisan aksara Bali yang sekarang disimpan di Jeroan Mangku Nyoman Kusuma, diBanjar Tampuagan, Karangasem.[4]
Menurut penduduk setempat, nama Jimbaran beserta nama tempat dan pura di dalamnya memiliki catatan tertulis. Berikut ini merupakan terjemahan bebas dari halaman 12a-17b salinan lontar Piagem Dukuh Gamongan milik Nyoman Bagia (Jro Mangku Gede di Pura Sarin Bwana):
Selanjutnya diceritakan, Sri Batu Putih telah lama berpisah dengan saudaranya, yang menjadi raja di Bedahulu. Setelah lama memegang tahta kerajaan, Sri Batu Ireng ingat dengan kakaknya yang bernama Sri Batu Putih yang ada di Jimbarwana, sebab itu, beliau mengikuti jejak perjalanan kakaknya, lantas menuju ke Jimbarwana, tetapi beliau berdua sama-sama tidak tahu akan rupa wajahnya, karena terlalu lamanya beliau berpisah. Setelah Sri Batu Ireng sampai di puri Sri Batu Putih, bertemu dengan istri Sri Batu Putih, dan langsung menuju dapur, membuka persiapan hidangan untuk Sri Batu Putih, maka Sri Batu Ireng berkata kepada seorang istri, "Ah, Ah, kamu seorang istri, saya bertanya kepadamu, dimana kakakku Sri Batu Putih sekarang, silahkan beritahu aku, karena sudah lama aku tidak bertemu", menjawab sang istri, "baiklah yang baru datang, beliau Sri Batu Putih ada di mal (kebun) sedang memeriksa tanaman", baru demikian tanpa berterima kasih, beliau Sri Batu Ireng terus menuju kebun, setelah sampai dan melihat-lihat kebun itu, kagum beliau dengan tanaman disana, setiap tanaman tumbuh dengan subur, lebat, itu sebabnya, ditempat beliau Sri Batu Putih ngastiti Hyang Pramawisesa, bernama Sarining Bwana, karena dari tempat beliau memohon muncul Sarin Bwana, begitu ujar beliau Sri Batu Ireng, karena tidak ketemu dengan kakak beliau di kebun, pastilah beliau lewat berlainan arah,
Tidak lama setelah Sri Batu Ireng keluar dari puri, Sri Batu Putih sudah tiba di Purinya, lantas berkata istri beliau sambil menangis, memberitahukan tingkah polah sang tamu, tinggi besar, hitam warna kulitnya, acak-acakkan bagaikan seorang raksasa, membuka hidangan baginda di dapur. Demikian diberitahukan oleh sang istri, tak disangka marah besar beliau Sri Batu Putih, seraya mengambil Gandawa (busur) dan mencari Sri Batu Ireng, yang disebut raksasa itu, karena pakaiannya urak-urakan datang ke Jimbarwana. Tak berapa lama berkelahi beliau berdua, berkelahi habis-habisan, sama-sama tangguh dalam perkelahian, saling seruduk, saling menekan, namun tak ada yang berdarah, karena sama-sama sakti beliau berdua, saling kejar, menyelinap beliau Sri Batu Ireng, tiba di sungai, mengaso sekejap disana, karena ditebing beliau bersembunyi, berkata beliau, semoga sungai ini kelak bernama Batumabing, tak begitu lama dikejar oleh Sri Batu Putih, lagi berkelahi tak henti-hentinya, lari beliau sang raksasa bersembunyi di goa batu, tak begitu lama datang Sri Batu Putih, lari beliau Sri Batu Ireng, berujar Sri Batu Putih, semoga kelak disini dibangun pura bernama Pura Batumagwung, kemudian direbut sang raksasa itu oleh rakyat beliau Sri Batu Putih, namun