Ibnu Miskawaih: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 23: Baris 23:
'''Ibnu Miskawaih''' adalah salah seorang cendekiawan [[Muslim]] yang berkonsentrasi pada bidang [[filsafat]] [[akhlak]].<ref name="Sarwoko">Soemowinoto, Sarwoko (2008).''Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan''.Jakarta :Penerbit Salemba Medika. Hal 77</ref> Dia lahir di [[Iran]] pada tahun 330 H/932 M dan meninggal tahun 421 H/1030 M.<ref name="Sarwoko"/><ref name="Soedijarto">Soedijarto, dkk (2007).''Ilmu dan Aplikasi Pendidikan''.Jakarta:PT Grasindo. Hal 254 Cet.2</ref> Ibnu Miskawaih melewatkan seluruh masa hidupnya pada masa ke[[khalifah]]an Abassiyyah yang berlangsung selama 524 tahun, yaitu dari tahun 132 sampai 654 H /750-1258 M.<ref name="Ary">Nilandari, Ary (2005).''Memahat Kata, Memugar Dunia:101 Kisah yang menggugah Pikiran''.Bandung:Penerbit MLC. Hal 42-46 Jilid 1</ref> Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih.<ref name="Dahlan">Dahlan, Abdul Aziz (2003).''Pemikiran Falsafi dalam Islam''.Jakarta: Penerbit Djabatan. Hal 88</ref><ref name="Udin">Wahyudin, Udin, dkk (2008).''Fiqih''.Bandung:Grafindo Media Pratama. Hal 37</ref>
'''Ibnu Miskawaih''' adalah salah seorang cendekiawan [[Muslim]] yang berkonsentrasi pada bidang [[filsafat]] [[akhlak]].<ref name="Sarwoko">Soemowinoto, Sarwoko (2008).''Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan''.Jakarta :Penerbit Salemba Medika. Hal 77</ref> Dia lahir di [[Iran]] pada tahun 330 H/932 M dan meninggal tahun 421 H/1030 M.<ref name="Sarwoko"/><ref name="Soedijarto">Soedijarto, dkk (2007).''Ilmu dan Aplikasi Pendidikan''.Jakarta:PT Grasindo. Hal 254 Cet.2</ref> Ibnu Miskawaih melewatkan seluruh masa hidupnya pada masa ke[[khalifah]]an Abassiyyah yang berlangsung selama 524 tahun, yaitu dari tahun 132 sampai 654 H /750-1258 M.<ref name="Ary">Nilandari, Ary (2005).''Memahat Kata, Memugar Dunia:101 Kisah yang menggugah Pikiran''.Bandung:Penerbit MLC. Hal 42-46 Jilid 1</ref> Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih.<ref name="Dahlan">Dahlan, Abdul Aziz (2003).''Pemikiran Falsafi dalam Islam''.Jakarta: Penerbit Djabatan. Hal 88</ref><ref name="Udin">Wahyudin, Udin, dkk (2008).''Fiqih''.Bandung:Grafindo Media Pratama. Hal 37</ref>


Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak daripada sebagai cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang [[kedokteran]], ketuhanan, maupun [[agama]].<ref name="Sarwoko"/> Dia adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah.<ref name="Soedijarto"/> Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi [[sekretaris]] dan [[pustakawan]].<ref name="Soedijarto"/><ref name="Udin"/> Dulu sebelum masuk Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni percaya kepada bintang-bintang.<ref name="Udin"/>
Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak daripada sebagai cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang [[kedokteran]], ketuhanan, maupun [[agama]].<ref name="Sarwoko"/> Dia adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah.<ref name="Soedijarto"/> Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi [[sekretaris]] dan [[pustakawan]].<ref name="Soedijarto"/><ref name="Udin"/> Dulu sebelum masuk Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni percaya kepada bintang-bintang.<ref name="Udin"/>


