Bangsa Sumeria

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bangsa Sumeria adalah salah satu bangsa yang menghuni wilayah Mesopotamia sekitar 3000 SM. Leluhur bangsa Sumeria merupakan nomaden yang hidup di padang rumput, gurun dan pegunungan di luar wilayah Mesopotamia. Peradaban bangsa Sumeria termasuk dalam Peradaban Mesopotamia yang telah mengenal tulisan, bilangan dan perhitungan waktu. Para penduduknya bekerja sebagai petani sekaligus pedagang atau peternak. Bangsa Sumeria memuja para dewa khususnya dewa kesuburan. Salah satu teknologi yang telah dikembangkan oleh bangsa Sumeria adalah aspal alami untuk pengedap air.

Pembentukan[sunting | sunting sumber]

Leluhur bangsa Sumeria pada awalnya menghuni padang rumput di sekitar sungai Eufrat dan sungai Tigris sebagai bangsa pemburu-pengumpul.[1] Hunian mereka di gurun dan pegunungan di luar wilayah Mesopotamia dan hidup secara nomaden sambil beternak.[2] Diperkirakan sebelum tahun 4000 SM, leluhur bangsa Sumeria menghuni wilayah perbukitan di sebelah timur Mesopotamia. Setelah terjadi pergantian iklim di Afrika dan Asia yang menimbulkan kekeringan, leluhur bangsa Sumeria kemudian berpindah tempat tinggal di muara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Muara-muara ini merupakan rawa dan hutan lebat yang kemudian diubah menjadi lahan pertanian yang sumber airnya berasal dari sungai Eufrat dan sungai Tigris.[1]

Lembah yang dikelilingi oleh dua sungai yaitu sungai Tigris dan sungai Eufrat dikenal sebagai Mesopotamia.[3] Kesuburan wilayah di lembah sungai Tigris dan sungai Eufrat membuat bangsa-bangsa lain di tepi lembah menginginkan wilayah ini. Mereka mengadakan penyerbuan dan pertarungan untuk merebut lahan pertanian dan irigasi. Kondisi inilah yang kemudian membentuk bangsa Sumeria dengan masyarakat yang mengandalkan pertanian. Masyarakatnya membentuk kepemimpinan dengan pembagian kerja. Pemimpin dipilih dari pribadi yang kuat untuk menjamin keamanan dan kerukunan. Akhirnya terbentuklah jabatan sebagai raja, imam dan hakim.[2]

Permukiman[sunting | sunting sumber]

Bangsa Sumeria telah membangun peradaban sekitar tahun 3500 SM. Mereka mendirikan kota-kota dengan sistem organisasi politik. Pemerintahan diadakan dengan sistem negara-kota yang memiliki etika religius.[4] Bangsa Sumeria mulai menetap di Mesopotamia sekitar tahun 3000 SM.[5] Pembangunan kota-kota oleh bangsa Sumeria dilakukan di atas bukit buatan. Sekeliling kota dibanguni tembok dari batu merah sebagai pertahanan. Rumah-rumah penduduk dibangun di bagian selatan kota. Pada pusat kota atau desa, terdapat tempat kegiatan konstitusi dan kuil untuk ritual keagamaan.[6]

Peradaban[sunting | sunting sumber]

Bangsa Sumeria merupakan bagian dari Peradaban Mesopotamia.[7] Peradaban ini memiliki kebudayaan yang berkembang di Asia Barat.[8] Bangsa Sumeria menulis dengan menggunakan aksara paku. Dalam ilmu hitung, bangsa Sumeria menggunakan bilangan dengan hitungan enam. Hitungan inilah yang kemudian menjadi acuan bagi bangsa Sumeria dalam pembagian waktu menjadi detik, menit dan jam. Bangsa Sumeria juga memiliki pengetahuan di bidang astronomi.[9]  

Mata pencaharian[sunting | sunting sumber]

Mesopotamia memiliki wilayah yang subur untuk pertanian dengan padang rumput yang luas. Masyarakat yang hidup dalam Peradaban Mesopotamia juga telah mampu membangun irigasi melalui pengalian saluran-saluran irigasi. Di sisi lain, Mesopotamia terletak di dua jalur perdagangan yang menghubungkan dua kawasan. Pertama adalah jalur perdagangan yang menghubungkan pantai Laut Tengah dengan Asia Tengah dan India. Kedua, jalur perdagangan yang menghubungkan pantai Laut Tengah dengan Teluk Persia dan Lau Merah. Keadaan geografis di Mesopotamia memungkinkan penduduk dari bangsa Sumeria untuk memiliki mata pencaharian ganda. Penduduknya dapat bekerja di bidang pertanian sambil bekerja di bidang peternakan atau perdagangan.[8]

Bangsa Sumeria mengadakan perdagangan dengan bangsa Dravida. Perdagangan diadakan di wilayah bangsa Sumeria di Lembah Eufrat dan Lembah Tigris. Barang yang diperdagangkan adalah keramik dan permata.[10] Model perdagangan oleh bangsa Sumeria secara barter.[11]

Keyakinan[sunting | sunting sumber]

Bangsa Sumeria meyakini tentang kisah penciptaan dan dewa yang turun dari langit.[12] Tulisan-tulisan kuno bangsa Sumeria mengisahkan mengenai kedatangan para dewa dari bintang-bintang  untuk menjelajahi langit sebelum kembali lagi ke bintang-bintang. Dalam pengisahannya, para dewa mengendarai api atau kapal dengan membawa senjata yang mengerikan. Kedatangan mereka diyakini untuk memberikan kekekalan kepada kaum pria.[13]

Bangsa Sumeria melakukan pemujaan kepada beberapa dewa yaitu dewa air, dewa api, dewa langit dan dewa kesuburan. Khusus untuk dewa kesuburan, pemujaan dilakukan dengan membuat patung-patung dari tanah liat yang berbentuk tubuh wanita. Pemujaan dilakukan di atas bangunan yang disebut ziggurat. Bangunan ini dibuat dari tanah liat dan dibangun di atas gundukan tanah.[9]

Hukum[sunting | sunting sumber]

Sistem hukum mulai ada di kalangan bangsa Sumeria di Babilonia bagian selatan sekitar 3500 SM. Namun sistem ini malah berkembang di Kanaan.[14] Kodifikasi hukum yang dibuat oleh bangsa Sumeria ditemukan dalam bentuk prasasti berukuran setengah kaki dengan penanggalan sekitar 2400 SM. Pemberlakuan hukum ini di Babilonia yang telah dihuni oleh bangsa Sumeria.[15]

Teknologi[sunting | sunting sumber]

Aspal[sunting | sunting sumber]

Bangsa Sumeria telah menggunakan aspal sebagai bahan pengedap air. Aspal digunakan pada bak mandi dan kolam-kolam yang berada di istana dan kuil. Jenis aspal yang digunakan ada dua macam yaitu aspal danau dan aspal batu. Kedua jenis aspal ini termasuk aspal alami yang ditemukan langsung dari alam. Bentuk dari aspal danau seperti dodol sementara aspal batu berupa campuran aspal, tanah, kapur dan lempung yang biasanya bertekstur keras.[7]   

Keruntuhan[sunting | sunting sumber]

Wilayah Mesopotamia yang dikuasai oleh bangsa Sumeria mulai dikuasai oleh bangsa Akkadia sejak abad ke-26 SM. Pada periode 2500–2300 SM, bangsa Akkadia menguasai kota-kota yang dibangun oleh bangsa Sumeria namun tetap mempertahankan kebudayaannya. Bangsa Akkadia mengadopsi sistem tulisan, penanggalan dan cara berbisnis dari bangsa Sumeria. Sekitar 2300 SM, bangsa Sumeria dapat menguasai kembali wilayah yang direbut oleh bangsa Akkadia. Pada masa raja Shirar, bangsa Sumeria menaklukkan bangsa Akkadia sehingga ia menyatakan dirinya sebagai Raja Sumeria-Akkadia. Namun,  bangsa Sumeria-Akkadia ini kemudian ditaklukkan oleh bangsa Syria sekitar tahun 2000 SM. Ketika Hammurabi (1943–1905) berkuasa sebagai raja bangsa Syria, ia memperluas wilayahnya hingga ke Babilonia dan mendirikan Kerajaan Babilonia. Pada masa ini, bangsa Sumeria tidak tercatat lagi dalam sejarah politiknya.[6]    

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Susmihara 2017, hlm. 65.
  2. ^ a b Susmihara 2017, hlm. 66.
  3. ^ Aizid 2018, hlm. 16.
  4. ^ Umar 2009, hlm. 201.
  5. ^ Susmihara 2017, hlm. 64.
  6. ^ a b Umar 2009, hlm. 202.
  7. ^ a b Aizid 2018, hlm. 8.
  8. ^ a b Susmihara 2017, hlm. 62.
  9. ^ a b Susmihara 2017, hlm. 63.
  10. ^ Susmihara 2017, hlm. 115.
  11. ^ Avianti, I., dan Syahrir, S. (Agustus 2020). Akbar, M., dan Nova, F., ed. Digital Governance: Inovasi dengan Etika dan Integritas (PDF). Jakarta: PT. Kaptain Komunikasi Indonesia. hlm. 7. ISBN 978-623-94384-0-1. 
  12. ^ Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2015, hlm. 15.
  13. ^ Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2015, hlm. 16.
  14. ^ Efendi 2019, hlm. 21.
  15. ^ Efendi 2019, hlm. 22.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]