berhasil beliau menyelinap, berkata Sri Batu Putih, semoga kelak tempat ini dikemudian hari bersama Sekhang, artinya Sri Batu Ireng direbut oleh rakyatnya Sri Batu Putih Jimbaran, menghilang wajah beliau sang danawa namun Sri Batu Putih tidak bisa dihapus, ketahuan wajahnya, berkata beliau, semoga kelak ditempat ini dibangun pura bernama Pura Muaya, seketika itu marah beliau Sri Batu Ireng, kembali terjadi perang tanding mereka berdua dengan sangat dahsyat sekali, saling pukul dada, sama-sama memakai tipuan, berhamburan tanahnya, sama-sama perkasa sampai lemah lunglai mereka berdua, tak ada yang kalah, sama-sama menyelinap, karena perang tanding itu bagaikan pergumulan sanghyang kala-kali, dikemudian hari semoga tempat ini bernama Kali, setelah dapat bernafas sejenak, beliau Sri Batu Putih memerintahkan pasukannya untuk menghadang langkahnya sang raksasa, akhirnya bertemu beliau sedang membuka cecepan (tempat tembakau), lagi dikejar raksasa itu berjalan ketengah kabut, lesu berhangsur-hangsur nafasnya naik, setelah ketemu ditempat dimana bersembunyi memijit dan mengusa-usap kakinya, berkata beliau Sri Batu Putih, kelak semoga dikemudian hari, tempat menghadang sang raksasa menjadi tempat bernama Tambak, tempat dimana beliau membuka tembakau bernama Sesepan, tempat nafas tertatih-tatih bernama Ungah-ungahan, dan tempat mengusap-usap kaki bernama Gaing-gaingan, setelah payah mereka berdua dan duduk ditanah dan berujar salah satunya, berkata Sri Batu Putih, "Hai kamu raksasa, siapa kamu, dari mana, sakti tak tertandingi, tak bisa dikalahkan kamu, apa maksud kamu datang kemari, kasih tahu aku", "Om, Om, Om, sang maha sakti, aku bergelar Sri Batu Ireng, dari Bedahulu, datang kemari hendak bertemu kakakku, yang bernama Sri Batu Putih, Om, Om, Om", "aduh adikku, aku Sri Batu Putih",
seketika itu kaget beliau berdua, berpelukan, bergulingan di tanah, karena saking bahagianya beliau berdua, dan disambut oleh seluruh pasukan dan rakyatnya, berujarlah beliau berdua, semoga kelak disini dibangun pura bernama Ulun Swi, sebagai tonggak pertemuan dengan sanak saudara. Dengan demikian, nama desa Jimbaran berasal dari kata Jimbarwana (hutan luas) karena perkembangan zaman dan sesuai dengan bahasa setempat menjadi Jimbaran.Sejarah penamaan Jimbaran juga tertuang dalam Prasasti Dhalem Putih Jimbaran. Putra Dhalem Putih yang bernama Dhalem Petak Jingga membangun Pura Ulun Swi, Pura Kahyangan Pangulun Setra, dan Pura Dukuh. Keturunan mereka menjadi Pemangku di parahyangan (tempat suci) tersebut. Isi prasasti sebagaimana diterjemahkan oleh tim (2005:3) adalah sebagai berikut:
Dhalem Putih dengan segera dapat menjumpai orang tersebut tanpa sepatah katapun langsung menikam / menyerang dengan keris pusaka didada lawannya. Senjata Dhalem Putih tidak mampu mengalahkan, kemudian terjadilah tikam menikam silih berganti, ternyata keduanya sama-sama sakti mandraguna, sama teguhnya serta tidak termakan oleh senjata dalam apapun sehingga dalam perkelahian tersebut tidak ada yang kalah dan menang.
