Sumber hukum Islam: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17: Baris 17:
|attr=QS al-Hasyr ayat 7{{sfn|Abu al-Khail|2014|p=11}}}}
|attr=QS al-Hasyr ayat 7{{sfn|Abu al-Khail|2014|p=11}}}}


Asy-Syafi'i mengelompokkan hukum sebagai berikut. Pertama, penjelasan dari Allah dalam Al-Qur'an secara jelas. Kedua, penyebutan hukum dalam Al-Qur'an secara global yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad. Ketiga, hukum yang ditradisikan oleh Nabi Muhammad dalam hal yang tidak terdapat dalam naskah Al-Qur'an.<ref>Ar-Risalah, hlm. 95-105. {{harv|Abu al-Khail|2014|p=19-21.}}</ref>
[[Imam Syafi'i|Asy-Syafi'i]] mengelompokkan hukum sebagai berikut. Pertama, penjelasan dari Allah dalam Al-Qur'an secara jelas. Kedua, penyebutan hukum dalam Al-Qur'an secara global yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad. Ketiga, hukum yang ditradisikan oleh Nabi Muhammad dalam hal yang tidak terdapat dalam naskah Al-Qur'an.<ref>Ar-Risalah, hlm. 95-105. {{harv|Abu al-Khail|2014|p=19-21.}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 19 Agustus 2021 16.05

Kata-kata “Sumber Hukum Islam’ merupakan terjemahan dari lafal Mashâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam literatur hukum Islam klasik maupun ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, periode klasik menggunakan istilah al-adillah al-Syar'iyyah, sedangkan yang dikehendaki dengan mashâdir al-Ahkâm yang digunakan oleh ulama kontemporer sekarang ini juga sesuai dengan istilah al-Adillah al-Syar’iyyah.[1] Kemudian, yang dimaksud dengan Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syariat yang diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menentukan sebuah hukum.[2]

Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah sumber legislasi pertama. Al-Qur'an berisi pokok-pokok syariah beserta kaidah-kaidah hukum. Hukum yang disebutkan secara global berfungsi sebagai isyarat atas tujuan syariat, sehingga dapat diterapkan di setiap zaman dan tempat. Hukum yang dirinci adalah hukum-hukum yang perlu dirinci untuk menutup pintu perselisihan dan perdebatan, seperti masalah keyakinan dan pokok-pokok ibadah, atau hukum-hukum yang kekal, seperti hukum waris dan wanita yang haram dinikahi.[3]

Sunnah

Sumber kedua adalah sunnah ("tradisi") Nabi Muhammad. Sunnah menafsirkan banyak hukum dalam Al-Qur'an yang masih umum. Sunnah bisa menjadi sumber pertama di beberapa hukum yang tidak Al-Qur'an sebutkan. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an menunjukkan kedudukan sunnah Nabi Muhammad sebagai sumber hukum.[3]

Apa yang Rasul berikan kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang Rasul larang bagimu, maka tinggalkanlah. وَمَا ءَاتَكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
—QS al-Hasyr ayat 7[4]

Asy-Syafi'i mengelompokkan hukum sebagai berikut. Pertama, penjelasan dari Allah dalam Al-Qur'an secara jelas. Kedua, penyebutan hukum dalam Al-Qur'an secara global yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad. Ketiga, hukum yang ditradisikan oleh Nabi Muhammad dalam hal yang tidak terdapat dalam naskah Al-Qur'an.[5]

Referensi

  1. ^ Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu), 1999, hal 82.
  2. ^ Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 401.
  3. ^ a b Abu al-Khail 2014.
  4. ^ Abu al-Khail 2014, hlm. 11.
  5. ^ Ar-Risalah, hlm. 95-105. (Abu al-Khail 2014, hlm. 19-21.)

Daftar pustaka

  • Abu al-Khail, Sulaiman Abdullah Hamud (2014). Sumber-sumber Agama Islam: Keutaman dan Keistimewaannya (Inilah Islam). Diterjemahkan oleh Budiansyah dkk. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab.