Acara realitas
Acara realitas atau tayang kenyataan (bahasa Inggris: reality show) adalah genre acara televisi yang mendokumentasikan situasi kehidupan nyata yang diklaim tidak memiliki naskah, sering kali menampilkan orang-orang biasa daripada aktor profesional. Acara realitas muncul sebagai genre yang berbeda pada awal tahun 1990-an melalui acara seperti The Real World, kemudian mencapai popularitas besar pada awal tahun 2000-an dengan kesuksesan seri Survivor, Idol, dan Big Brother, yang semuanya berkembang menjadi waralaba global.[1] Acara televisi realitas umumnya diselingi dengan segmen "pengakuan diri", yaitu wawancara singkat di mana para peserta memberikan refleksi atau konteks terhadap peristiwa yang ditampilkan di layar; format ini paling sering digunakan dalam acara realitas Amerika. Acara realitas berbasis kompetisi biasanya menampilkan proses eliminasi bertahap terhadap peserta, baik oleh panel juri, oleh penonton, maupun oleh sesama peserta.
Film dokumenter, berita televisi, acara olahraga, gelar wicara, dan acara kuis tradisional umumnya tidak digolongkan sebagai acara realitas. Beberapa genre program televisi yang sudah ada sebelum tren acara realitas muncul kemudian diklasifikasikan kembali sebagai bagian dari acara realitas, termasuk acara kamera tersembunyi, ajang pencarian bakat, seri dokumenter tentang kehidupan masyarakat umum, acara permainan dengan konsep unik, program perbaikan rumah, dan acara pengadilan yang menampilkan kasus serta persoalan nyata.
Sejak meningkatnya popularitasnya, acara realitas telah mendapat banyak kritik. Para pengkritik berpendapat bahwa dengan menempatkan peserta dalam situasi buatan, mengarahkan perilaku mereka, menyusun alur cerita sebelumnya, menata adegan, serta menyunting rekaman secara menyesatkan, acara televisi realitas tidak benar-benar mencerminkan kenyataan. Beberapa acara bahkan dituduh melakukan rekayasa agar peserta favorit atau yang dianggap lemah dapat memenangkan kompetisi. Kritik lain terhadap acara realitas mencakup tudingan bahwa acara tersebut mempermalukan atau mengeksploitasi peserta; menjadikan individu yang tidak berbakat atau sosok kontroversial sebagai selebritas; serta menampilkan dan memuliakan perilaku yang dianggap tidak pantas.
Sejarah
Format televisi yang menampilkan orang biasa dalam situasi tanpa naskah sudah hampir setua dengan medium televisi itu sendiri. Produser sekaligus pembawa acara Allen Funt memperkenalkan Candid Camera, sebuah acara di mana orang-orang yang tidak curiga dihadapkan pada situasi lucu dan tidak biasa, lalu direkam dengan kamera tersembunyi. Program ini pertama kali tayang pada tahun 1948. Pada abad ke-21, seri tersebut sering dianggap sebagai prototipe dari program televisi realitas.[2][3]
Subgenre
Telah ada berbagai upaya untuk mengklasifikasikan acara televisi realitas ke dalam beberapa subgenre yang berbeda:
- Sebuah penelitian tahun 2006 mengusulkan enam subgenre: romansa, kejahatan, informasional, drama realitas, kompetisi atau permainan, dan bakat.[4]
- Sebuah penelitian tahun 2007 mengusulkan lima subgenre: infotainment, docusoap, gaya hidup, acara permainan realitas, dan program eksperimen gaya hidup.[5]
- Sebuah penelitian tahun 2009 mengusulkan delapan subgenre: "gamedoc", program kencan, program makeover, docusoap, kontes bakat, acara pengadilan, sitkom realitas, serta variasi selebritas dari program lain.[6]
Klasifikasi lain membagi televisi realitas menjadi dua jenis: acara yang berupaya mendokumentasikan kehidupan nyata, dan acara yang menempatkan peserta dalam situasi baru. Dalam sebuah makalah tahun 2003, teoretikus Elisabeth Klaus dan Stephanie Lücke menyebut kategori pertama sebagai "docusoap", yang terdiri dari "realitas naratif", sedangkan kategori kedua disebut "reality soap", yang terdiri dari "realitas performatif".[7]
Sejak tahun 2014, Primetime Emmy Awards menggunakan klasifikasi serupa, dengan kategori penghargaan terpisah untuk program "realitas tidak terstruktur" dan "realitas terstruktur", serta kategori ketiga untuk "kompetisi realitas".
