Liwa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Aiken (bicara | kontrib)
Baris 12: Baris 12:
== Pekon ==
== Pekon ==
Liwa yang meliputi satu marga ([[Marga]] Liwa) dan satu kecamatan ([[Balik Bukit, Lampung Barat|Kecamatan Balik Bukit]]) terdiri dari 12 (duabelas) ''pekon'' (desa/kelurahan):
Liwa yang meliputi satu marga ([[Marga]] Liwa) dan satu kecamatan ([[Balik Bukit, Lampung Barat|Kecamatan Balik Bukit]]) terdiri dari 12 (duabelas) ''pekon'' (desa/kelurahan):
* [[Way Mengaku, Balik Bukit, Lampung Barat|Pekon Way Mengaku]]
* [[Way Mengaku, Balik Bukit, Lampung Barat|Way Mengaku]]
* [[Pasar Liwa, Balik Bukit, Lampung Barat|Pekon Pasar Liwa]]
* [[Pasar Liwa, Balik Bukit, Lampung Barat|Pasar Liwa]]
* Pekon Padang Cahya
* [[Padang Cahaya, Balik Bukit, Lampung Barat|Padang Cahya]]
* Pekon Kubuperahu
* [[Kubuperahu, Balik Bukit, Lampung Barat|Kubuperahu]]
* Pekon Sebarus
* [[Sebarus, Balik Bukit, Lampung Barat|Sebarus]]
* Pekon Gunungsugih
* [[Sebarus, Balik Bukit, Lampung Barat|Gunungsugih]]
* Pekon Way Empulau Ulu
* [[Way Empulau Ulu, Balik Bukit, Lampung Barat|Way Empulau Ulu]]
* [[Wates, Balik Bukit, Lampung Barat|Watas]]
* Pekon Watas
* Pekon Padangdalom
* [[Padang Dalom, Balik Bukit, Lampung Barat|Padangdalom]]
* Pekon Sukarame
* [[Sukarame, Balik Bukit, Lampung Barat|Sukarame]]
* [[Padang Dalom, Balik Bukit, Lampung Barat|Bahway]]
* Pekon Bahway
* Pekon Sedampah Indah
* [[Sedampah Indah, Balik Bukit, Lampung Barat|Sedampah Indah]]


== Posisi strategis ==
== Posisi strategis ==

Revisi per 9 Desember 2014 12.19

Liwa adalah ibu kota Kabupaten Lampung Barat. Sebuah kota hujan yang berada di pegunungan Bukit Barisan Selatan. Kota ini meliputi seluruh Kecamatan Balik Bukit.

Letak

Liwa terletak di jalan simpang yang menghubungkan tiga provinsi, yaitu Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Berikut perbatasannya dengan wilayah lainnya:

Utara Pekon Tanjung Raya
Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Selatan Pekon Kembahang
Barat Pekon Tanjung Kemala, Kecamatan Pesisir Tengah, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Pekon

Liwa yang meliputi satu marga (Marga Liwa) dan satu kecamatan (Kecamatan Balik Bukit) terdiri dari 12 (duabelas) pekon (desa/kelurahan):

Posisi strategis

Pemilihan Liwa sebagai ibu kota Kabupaten Lampung Barat memang tepat. Beberapa alasan memperkuat pernyataan ini.

Pertama, tempatnya strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Lampung Barat, sehingga untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh daerah Lampung Barat oleh pemerintah kabupaten akan relatif efektif.

Kedua, Liwa merupakan persimpangan lalu lintas jalan darat dari berbagai arah: Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung sendiri.

Kita mulai menjalankan kendaraan dari arah selatan, yaitu dari Bandar Lampung melewati Gunungsugih (Lampung Tengah), Kotabumi dan Bukitkemuning (Lampung Utara) memasuki Liwa. Dari Liwa, jika belok kanan ke arah utara, seseorang akan menuju Kotabatu, sebuah kota kecil di tepi Danau Ranau untuk selanjutnya dapat melanjutkan perjalanan ke Baturaja dan Palembang.

Sedangkan jika belok kiri ke arah barat, seseorang akan menuju Krui, kota pelabuhan Lampung Barat di pantai barat Lampung (Samudra Hindia). Dari sini, menelusuri pantai barat ke arah utara, seseorang bisa melanjutkan perjalanan memasuki provinsi Bengkulu.

Tapi kalau ingin memilih menelusuri pantai barat ke arah selatan, seseorang akan tembus ke Kotaagung, Kabupaten Tanggamus.

Kondisi alam

Terletak di pegunungan dengan hawa yang sejuk dan panorama yang indah seluas sekitar 3.300 hektare, Liwa adalah eksotisme bagi para pencinta alam. Liwa mencakup beberapa pekon (kelurahan) yang dikelilingi oleh hijaunya bukit-bukit. Dari kejauhan, kebiruan Gunung Pesagi, gunung tertinggi di Lampung (2.262 m), menambah eloknya kota.

