Efek pemanasan global pada perkotaan dan penduduk

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemanasan global sudah menunjukan konsekuensi yang negatif, termasuk pada perkotaan dan penduduk.[1][2] Tahun 2019 merupakan tahun yang memilki tahun terpanas sejan 2015 menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3][4] Dan merupakan tahun terpanas ke-2 atau ke-3 semenjak tahun 1850 dalam laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WHO).

Dampak Pemanasan Global Pada Perkotaan dan Penduduk[sunting | sunting sumber]

Cuara yang Ekstrem[sunting | sunting sumber]

Tahun 2003, sekitar 7.000 orang meninggal di Jerman akibat gelombang panas yang menyapu Eropa dan menyebabkan meninggalnya sekitar 70.000 orang.[5]

Kekeringan[sunting | sunting sumber]

Hasil penelitian Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat menyebutkan bahwa andil manusia dalam kekeringan sudah dimulai dari awal abad ke-20.[6] Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bawa perubahan iklim merupakan masalah lingkungan terbesar untuk 100 tahun kedepan dan merupakan tanggung jawab seluru manusia secara kolektif. Di Indonesia, kekeringan telah dialami 822 desa di 24 daerah dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, dengan Kabupaten Bojonegoro dengan keadaan paling kritis. Kondisi ini juga disertai dengan kobaran api yang membakar Gunung Panderman.[7] Tidak hanya di Indonesia, Pemanasan global sudah terjadi dimana-mana termasuk Chili.[8][9] Kekeringan akan menyebabkan kebakaran hutan, dan yang paling banyak terjadi saat ini penyakit daerah tropis seperti demam berdarah (akibat dari migrasi nyamuk aedes aegypti).[10]

Penunuran Kualitas Air[sunting | sunting sumber]

Dikarennakan kekeringan ini penyedian air layak minum pun menurun.[11] Departemen Ekologi Hewan, Evolusi dan Keanekaragaman Hayati Ruhr-Universität Bochum menemukan bahwa Pemanasan global juga berdampak pada air tawar yang mengakibatkan peningkatan kadar asam dalam air tawar akibat pemanasan global.[12] Perubahan iklim juga mempengaruhi jumlah Nitrogen dalam air.[13] Pemanasan global menaikkan suhu planet dan mengurangi jumlah salju yang merupakan sumber air bersih yang penting di belahan Bumi utara. Dikarenakan hal ini, jumlah ketersedian air bersih pun terancam.[14][15] Di Indonesia, Aksi Cepat Tanggap telah menyalurkan bantuan jutaan liter air bersih di berbagai daerah dan membangun sumur wakaf di seluruh Indonesia.[16] Peningkatan gas Metana pun ditemukan danau, waduk dan bendungan.[17]

Penurunan Kualitas Pangan[sunting | sunting sumber]

Dampak kekeringan berdampak sangat besardi sektor pertanian tanaman pangan yang menjadi tumpuan bagi sebagian besar penduduk Indonesia, yang berpengaruh terhadap kerawanan pangan dan penurunan produksi.[18][19] Di Nusa Tenggara Timur yang merupakan Provinsi kepulauan merasakan dampak kekeringan dengan cura hujan yang sangat minim dan mengalami kemungkinan gagal panen di hampir semua daerah.[20] Gagal panen juga dirasakan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.[21] Diperkirakan BAPPENAS kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara bakal meluas.[22] Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyatakan salah satu dampak dari Pemanasan global adalah kurangnya pasokan pangan.[23][24]

Program Pangan Dunia menyatakan dikarenakan kekeringan juga jumlah orang yang kelaparan meningkat di Afrika dan Amerika Latin.[25]

Penurunan Kualitas Udara[sunting | sunting sumber]