Kritik dan analisis
"Realitas" sebagai istilah yang keliru
Keaslian acara realitas sering kali dipertanyakan oleh para pengkritiknya. Istilah “realitas” dalam genre ini kerap dianggap tidak akurat karena adanya klaim bahwa program tersebut sering kali mencakup unsur-unsur seperti penulisan naskah yang sudah direncanakan sebelumnya (termasuk praktik yang disebut "soft-scripting"), akting, dorongan dari kru di belakang layar untuk menciptakan situasi tertentu yang penuh konflik atau drama, serta penyuntingan yang menyesatkan. Acara realitas sering digambarkan sebagai “penulisan naskah tanpa kertas”.
Dalam banyak kasus, keseluruhan konsep acara bersifat rekayasa, didasarkan pada kompetisi atau situasi yang tidak biasa. Beberapa acara dituduh melakukan kepalsuan demi menciptakan tayangan yang lebih menarik, seperti menyiapkan alur cerita terlebih dahulu, memberikan dialog kepada peserta, hanya menampilkan perilaku peserta yang paling ekstrem, serta memodifikasi alur kejadian melalui proses penyuntingan dan pengambilan gambar ulang.[8][9]
Acara seperti Survivor dan The Amazing Race yang menawarkan hadiah uang tunai diatur di Amerika Serikat berdasarkan hukum federal tentang “acara permainan”, 47 U.S.C. § 509, dan diawasi selama proses syuting oleh staf hukum serta staf standar dan praktik dari jaringan televisi induk. Acara-acara tersebut tidak boleh dimanipulasi dengan cara apa pun yang memengaruhi hasil kompetisi. Namun, penyuntingan yang menyesatkan tidak termasuk dalam kategori pelanggaran terhadap keadilan permainan.
Selain persoalan keaslian, para kritikus media juga berpendapat bahwa acara realitas dapat menimbulkan dampak sosial yang lebih luas. Pada tahun 2022, kritikus televisi majalah Time, Judy Berman, menulis bahwa “sejauh Amerika Serikat telah menjadi tempat yang lebih keras, dangkal, marah, dan terpecah di abad ke-21, televisi realitas — yang turut menormalkan kekejaman, sikap konfrontatif, kedangkalan, dan pengkhianatan, serta memberi penghargaan bagi mereka yang memanfaatkan sifat-sifat tersebut — turut memikul sebagian tanggung jawab.”[10]
Dampak politik dan budaya
Keberhasilan global televisi realitas telah menjadi, menurut pandangan sejumlah analis, sebuah fenomena politik yang penting. Di beberapa negara otoritarian, pemungutan suara dalam acara televisi realitas memberikan kesempatan pertama bagi banyak warga untuk berpartisipasi dalam "pemilihan" yang bebas dan adil dalam skala besar. Selain itu, keterbukaan yang ditampilkan dalam beberapa acara realitas sering kali menghadirkan situasi yang dianggap tabu di budaya konservatif tertentu, seperti dalam acara Star Academy Arab World yang mulai tayang pada tahun 2003 dan menampilkan peserta pria dan wanita yang hidup bersama dalam satu tempat.[11] Versi Pan-Arab dari Big Brother dibatalkan pada tahun 2004 setelah kurang dari dua minggu tayang karena protes publik dan demonstrasi di jalanan.[12] Pada tahun yang sama, jurnalis Matt Labash menyoroti kedua fenomena tersebut dan menulis bahwa “harapan terbaik bagi munculnya Amerika kecil di Timur Tengah mungkin justru berasal dari televisi realitas yang diproduksi oleh dunia Arab.”[13]
Di Indonesia, acara televisi realitas telah melampaui sinetron sebagai program siaran yang paling banyak ditonton.[14] Salah satu program populer, Jika Aku Menjadi, menampilkan anak muda dari kalangan menengah yang sementara waktu ditempatkan dalam kehidupan masyarakat kelas bawah, di mana mereka belajar menghargai kondisi hidup mereka sendiri dengan merasakan keseharian kaum yang kurang beruntung.[14] Para kritikus berpendapat bahwa program ini dan acara serupa di Indonesia justru memperkuat idealisme materialisme dan konsumerisme yang berakar pada budaya Barat.[14] Namun, Eko Nugroho, produser acara realitas sekaligus presiden Dreamlight World Media, menegaskan bahwa acara-acara tersebut tidak bermaksud mempromosikan gaya hidup Amerika, melainkan menjangkau penonton melalui nilai-nilai dan keinginan yang bersifat universal.[14]
Sebagai pengganti drama berskenario
Wakil presiden eksekutif VH1, Michael Hirschorn, menulis pada tahun 2007 bahwa alur cerita dan topik yang diangkat dalam televisi realitas jauh lebih autentik dan menarik dibandingkan dengan drama berskenario. Ia berpendapat bahwa televisi jaringan dengan naskah “masih didominasi oleh variasi dari prosedur kepolisian... di mana sekelompok karakter (beragam secara etnis, gender, dan generasi) terus-menerus menghadapi versi baru dari dilema yang sama. Setiap episode memiliki pola yang dapat ditebak, layaknya teater Jepang Noh,” sementara televisi realitas merupakan “genre paling hidup di layar saat ini. Ia mengangkat isu-isu budaya sensitif — kelas sosial, seksualitas, dan ras — yang jarang disentuh oleh televisi arus utama yang ‘terhormat’.”[15]
Kritikus televisi James Poniewozik menulis pada tahun 2008 bahwa acara realitas seperti Deadliest Catch dan Ice Road Truckers menampilkan kehidupan masyarakat kelas pekerja — jenis karakter yang “dulunya lazim” dalam drama berskenario di televisi jaringan, tetapi menjadi semakin jarang pada era 2000-an. Ia menambahkan, “Demi menarik penonton kelas menengah ke atas, televisi telah ‘mengusir’ para montir dan buruh pelabuhan, menggantinya dengan para yuppie di kedai kopi untuk memperoleh ‘sewa’ yang lebih tinggi.”[16]
Lihat pula
Referensi
- ^ Hill, Annette (2005). Reality TV: Audiences and Popular Factual Television (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-0-415-26152-4.