==Konsep Pemikiran Ibnu Miskawaih==
== Konsep Pemikiran Ibnu Miskawaih ==


Gayanya yang menyatukan pemikiran abstrak dengan pemikiran praktis membuat pemikirannnya sangat berpengaruh.<ref name="Ary"/> Terkadang Ibnu Miskawaih hanya menampilkan aspek-aspek kebijakan dari ke[[budaya]]an-kebudayaan sebelumnya, terkadang dia hanya menyediakan ulasan praktis tentang tentang masalah-masalah [[moral]] yang sulit untuk diuraikan.<ref name="Ary"/> Filosofinya sangat logis dan menunjukkan koherensi serta [[konsistensi]].<ref name="Ary"/>
Gayanya yang menyatukan pemikiran abstrak dengan pemikiran praktis membuat pemikirannnya sangat berpengaruh.<ref name="Ary"/> Terkadang Ibnu Miskawaih hanya menampilkan aspek-aspek kebijakan dari ke[[budaya]]an-kebudayaan sebelumnya, terkadang dia hanya menyediakan ulasan praktis tentang tentang masalah-masalah [[moral]] yang sulit untuk diuraikan.<ref name="Ary"/> Filosofinya sangat logis dan menunjukkan koherensi serta [[konsistensi]].<ref name="Ary"/>


===Konsep tentang Tuhan===
=== Konsep tentang Tuhan ===


Bagi Ibnu Miskawaih, [[Tuhan]] adalah Zat yang jelas atau tidak jelas; jelas karena Tuhan adalah yang ''haq'' (benar), sedang tidak jelas karena kelemahan [[akal]] [[manusia]] untuk menangkap keberadaan Tuhan serta banyaknya kendala kebendaan yang menutupinya.<ref name="Sarwoko"/> Tentu saja ketidaksamaan wujud manusia dengan wujud Tuhan menjadi pembatas.<ref name="Sarwoko"/> Menurutnya, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah [[akal]] aktif, yaitu tanpa perantara sesuatu pun yang bersifat [[kekal]], [[sempurna]], dan tak berubah.<ref name="Sarwoko"/>
Bagi Ibnu Miskawaih, [[Tuhan]] adalah Zat yang jelas atau tidak jelas; jelas karena Tuhan adalah yang ''haq'' (benar), sedang tidak jelas karena kelemahan [[akal]] [[manusia]] untuk menangkap keberadaan Tuhan serta banyaknya kendala kebendaan yang menutupinya.<ref name="Sarwoko"/> Tentu saja ketidaksamaan wujud manusia dengan wujud Tuhan menjadi pembatas.<ref name="Sarwoko"/> Menurutnya, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah [[akal]] aktif, yaitu tanpa perantara sesuatu pun yang bersifat [[kekal]], [[sempurna]], dan tak berubah.<ref name="Sarwoko"/>


===Konsep tentang Akhlak===
=== Konsep tentang Akhlak ===


Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan [[jiwa]] seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.<ref name="Wahyuddin">Wahyuddin, dkk (2009).''Pendidikan Agama Islam''.Jakarta: PT Grasindo. Hal 52</ref> Karakteristik pemikiran Ibnu Miskawaih dalam pendidikan akhlak secara umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak (karakter/watak).<ref name="Ibnu"/> Menurutnya watak itu ada yang bersifat alami dan ada watak yang diperoleh melalui kebiasaan atau latihan.<ref name="Ibnu"/> Dia berpikir bahwa kedua watak tersebut hakekatnya tidak alami meskipun kita lahir dengan membawa watak masing-masing, namun sebenarnya watak dapat diusahakan melalui [[pendidikan]] dan [[pengajaran]].<ref name="Ibnu"/>
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan [[jiwa]] seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.<ref name="Wahyuddin">Wahyuddin, dkk (2009).''Pendidikan Agama Islam''.Jakarta: PT Grasindo. Hal 52</ref> Karakteristik pemikiran Ibnu Miskawaih dalam pendidikan akhlak secara umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak (karakter/watak).<ref name="Ibnu"/> Menurutnya watak itu ada yang bersifat alami dan ada watak yang diperoleh melalui kebiasaan atau latihan.<ref name="Ibnu"/> Dia berpikir bahwa kedua watak tersebut hakekatnya tidak alami meskipun kita lahir dengan membawa watak masing-masing, namun sebenarnya watak dapat diusahakan melalui [[pendidikan]] dan [[pengajaran]].<ref name="Ibnu"/>


===Konsep tentang Manusia===
=== Konsep tentang Manusia ===


Selanjutnya adalah pemikiran Ibnu Miskawaih tentang [[manusia]].<ref name="Ibnu">Maskawaih Ibnu (1389 H).''Tahdzib Al Akhlaq wa Tathhir Al A'raaq''.Beirut:Mansyurah Dar Al Maktabah. Hal 62, Cet 2</ref> Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang manusia tidak jauh berbeda dengan para filosof lain.<ref name="Ibnu"/> Menurutnya di dalam diri manusia terdapat tiga [[daya]], yakni daya [[nafsu]] (al-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya paling rendah, daya berani (al-nafs al-sabu'iyyat sebagai daya pertengahan, dan daya berpikir (al-nafs al-nathiqah)sebagai daya tertinggi.<ref name="Ibnu"/> Dia sering menggabungkan aspek-aspek [[Plato]], [[Aristoteles]], [[Phytagoras]], [[Galen]], dan pemikir lain yang telah dipengaruhi filosofi [[Yunani]].<ref name="Ary"/> Namun ini bukanlah suatu penjarahan budaya,melainkan usaha [[kreatif]] menggunakan pendekatan-pendekatan berbeda ini untuk menjelaskan masalah-masalah penting.<ref name="Ary"/>
Selanjutnya adalah pemikiran Ibnu Miskawaih tentang [[manusia]].<ref name="Ibnu">Maskawaih Ibnu (1389 H).''Tahdzib Al Akhlaq wa Tathhir Al A'raaq''.Beirut:Mansyurah Dar Al Maktabah. Hal 62, Cet 2</ref> Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang manusia tidak jauh berbeda dengan para filosof lain.<ref name="Ibnu"/> Menurutnya di dalam diri manusia terdapat tiga [[daya]], yakni daya [[nafsu]] (al-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya paling rendah, daya berani (al-nafs al-sabu'iyyat sebagai daya pertengahan, dan daya berpikir (al-nafs al-nathiqah)sebagai daya tertinggi.<ref name="Ibnu"/> Dia sering menggabungkan aspek-aspek [[Plato]], [[Aristoteles]], [[Phytagoras]], [[Galen]], dan pemikir lain yang telah dipengaruhi filosofi [[Yunani]].<ref name="Ary"/> Namun ini bukanlah suatu penjarahan budaya,melainkan usaha [[kreatif]] menggunakan pendekatan-pendekatan berbeda ini untuk menjelaskan masalah-masalah penting.<ref name="Ary"/>


==Karya-karya Ibnu Miskawaih==
== Karya-karya Ibnu Miskawaih ==


[[File:Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq.jpg|thumb|right|250px|Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq merupakan karya terkenal milik Ibnu Miskawaih]]
[[Berkas:Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq.jpg|thumb|right|250px|Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq merupakan karya terkenal milik Ibnu Miskawaih]]