Sejak dulu, Liwa terkenal sebagai tempat pemukiman yang menyenangkan, aman, dan damai bagi semua orang. Orang Belanda di masa Kolonial dahulu pun memanfaatkan kota ini sebagai tempat berlibur, beristirahat, dan bersantai.

Beberapa bangunan peninggalan Belanda sebetulnya utuh sebelum gempa tektonik berkekuatan 6,5 skala Richter menghantam kota ini, 15 Februari 1994. Kini, beberapa peninggalan Belanda masih dapat kita lihat seperti tangsi yang kini menjadi Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Balik Bukit dan pesanggrahan (kini Hotel Sindalapai).

Media

Televisi

Untuk saat ini, jika ingin menikmati siaran TV di kota ini harus menggunakan parabola. Karena tidak ada stasiun pemancar siaran TV yang aktif di kota ini. Sebelumnya, telah aktif channel 44 UHF TVRI di kota ini, namun karena teknologi yang sudah maju, pemancar ini berhenti menyiarkan siaran TVRI dan diganti dengan menyiarkan radio RRI Bandar Lampung Pro-3 yang disiarkan di frekuensi 99.3 FM

Radio

Sampai sekarang, ada 3 stasiun radio yang mengudara di kota ini, yaitu Radio Swara Praja 98.6 FM, Radio Mahameru 104.5 FM dan RRI Bandar Lampung Pro-3 LIWA 99.3 FM yang keduanya menjangkau seluruh wilayah kota Liwa dan beberapa wilayah Lampung Barat dan Pesisir Barat. (Untuk RRi Pro-3 hanya menjangkau Way Mengaku, Pasar Liwa, dan Sebarus saja).

Asal-usul nama

Tentang asal usul nama Liwa, Liwa berasal dari kata Al Liwa (bahas arab : Bendera), menurut sejarah secara turun temurun, setelah kemenangan Paksi Pak melawan penguasa Skala Brak kuno, para maulana dari empat kepaksian (Kepaksian Belunguh, Pernong, Bejalan diway, dan Nyerupa) menancapkan bendera kemenangan di puncak gunung pesagi, bendera kemenangan yang dimaksud bernama Al Liwa. Liwa juga nama salah satu marga dari 84 marga di Lampung

Way Setiwang, Way Robok, dan Way Sindalapai yang mengaliri wilayahnya merupakan sumber kekayaan daerah ini. Ditambah pula, penduduk yang masih jarang membuat masyarakat daerah ini menjadi makmur dan sejahtera.

Di daerah ini dulunya terdapat bendungan-bendungan tempat ikan (bidok, bahasa Lampungnya), sehingga terkenallah daerah ini sebagai penghasil ikan. Hampir setiap orang yang datang dari dan ke tempat itu jika ditanya sewaktu bertemu di jalan: "Mau ke mana?" atau "Dari mana?" selalu menjawab: "Jak/aga mit meli iwa" (Dari/hendak membeli ikan).

Lama-kelamaan jawaban itu berubah menjdi "mit meli iwa". Kemudian karena diucapkan secara cepat kedengarannya seperti "mit liwa". Dan, akhirnya daerah ini mereka namakan Liwa.

Kalau kita kontekskan dengan sekarang, Liwa memang menjadi tempat pertemuan ikan laut dari Krui di tepi Samudra Hindia, ikan tawar dari Danau Ranau, dan ikan tawar lain dari sungai dan sawah.

Potensi budaya

Di samping memiliki potensi alamiah seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pariwisata, dan pertambangan, Liwa juga menyimpan sejarah budaya.

Beberapa kebiasaan (tradisi-budaya) yang masih kita temui di Liwa, antara lain upacara-upacara adat seperti nayuh (pesta pernikahan), nyambai (acara bujang-gadis dalam rangka resepsi pernikahan), bediom (menempati rumah baru), sunatan, sekura (pesta topeng rakyat), tradisi sastra lisan (seperti segata, wayak, hahiwang, dll), buhimpun (bermusyawarah), butetah (upacara pemberian adok atau gelar adat), dan berbagai upacara adat lainnya.

Potensi wisata

Kota Liwa mempunyai tempat wisata yang cukup menarik, di antaranya air terjun Kubuperahu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang termasuk sebagian kecil wilayahnya, Pulau Dewa (kuburan yang panjangnya mencapai hampir 3 meter) di desa Jejawi, dan Prasasti Hujung Langit (Batu Tulis Hara Kuning) di Bawang, suasana sejuk karena alam yang masih hijau, dan adat-istiadat setempat (seni-budaya lokal).

Namun Kabupaten Lampung Barat mempunyai belasan tempat wisata seperti Danau Ranau, wisata budaya pekon Kenali, (Belalau), dan pantai sepanjar Pesisir Barat Samudera Indonesia yang dapat diandalkan terutama pantai dan tempat bersejarah.

Salah satunya Situs Prasejarah Batu Jaguar yang terletak di Pekon Purawiwitan, Sumberjaya. Di sini, terdapat sebuah batu menhir yang dipercaya masyarakat dapat memberikan tanda-tanda bila akan terjadi bencana alam. Hal ini terbukti saat gempa Liwa 1994.

Lihat pula