Buruknya kualitas udara juga akan disebabkan oleh kekeringan. Akibat krisis iklim, tanah akan menjadi kering dan berdebu seperti gurun.[26] Sekitar 25% polusi udara sekitar perkotaan dari partikel halus berasal dari sektor transportasi, 20% oleh pembakaran bahan bakar domestik dan 15% oleh kegiatan industri termasuk pembangkit listrik.[27] Di Indonesia, pencemaran udara 70% disebabkan oleh hasil emisi kendaraan bermotor.[28] Asap dari kebakaran hutan juga akan menyebabkan ganggunan pernapasan.[29] Pada Juni 2019, Jakarta mendapat rangking pertama untuk kota dengan kondisi udara terburuk.[30] Setiap tahunnya, lebih dari 7 juta orang mengalami kematian dini akibat polusi udara.[31]

Meluasnya Penyakit[sunting | sunting sumber]

Menteri Kesehatan Indonesia membenarkan bahwa Pemanasan global membuat penduduk lebih rentan terhadap penyakit.[32] Perubahan suhu mempengaruhi kualitas udara yang kita hirup sehingga eskalasi di penyakit Asma dan Bronkitis merupakan dampak pertama dari Pemanasan global. Perubahan iklim juga berpengaruh pada penyakit menular seperti Malaria, penyakit seperti ini kini dapat di lihat di daerah yang sebelomnya terbebas dari penyakir ini dikarenakan perubahan dipenyebaran geografis yang disebabkan oleh Perubahan iklim.[33] Pemanasan global juga dapat memicu penyakit dari perubahan suhu yang terlalu ekstrem.[34][35] Suhu yang ekstrem juga bisa mengakibatkan kematian seperti heatstroke dan heat exhaustion.[36][37] Penipisan pada lapisan ozon juga bisa menyebabkan kanker kulit, dikarenakan tidak bisa disaringnya sinar matahari yang mengandung UVA dan UVB yang dapat merusak sel kulit manusia.[38]

Menurut Organisasi Meteorologi Dunia perubahan iklim menyebabkan kenaikan di angka kematian sekitar 250.000 pertahun di antara tahun 2030-2050.[39]

Cara Penduduk di Perkotaan Beradaptasi dengan iklim[sunting | sunting sumber]

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim mengeluarkan laporan yang merupakan hasil penelitian bagaimana kita perlu melakukan transformasi dalam skala besar dalam bidang:[28][40]

Membangun dengan cara yang berbeda[sunting | sunting sumber]

Menurut Matthias Garschagen, kepala Institut Lingkungan dan Keamanan Manusia di Universitas PBB di Bonn perencanaan perkotaan ini bisa melingkupi perubahan materi yang digunakan dalam pembangunan, juga menambah lebih banyak pohon, menyediakan lahan untuk taman di perkotaan, dan membuat koridor udara segar.[5]

Qatar mewarnai jalanan aspalnya dengan warna biru untuk yang diyakini bisa mengurangi panas. Los Angeles telah mengecat jalanannya putih keabu-abuan dengan alasan yang sama.[41][42][43][44][45][46] Selain menyerap lebih sedikit panas, dengan warna yang cerah sinar matahari yang dipantulkan juga menjadi lebih rendah.[47] Peneliti dari Berkeley's Heat Island Group di California, Amerika Serikat mengatakan, mengecat aspal dengan cat khusus berwarna cerah bisa membantu mengurangi hawa panas di perkotaan.[48]

Taman vertikal juga merupakan alternatif yang populer di Italia, Meksiko dan Republik Rakyat Tiongkok.[49] Taman vertikal adalan sebuah konsep untuk mengembalikan alam ke kota-kota besar. Di Eropa, di kota Oberhausen telah mencoba sebuah tembok percobaan yang bahan bangunannya merupakan bagian daris sistem irigasi.[50]