- ^ Clissold, B. (2004). "Candid Camera and the origins of reality TV: contextualizing a historical precedent". Dalam Holmes, dan Jermyn, D. (eds) Understanding Reality Television. London: Routledge, 33–53.
- ^ McCarthy, A. (2009). "Stanley Milgram, Allen Funt and me: Postwar Social Science and the First Wave of Reality TV". Dalam Ouellette, L., dan Murray, S. (eds). Reality Television Culture. New York: NYU Press.
- ^ Nabi, R.; Stitt, C.; Halford, J.; Finnerty, K. (2006). "Emotional and cognitive predictors of the enjoyment of reality based and fictional television programming: An elaboration of the uses and gratifications perspective". Media Psychology. 8 (4): 421–447. doi:10.1207/s1532785xmep0804_5. S2CID 40707438.
- ^ Hill, A.; Weibull, L.; Nilsson, A. (2007). "Public and popular: British and Swedish audience trends in factual and reality television". Cultural Trends. 16 (1): 17–41. doi:10.1080/09548960601106920. S2CID 144728312.
- ^ Murray, S. & Ouellette, L. (2009). Reality TV: Remaking Television Culture. New York: New York University Press.
- ^ Klaus, E.; Lucke, S. (2003). "Reality TV: Definition". Medien & Kommunikationswissenschaft. 51 (2): 195–212. doi:10.5771/1615-634x-2003-2-195.
- ^ Booth, William (10 Agustus 2004). "Reality Is Only An Illusion, Writers Say - Hollywood Scribes Want a Cut Of Not-So-Unscripted Series". The Washington Post. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 20 September 2005. Diakses tanggal 26 April 2009.
- ^ Ventre, Michael (15 April 2009). "Just how real are reality TV shows? - Shows may exist in a middle ground – not fully scripted nor completely true". MSNBC. Diarsipkan dari asli tanggal 10 April 2009. Diakses tanggal 13 Maret 2018.
- ^ "Reality TV Has Reshaped Our World, Whether We Like It or Not". Time (dalam bahasa Inggris). 4 Agustus 2022. Diakses tanggal 21 April 2025.
- ^ Lynch, Marc (2006). "'Reality is Not Enough': The Politics of Arab Reality TV". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 16 Juli 2011. Diakses tanggal 11 Maret 2011.
- ^ "Arab Big Brother show suspended". BBC News. 1 Maret 2004. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 28 Juli 2011. Diakses tanggal 27 April 2009.
- ^ Labash, Matt (Oktober 18, 2004). "When a Kiss Is Not Just a Kiss". The Weekly Standard. Diarsipkan dari asli tanggal Maret 11, 2007. Diakses tanggal Juli 11, 2006.
- ^ a b c d Onishi, Norimitsu (25 Mei 2009). "Indonesia goes wild for American-style reality TV in a nation where income varies widely, shows offer a look at how others live". International Herald Tribune.
- ^ Hirschorn, Michael (Mei 2007). "The Case for Reality TV". The Atlantic Monthly.
- ^ Poniewozik, James (22 Mei 2008). "Reality TV's Working Class Heroes". Time. Diarsipkan dari asli tanggal 26 Mei 2008.
Bacaan lebih lanjut
Buku
- Andrejevic, M. (2004). Reality TV: The work of being watched. Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers.
- Hallin, D. C., & Mancini, P. (2004). Comparing media systems: Three models of media and politics. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
- Hill, Annette (2005). Reality TV: Audiences and Popular Factual Television. Routledge. ISBN 0-415-26152-X.