Perkelahian semakin seru, semakin dahsyat sehingga binatang-binatang dalam hutan berkeliaran lari tanpa tujuan. Tak seorangpun mengetahui, akhirnya perkelahian itu berhenti dengan sendirinya karena sama-sama payah dan kemudian dilanjukan dengan pergulatan yang lebih seru. Pada suatu saat, perkelahian berhenti kemudian saling bertanya dan masing-masing menyebutkan nama orang tuanya. Ternyata lahir dari orang tua yang sama atau dengan kata lain mereka bersaudara kandung. Dengan berakhirnya perkelahian tersebut (Dhalem Ireng dengan Dhalem Putih) maka mereka menamakan tempat perkelahian itu “Desa Kali”, yaitu suatu daerah tempat mereka perundingan. Kali merupakan sungai kecil yang saat ini masih ada.Selanjutnya, Dhalem Ireng tidak disebutkan lagi, digantikan oleh Dhalem Putih yang memegang peranan penting dalam sejarah. Dalam hutan yang luas, Dhalem Putih bermukim sampai beliau menurunkan seorang putra yang bernama Petak Jingga, beliau menyadari bahwa dalam hutan yang sangat luas hanya tinggal seorang diri tanpa ada penghuni lainnya, sehingga bersamaan dengan kelahiran putra beliau tersebut, hutan itu diberi nama “Jimbaran” Asal Kata “Jimbar” yang artinya luas, dimana penduduknya tidak ada saat itu. Kemudian beliau (Dhalem Putih) menciptakan membangun beberapa parahyangan, antara lain:
- Meru Tumpang/Tingkat sebelas yang disebut Pura Ulun Swi, dimana pada waktu itu I Gusti Tegeh Kuri sebagai pemangkunya.
- Kahyangan Ulun Setra yang sekarang disebut Pura Dhalem Kahyangan, I Gusti Celuk ditunjuk sebagai pemangkunya.
- Meru Tumpang/Tingkat Tiga serta Paibon (kumpulan dadia) yang bernama Pura Dukuh dan Pasek Kusamba sebagai pemangkunya. (Team, 2005:3).
Sumber ketiga terdapat dalam Purana Pura Pucak Kembar disalin oleh I Ketut Sudarsana dalam Bahasa Indonesia berikut:
Peristiwa Bom Bali 2005[sunting | sunting sumber]
Pada tanggal 1 Oktober 2005, serangkaian ledakan terjadi di kawasan ini dalam peristiwa Bom Bali 2005.
Pemerintahan[sunting | sunting sumber]
Pembagian administratif[sunting | sunting sumber]
Kelurahan Jimbaran terbagi dalam 12 Banjar adat, yakni:[4]
- Banjar Ubung
- Banjar Pantai Sari
- Banjar Menega
- Banjar Pesalakan
- Banjar Teba
- Banjar Jero Kuta
- Banjar Kalanganyar
- Banjar Tegal
- Banjar Angga Suara
- Banjar Perarudan
- Banjar Buana Gubug
- Banjar Mekar Sari
dan dua banjar dinas, yakni:
- Lingkungan Taman Griya
- Lingkungan Cenggiling
Tempat ibadah[sunting | sunting sumber]
Parahyangan[sunting | sunting sumber]
Beberapa pura yang ada di kelurahan Jimbaran, antara lain:[4]
- Pemerajan/Sanggah, yang merupakan pura keluarga.
- Pura Banjar, yang ada di masing-masing bale banjar.
- Pura Kahyangan, yang meliputi Pura Puseh, Pura Dalem dan Pura Desa.
- Pura Pakideh, Beberapa pura pakideh desa, yaitu pura yang berada di lingkungan desa adat Jimbaran, antara lain:
- Pura Kahyangan Jagad Ulun Sui
- Pura Parerepan
- Pura Gaing Mas, dahulu sebagai tempat pemujaan para petani garam.
- Pura Tukad Nangka
- Pura Gua Gong
- Pura Kayu Sugih
- Pura Tegeh Sari
- Pura Sarin Buana, sebagai tempat pemujaan oleh para petani.