Studi Penilaian Ekosistem Hutan (Forest Ecosystem Valuation Study) mengungkapkan bahwa penerapan ekonomi hijau menyumbang lebih banyak manfaat bagi suatu negara dibandingkan bisnis yang berlangsung pada saat ini. Penerapan ekonomi hijau juga dinilai dapat menurunkan emisi karbon dioksida.[51] Blue print for green economy, menjelaskan bahwa ekonomi hijau (pembangunan berkelanjutan) dapat digunakan sebagai pola pembangunan yang menjaga kehidupan manusia pada hari ini, dan tetap menjaga keberlangsungan kehidupan manusia pada masa depan untuk senantiasa memiliki standar kehidupan yang lebih baik.[52] BAPPENAS juga menyetujui pentingnya pembangunan hijau membawa Indonesia ke tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.[53] Konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam.[54][55]

Hidup dengan cara yang berbeda[sunting | sunting sumber]

berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ambil jika Anda mencari cara untuk mengurangi jejak karbon Anda, yang dapat Anda hitung menggunakan kalkulator jejak karbon:[56][57]

  • Mengubah cara kita berpergian, seperti tidak mengunakan mobil probadi untuk berpergian dan memilih transportasi umum.[58][59][60]
  • Mengurangi konsumsi dangin dan makanan olahannya.[61] Ini dikarenakan Memproduksi makanan dari hewan menggunakan lebih banyak sumber daya daripada makanan dari tanaman.[62] Di konteks yang sama, mengurangi sisa makanan juga hal yang perlu diperhatikan.[56]
  • Gunakan kembali, daur ulang dan juga produk ramah lingkungan.[56][61]
  • Mengurangi gaya hidup konsumtif, karena ini juga berpengaruh pada jumlah sampah yang dihasilkan.[63]
  • Memilih jenis energi yang digunakan, seperti panel surya, kincir angin, dan pembangkit panas bumi, dapat menghasilkan energi bersih dan listrik yang berlimpah.[60]
  • Dan juga mengedukasi kepada sesama tentang masalah ini. Pemanasan global membutuhkan usaha kolektif.[60][61]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "DAMPAK PEMANASAN GLOBAL BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN". Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-08. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  2. ^ Editor (2018-06-08). "Dampak Pemanasan Global Bagi Kehidupan Manusia dan Lingkungan". Lingkungan Hidup. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  3. ^ Devi, Rizky Wika Shintya (2019-09-23). "Tentang Pemanasan Global dan Fakta-fakta Menariknya". detikcom (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. 
  4. ^ "Laporan PBB Ungkap Pemanasan Global Sentuh Suhu Terpanas". Republika Online. 2019-09-23. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  5. ^ a b Welle (www.dw.com), Deutsche. "Bagaimana Cara Kota-Kota Beradaptasi dengan Iklim Lebih Panas? | DW | 28.07.2018". DW.COM. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  6. ^ Ferdian, Habib Allbi. "NASA: Kekeringan di Bumi akibat Manusia Sudah Tampak Sejak 1900-an". Kumparan. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  7. ^ JawaPos.com (2019-07-30). Ginanjar, Dhimas, ed. "Global Warming, Kekeringan, dan Nagara Krtagama". JawaPos.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  8. ^ Reuters (2018-05-15). "Suhu Semakin Panas, Bumi Terancam Kekeringan?". detikcom (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. 
  9. ^ Edwin, Yoseph (2018-01-05). "Seperempat bagian bumi terancam kekeringan". Beritagar.id. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  10. ^ "Pencemaran Udara Terkait Langsung Pemanasan Global, Perubahan Iklim dan Penyakit". HarianSIB.com - Sinar Indonesia Baru. Diakses tanggal 2019-12-12. [pranala nonaktif permanen]
  11. ^ "Global Warming Ancam Ketersediaan Air Layak Minum". www.unair.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-11. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  12. ^ "Pemanasan Global Pengaruhi Kualitas Air Tawar". Gontornews. 2018-01-16. Diakses tanggal 2019-12-11. [pranala nonaktif permanen]
  13. ^ "Perubahan Suhu dan Curah Hujan Berdampak pada Kualitas Air". Tirto.id. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  14. ^ "Pemanasan Global Ancam Pasokan Air". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  15. ^ jimbon, ed. (2009-11-17). "Menilik Dilema Air Bersih". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  16. ^ Act (2019-08-20). "Hadapi Bencana Kekeringan, ACT Salurkan Bantuan Air Bersih". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. 
  17. ^ arief1975. "Kekeringan di Danau Perparah Pemanasan Global". Hijauku.com - Situs Hijau Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. 
  18. ^ BALINGTAN, ADMIN. "Dampak Perubahan Iklim Global Terhadap Bencana Kekeringan Di Indonesia". balingtan.litbang.pertanian.go.id. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  19. ^ Augesti, Afra (2018-10-25). Yulianingsih, Tanti, ed. "7 Bencana Alam Mengerikan Ini Dipicu Pemanasan Global?". Liputan6.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  20. ^ antaranews.com (2010-05-03). Ariwibowo, AA, ed. "Kekeringan NTT Dampak Pemanasan Global". ANTARA News. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  21. ^ "Knowledge Centre Perubahan Iklim - Gagal Panen Akibat Kekeringan Terjadi di Kampar, Riau". ditjenppi.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  22. ^ Nailufar, Nibras Nada (2019-12-08). Nailufar, Nibras Nada, ed. "Mimpi Buruk Pemanasan Global (3): Bukan Cuma Jawa, Seluruh Dunia akan Krisis Air". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  23. ^ Aditya, Ramadhan (2014-04-04). "Penjelasan Terjadinya Krisis Pangan Akibat Pemanasan Global". Okezone.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  24. ^ Nailufar, Nibras Nada (2019-12-08). Nailufar, Nibras Nada, ed. "Mimpi Buruk Pemanasan Global (2): Diracun di Udara dan Lautan". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  25. ^ "WFP: Perubahan Iklim Percepat Kelaparan Dunia". Republika Online. 2018-10-14. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  26. ^ Nailufar, Nibras Nada (2019-12-08). Nailufar, Nibras Nada, ed. "Mimpi Buruk Pemanasan Global (2): Diracun di Udara dan Lautan". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  27. ^ "Hari Lingkungan Hidup 2019 : 13 Fakta Pencemaran Udara Global yang Mengkhawatirkan". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2019-06-06. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  28. ^ a b Editor (2017-08-29). "Pencemaran Udara: Pengertian, Penyebab, Dampak, Polutan dan Penanggulannya". Lingkungan Hidup. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  29. ^ "Jenis Polutan Pencemar Udara Beserta Dampaknya". ilmulingkungan.com - Informasi Mengenai Ilmu Lingkungan (dalam bahasa Inggris). 2014-12-08. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  30. ^ Nugrohojati (2019-07-05). "Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia: Sampai Kapan Kita Abai?". Alpha-I. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  31. ^ "Mengatasi Perubahan Iklim dan Mencegah Kematian akibat Polusi Udara Harus Dilakukan Bersamaan | WRI Indonesia". wri-indonesia.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-31. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  32. ^ "Pemanasan Global Membuat Penduduk Bumi Rentan Penyakit". Liputan6.com. 2008-04-13. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  33. ^ "Pemanasan Global Picu Wabah Penyakit Menular". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  34. ^ Dw (2018-08-16). R., Jeko I., ed. "5 Penyakit Berbahaya Akibat Pemanasan Global". Liputan6.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  35. ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "5 Penyakit yang Bisa Dipicu oleh Pemanasan Global | DW | 17.10.2016". DW.COM. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  36. ^ "Berbagai Penyakit Akibat Pemanasan Global". Alodokter. 2018-06-13. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  37. ^ "Dampak Pemanasan Global Pada Kesehatan Lingkungan dan Manusia". Hello Sehat. 2018-05-13. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  38. ^ Halodoc, Redaksi. "Ini 3 Penyakit Akibat Global Warming". halodoc. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  39. ^ Turangan, Lily (2015-12-21). Dewi, Bestari Kumala, ed. "Dahsyatnya Efek Pemanasan Global terhadap Kesehatan". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  40. ^ "Laporan IPCC 1.5°: Mengubah Cara Membangun dan Hidup di Perkotaan | WRI Indonesia". wri-indonesia.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-10. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  41. ^ Media, Harian Jogja Digital (2019-10-25). "Dilanda Panas Ekstrem, Qatar Cat Aspal Jadi Biru & Pasang AC di Luar Ruangan". Harianjogja.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  42. ^ "Suhu Capai 46 Derajat Celcius, Qatar Cat Jalan Jadi Warna Biru". Digtara (dalam bahasa Inggris). 2019-10-25. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  43. ^ Makkatutu, Irhyl R. (2019-10-24). "Cat Jalanan Jadi Biru, Upaya Unik Qatar Atasi Suhu Panas • Klik Hijau". Klik Hijau. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  44. ^ Nurani, Niken. "Pemerintah Los Angeles Mengecat Jalanan Agar Lebih Dingin". Kumparan. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  45. ^ Junita, Nancy. Newswire, ed. "Suhu Ekstrem, Qatar Pasang AC di Luar Ruangan dan Cat Aspal Jalanan Warna Biru". Bisnis.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  46. ^ "Suhu Ekstrem, Qatar Pasang AC di Luar Ruangan dan Cat Aspal Jalanan Warna Biru". Wartakita. 2019-10-26. Diakses tanggal 2019-12-11. [pranala nonaktif permanen]
  47. ^ "Los Angeles mengecat putih jalanan kota". kitakita.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. 
  48. ^ BeritaSatu.com. "Aspal Berwarna Cerah Bisa Kurangi Hawa Panas". beritasatu.com. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  49. ^ mfajrinet. "Taman Vertikal di China Solusi Perubahan Iklim yang Nyata – mfajri.net" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-11. [pranala nonaktif permanen]
  50. ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "Kebun Vertikal Solusi Jitu Perbaiki Kualitas Udara Perkotaan | DW | 06.02.2018". DW.COM. Diakses tanggal 2019-12-11. 
  51. ^ Linggasari, Yohannie (2015-07-09). "Ekonomi Hijau Sumbang Lebih Banyak Keuntungan bagi Negara". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  52. ^ Aiqani, Nabhan (2019-08-21). "Keniscayaan Ekonomi Hijau". detikcom (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  53. ^ "Akankah Ekonomi Hijau Terwujud?". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2018-11-21. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  54. ^ alamendah (2012-06-02). "Mengenal Pengertian Ekonomi Hijau (Green Economy)". Alamendah's Blog. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  55. ^ www.sayasigap.org. "Pertumbuhan Ekonomi Hijau". www.sayasigap.org (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2019-12-12. [pranala nonaktif permanen]
  56. ^ a b c EDT, Rosie McCall On 9/20/19 at 11:56 AM (2019-09-20). "5 easy lifestyle changes that could help tackle climate change". Newsweek (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  57. ^ "Rhenald Kasali: Ubah Gaya Hidup !". Kompas.com. 2008-08-24. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  58. ^ Afrillia, Dian (2018-10-11). "Mengubah gaya hidup bisa mencegah pemanasan global". beritagar.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-12. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  59. ^ Lamudi (2014-12-08). "Kurangi Global Warming, Lakukan 10 Gaya Hidup ini". Lamudi (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  60. ^ a b c Frischmann, Chad (2019-04-16). "Kiprah generasi muda yang bergerak mengatasi perubahan iklim" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  61. ^ a b c "Lima Cara yang Bisa Kita Lakukan untuk Mencegah Pemanasan Global - Semua Halaman - National Geographic". nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 2019-12-12. 
  62. ^ Rowlatt, Justin (2019-10-11). "'Only big changes' will tackle climate change" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-12. 
  63. ^ Okezone (2008-09-18). "Gaya Hidup Konsumtif dan Global Warming". Okezone.com. Diakses tanggal 2019-12-12.