Ia telah menyusun kitab ''Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq''.<ref name="Soedijarto"/> Kemudian karyanya yang lain adalah ''Tartib as Sa'adah'', buku ini berisi tentang akhlak dan politik.<ref name="Ary"/> Ada juga Al Musthafa (syair pilihan), Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak), As Syaribah (tentang minuman).<ref name="Ary"/>
Ia telah menyusun kitab ''Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq''.<ref name="Soedijarto"/> Kemudian karyanya yang lain adalah ''Tartib as Sa'adah'', buku ini berisi tentang akhlak dan politik.<ref name="Ary"/> Ada juga Al Musthafa (syair pilihan), Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak), As Syaribah (tentang minuman).<ref name="Ary"/>
Baris 49: Baris 49:
Dalam bidang sejarah, karyanya ''Tajarib Al-Umam'' (pengalaman bangsa-bangsa) menjadi acuan [[sejarah]] dunia hingga tahun 369 H.<ref name="Ary"/> Karya-karya Ibnu Miskawaih dalam bidang [[etika]] dinilai jauh lebih penting daripada karya-karyanya dalam bidang [[metafisika]].<ref name="Ary"/> Bukunya ''Taharat Al A'raq'' (Purity of Desposition), yang lebih dikenal dengan nama ''Tahdhib Al Akhlaq'' ( Cultivation of Morals), menjelaskan tentang jalan untuk meraih kestabilan akhlak yang tepat dalam perilaku yang teratur dan sistematis.<ref name="Ary"/>
Dalam bidang sejarah, karyanya ''Tajarib Al-Umam'' (pengalaman bangsa-bangsa) menjadi acuan [[sejarah]] dunia hingga tahun 369 H.<ref name="Ary"/> Karya-karya Ibnu Miskawaih dalam bidang [[etika]] dinilai jauh lebih penting daripada karya-karyanya dalam bidang [[metafisika]].<ref name="Ary"/> Bukunya ''Taharat Al A'raq'' (Purity of Desposition), yang lebih dikenal dengan nama ''Tahdhib Al Akhlaq'' ( Cultivation of Morals), menjelaskan tentang jalan untuk meraih kestabilan akhlak yang tepat dalam perilaku yang teratur dan sistematis.<ref name="Ary"/>


==Referensi==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}



Revisi per 19 Juni 2016 11.32

Ahmad Ibn Muhammad Miskawaih Razi
Ilmuwan Iran
GelarIbn Miskawaih
NamaAhmad Ibn Muhammad Miskawaih Razi
Lahir330 H /932 M
Ray, Ziyarid Iran
Meninggal421 H /1030M
Isfahan, Kakuyid Iran
EtnisPersia
ZamanZaman Kejayaan Islam
Wilayah aktifIran
Minat utamaSejarah, Teologi, Ilmu Keodkteran, Filsafat Akhlak
Karya yang terkenalTadhib al-akhlaq, Al-Fawz al-Asghar, Tajarib al-umam
Dipengaruhi  oleh
Mempengaruhi
  • Nasir al-Din Tusi, Mulla Sadra

Ibnu Miskawaih adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang berkonsentrasi pada bidang filsafat akhlak.[1] Dia lahir di Iran pada tahun 330 H/932 M dan meninggal tahun 421 H/1030 M.[1][2] Ibnu Miskawaih melewatkan seluruh masa hidupnya pada masa kekhalifahan Abassiyyah yang berlangsung selama 524 tahun, yaitu dari tahun 132 sampai 654 H /750-1258 M.[3] Nama lengkapnya adalah Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Maskawaih.[4][5]

Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak daripada sebagai cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang kedokteran, ketuhanan, maupun agama.[1] Dia adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah.[2] Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi sekretaris dan pustakawan.[2][5] Dulu sebelum masuk Islam, Ibnu Miskawaih adalah seorang pemeluk agama Magi, yakni percaya kepada bintang-bintang.[5]

Konsep Pemikiran Ibnu Miskawaih

Gayanya yang menyatukan pemikiran abstrak dengan pemikiran praktis membuat pemikirannnya sangat berpengaruh.[3] Terkadang Ibnu Miskawaih hanya menampilkan aspek-aspek kebijakan dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya, terkadang dia hanya menyediakan ulasan praktis tentang tentang masalah-masalah moral yang sulit untuk diuraikan.[3] Filosofinya sangat logis dan menunjukkan koherensi serta konsistensi.[3]