- McGee, M. (2005). Self-help Inc.: Makeover culture in American life. Oxford/New York: Oxford University Press.
- Murray, Susan, and Laurie Ouellette, eds. (2004). Reality TV: Remaking Television Culture. New York University Press. ISBN 0-8147-5688-3
- Nichols, Bill (1994). Blurred Boundaries: Questions of Meaning in Contemporary Culture. Indiana University Press. ISBN 0-253-34064-0.
- Nussbaum, Emily (2024). Cue the Sun!: The Invention of Reality TV. Random House. ISBN 978-0525508991.
- S. Holmes & D. Jermyn (eds.), 2004. Understanding reality television. London and New York: Routledge.
- Shoemaker, P. J., & Vos, T. P. (2009). Gatekeeping theory. New York / Abingdon: Routledge.
Artikel
- Andrejevic, M (2008). "Watching television without pity: The productivity of online fans". Television & New Media. 9 (1): 24–46. CiteSeerX 10.1.1.1029.1828. doi:10.1177/1527476407307241. S2CID 144976107.
- Aslama, M (2009). "Playing house: Participants' experiences Of Big Brother Finland". International Journal of Cultural Studies. 12 (1): 81–96. doi:10.1177/1367877908098852. S2CID 145416654.
- Biltereyst, D (2004). "Media audiences and the game of controversy: on Reality TV, moral panic and controversial media stories". Journal of Media Practice. 5 (1): 7–24. doi:10.1386/jmpr.5.1.7/0. S2CID 147854866.
- Boddy, W. (2001). Quiz shows. In G. Creeber (ed.), The television genre book (pp. 79–81). London: British Film institute.
- Cohen, J.; Weimann, G. (2008). "Who's afraid of reality shows? Exploring the effects of perceived influence of reality shows and the concern over their social effects on willingness to censor". Communication Research. 35 (3): 382–397. doi:10.1177/0093650208315964. S2CID 13250076.
- Cooper-Chen, A. (2005). A world of "millionaires": Global, local and "glocal" TV game shows. In A. Cooper-Chen (ed.), Global entertainment media. Content, audiences, issues (pp. 237–251). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
- Godard, Ellis (2003). "Reel Life: The Social Geometry of Reality Shows". Dalam Matthew J. Smith and Andrew F. Wood (ed.). Survivor Lessons. McFarland. hlm. 73–96. ISBN 978-0-7864-1668-4.
- Griffen-Foley, B. (2004). From Tit-Bits to Big Brother: A century of audience participation in the media. Media, Culture & Society, 26(4), 533–548
- Grimm, J. (2010). From reality TV to coaching TV: Elements of theory and empirical findings towards understanding the genre. In A. Hetsroni (ed.), Reality TV: Merging the global and the local (pp. 211–258). New York: Nova.
- Grindstaff, L. (2011). Just be yourself—only more so: ordinary celebrity. in M. M. Kraidy & K. Sender (eds.), The politics of reality television: Global perspectives (pp. 44–58). London and New York: Routledge.
- Hall, A (2003). "Reading realism: Audiences' evaluation of the reality of media texts". Journal of Communication. 53 (4): 624–641. doi:10.1093/joc/53.4.624.
- Hall, A (2006). "Viewers' perceptions of reality programs". Communication Quarterly. 54 (2): 191–211. doi:10.1080/01463370600650902. S2CID 144715771.
- Hall, A (2009). "Perceptions of the authenticity of reality programs and their relationships to audience Involvement, enjoyment, and perceived learning". Journal of Broadcasting & Electronic Media. 53 (4): 515–531. doi:10.1080/08838150903310468. S2CID 11086920.
- Hellmueller, L. C., & Aeschbacher, N. (2010). Media and celebrity: Production and consumption of "wellKnownness." Communication Research Trends, 29(4), 3-35.
- Hetsroni, A., & Tukachinsky, R. H. (2003). "Who wants to be a millionaire" in America, Russia, and Saudi Arabia: A celebration of differences or a unified global culture? The Communication Review, 6(2), 165–178.
- Hill, A.; Weibull, L.; Nilsson, A. (2007). "Public and popular: British and Swedish audience trends in factual and reality television". Cultural Trends. 16 (1): 17–41. doi:10.1080/09548960601106920. S2CID 144728312.
- Holmes, S (2004). "But this time you choose!" Approaching the "interactive" audience in reality TV". International Journal of Cultural Studies. 7 (2): 213–231. doi:10.1177/1367877904043238. S2CID 145409122.
- James, C. (January 26, 2003). "Bachelor No.1 and the birth of reality TV". The New York Times. Diakses tanggal May 22, 2012.
- Katz, E., Blumler, J. G., & Gurevitch, M. (1974). Uses and gratifications research. