Lompat ke isi

Gunung Cikur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gunung Cikur adalah sebuah kampung yang terletak di Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung ini terkenal karena keberadaan makam keramat Eyang Dalem (julukan) Raden Arya Kusumah dan mata air yang disebut Cai Kahuripan. Nama "Gunung Cikur" berasal dari tanaman cikur yang ditemukan Tb. Khusairi saat mencari makam keramat tersebut pada akhir abad ke-18.


Sejarah Penamaan Gunung Cikur:

Di akhir abad ke-18, Tb. khusairi kala itu sudah beristri dan dikaruniai dua putri (yang tidak disebutkan namanya), namun beliau berkeinginan untuk memiliki anak laki-laki sebagai penerus, namun doanya belum terwujud.

Beliau bertafakur di makam Ki Buyut Mansyurudin (Banten) dan mendapatkan wangsit untuk mencari dan membersihkan suatu makam yang berada di puncak gunung dan di bawahnya terdapat mata air.

Beliau kemudian mencari-cari mengikuti petunjuk yang diberikan. Tidak terhitung bulan bahkan tahun kala itu hingga beliau hampir berputus asa, yang kemudian beliau meminta petunjuk lagi kepada Gusti Allah. Dalam tafakurnya, beliau melihat sebuah cahaya terang benderang, seperti bintang yang menyala-nyala, seakan malam jadi siang.

Alhamdulillah, berkat karunia Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, akhirnya beliau menemukan apa yang beliau cari. Setelah beliau perhatikan dan periksa, ternyata cahaya terang tersebut adalah cahaya dari sebuah tanaman Cikur. Yang kemudian beliau namakan tempat tersebut sebagai Gunung Cikur.

Ketika beliau membabad atau melakukan pemugaran terhadap wilayah tersebut, beliau menemukan keanehan. Hutan angker di kaki gunung tersebut ternyata sering dijadikan tempat pemujaan oleh kalangan dukun dari kampung seberang.

Sebagai seorang pemeluk agama Islam yang taat, beliau kemudian memerangi para pemuja tersebut (seperti menghancurkan sesajen dan sebagainya). Setelah pembabadan selesai, berita tentang ditemukannya makam keramat Raden Aria Kusumah menyebabkan para peziarah berdatangan. Beliau menjaga makam tersebut agar tidak ada kesyirikan yang terjadi di sana.

Setelah para peziarah mulai ramai, beliau akhirnya menjemput istri serta anak-anaknya. Setelah bermukim dan menjaga makam di Gunung Cikur, akhirnya doa beliau terkabul. Beliau kemudian dikaruniai putra laki-laki yang lahir diawal abad ke-19

Kemudian putranya diberi nama Mansur, penamaan Mansur tersebut berdasarkan tafakur beliau dahulu di makam Ki Buyut Mansyurudin. Setelahnya, beliau memiliki dua putra lagi, pengurus makam kemudian diteruskan oleh putranya, H. Mansur.


Silsilah Keturunan Tb. Khusairi:

1. Anak pertama: perempuan (nama disamarkan)

2. Anak kedua: perempuan (nama disamarkan)

3. H. Mansur

4. Abah Hufni

5. Abah Andur

6. Anak keenam: perempuan (nama disamarkan)


Juru kunci:

- Generasi pertama: Tb. Khusairi

- Generasi kedua: H. Mansur (Wafat 1986)

- Generasi ketiga: H. Samsuri (Wafat 2008)

- Generasi keempat dan seterusnya: Makam sekarang dijaga dan dikelola bersama-sama oleh keturunan Tb. Khusairi.


Catatan: Alangkah baiknya ketika berkunjung untuk ziarah bertanya terlebih dahulu kepada penduduk lokal untuk mendampingi.