Konsep tentang Tuhan

Bagi Ibnu Miskawaih, Tuhan adalah Zat yang jelas atau tidak jelas; jelas karena Tuhan adalah yang haq (benar), sedang tidak jelas karena kelemahan akal manusia untuk menangkap keberadaan Tuhan serta banyaknya kendala kebendaan yang menutupinya.[1] Tentu saja ketidaksamaan wujud manusia dengan wujud Tuhan menjadi pembatas.[1] Menurutnya, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah akal aktif, yaitu tanpa perantara sesuatu pun yang bersifat kekal, sempurna, dan tak berubah.[1]

Konsep tentang Akhlak

Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[6] Karakteristik pemikiran Ibnu Miskawaih dalam pendidikan akhlak secara umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak (karakter/watak).[7] Menurutnya watak itu ada yang bersifat alami dan ada watak yang diperoleh melalui kebiasaan atau latihan.[7] Dia berpikir bahwa kedua watak tersebut hakekatnya tidak alami meskipun kita lahir dengan membawa watak masing-masing, namun sebenarnya watak dapat diusahakan melalui pendidikan dan pengajaran.[7]

Konsep tentang Manusia

Selanjutnya adalah pemikiran Ibnu Miskawaih tentang manusia.[7] Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang manusia tidak jauh berbeda dengan para filosof lain.[7] Menurutnya di dalam diri manusia terdapat tiga daya, yakni daya nafsu (al-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya paling rendah, daya berani (al-nafs al-sabu'iyyat sebagai daya pertengahan, dan daya berpikir (al-nafs al-nathiqah)sebagai daya tertinggi.[7] Dia sering menggabungkan aspek-aspek Plato, Aristoteles, Phytagoras, Galen, dan pemikir lain yang telah dipengaruhi filosofi Yunani.[3] Namun ini bukanlah suatu penjarahan budaya,melainkan usaha kreatif menggunakan pendekatan-pendekatan berbeda ini untuk menjelaskan masalah-masalah penting.[3]

Karya-karya Ibnu Miskawaih

Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq merupakan karya terkenal milik Ibnu Miskawaih

Ia telah menyusun kitab Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq.[2] Kemudian karyanya yang lain adalah Tartib as Sa'adah, buku ini berisi tentang akhlak dan politik.[3] Ada juga Al Musthafa (syair pilihan), Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak), As Syaribah (tentang minuman).[3]

Dalam bidang sejarah, karyanya Tajarib Al-Umam (pengalaman bangsa-bangsa) menjadi acuan sejarah dunia hingga tahun 369 H.[3] Karya-karya Ibnu Miskawaih dalam bidang etika dinilai jauh lebih penting daripada karya-karyanya dalam bidang metafisika.[3] Bukunya Taharat Al A'raq (Purity of Desposition), yang lebih dikenal dengan nama Tahdhib Al Akhlaq ( Cultivation of Morals), menjelaskan tentang jalan untuk meraih kestabilan akhlak yang tepat dalam perilaku yang teratur dan sistematis.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Soemowinoto, Sarwoko (2008).Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan.Jakarta :Penerbit Salemba Medika. Hal 77
  2. ^ a b c d Soedijarto, dkk (2007).Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Jakarta:PT Grasindo. Hal 254 Cet.2
  3. ^ a b c d e f g h i j k Nilandari, Ary (2005).Memahat Kata, Memugar Dunia:101 Kisah yang menggugah Pikiran.Bandung:Penerbit MLC. Hal 42-46 Jilid 1
  4. ^ Dahlan, Abdul Aziz (2003).Pemikiran Falsafi dalam Islam.Jakarta: Penerbit Djabatan. Hal 88
  5. ^ a b c Wahyudin, Udin, dkk (2008).Fiqih.Bandung:Grafindo Media Pratama. Hal 37
  6. ^ Wahyuddin, dkk (2009).Pendidikan Agama Islam.Jakarta: PT Grasindo. Hal 52
  7. ^ a b c d e f Maskawaih Ibnu (1389 H).Tahdzib Al Akhlaq wa Tathhir Al A'raaq.Beirut:Mansyurah Dar Al Maktabah. Hal 62, Cet 2