- Pura Batu Maguung
- Pura Batu Mejan
- Pura Tegal Wangi, sebagai tempat pemujaan oleh para nelayan.
- Pura Dalem Segara
- Pura Samuaya/Muaya, sebagai tempat untuk melaksanakan Upacara Ngusaba Nini (setiap Purnamaning Kalima)
Selain pura-pura tersebut di atas, ada juga pura-pura yang disungsung oleh warga Desa Adat Jimbaran, tapi pangempon (penanggungjawab) sudah diambil oleh keluarga, menurut dresta sejak dulu. Pura-pura ini ada yang berlokasi di gua-gua dan tegal, yaitu:
- Pura Paibon Dukuh di wilayah Banjar Perarudan
- Pura Pasambahyangan Gubug di Gubug
- Pura Batu Maguwung di Sekaang
- Pura Tukad Nangka di Tukad Nangka
- Pura Lempinis di Lempinis
- Pura Celebingkah di Celebingkah
- Pura Tegeh Gumi di Lobok
- Pura Dalem Balangan di Balangan
- Pura Parerepan stana Ida Bhatara Dewa Ayu
Penduduk[sunting | sunting sumber]
Penduduk kelurahan Jimbaran sampai dengan tahun 2016, sebanyak 50.537 jiwa terdiri dari 25.671 laki-laki dan 24.866 perempuan dengan sex rasio 103. Tingkat kelahiran selama tahun 2016 sebanyak 1.395 jiwa dan kematian 44 jiwa. Tingkat migrasi tahun 2016 tercatat, 105 orang pindah dan 6.546 orang pendatang baru.[1]
Pariwisata[sunting | sunting sumber]
Tempat wisata[sunting | sunting sumber]
Berbagai tempat wisata di daerah Jimbaran:
- Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana
- Pantai:
- Pantai Jimbaran (Desa)
- Pantai Muaya Jimbaran
- Pantai Tegal Wangi (wisata memancing, prewedding foto)
Jimbaran terkenal akan wisata kulinernya, yaitu ikan bakar Jimbaran. Wisata kuliner ini dimulai dari inisiatif perkampungan nelayan di Jimbaran yang menjual ikan hasil tangkapan mereka dalam bentuk ikan yang diasap menggunakan sabut kelapa. Pengasapan membuat ikan menjadi matang sempurna, dibandingkan ikan bakar menggunakan api besar yang sering kali hanya membuat bagian luarnya kering sementara dalamnya masih kurang matang. Ikan asap ini disajikan dengan sambal matah atau sambal yang menggunakan bahan-bahan mentah. Sebelum wisata kuliner ikan bakar Jimbaran dikenal hingga dunia internasional, Pantai Jimbaran awalnya menawarkan wisata air. Para nelayan setempat hanya menjual minuman sambil membawa bekal ikan bakar untuk mereka makan. Namun, ternyata banyak wisatawan yang tertarik untuk ikut mencicipi bekal para penjual minuman tersebut hingga akhirnya muncul ide penduduk setempat untuk membuka warung-warung ikan bakar.
Galeri Foto[sunting | sunting sumber]
Referensi[sunting | sunting sumber]
- ^ a b c d e "Kecamatan Kuta Selatan dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. 2018. Diakses tanggal 4 Oktober 2019.
- ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Badan Pusat Statistik. 2010. hlm. 132. Diakses tanggal 14 Juni 2019.
- ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober 2019.
- ^ a b c "ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI - Desa Adat Jimbaran". Scribd. Diakses tanggal 2020-03-12.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
![]() |
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Jimbaran. |
- (Indonesia) Situs Resmi Kabupatén Badung Diarsipkan 2020-03-14 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Situs BPS Kabupatén Badung
- (Indonesia) Prodeskel Binapemdes Kemendagri
- (Inggris) Artikel singkat tentang Jimbaran Diarsipkan 2007-04-26 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Profil singkat di Bali.go.id[pranala nonaktif permanen]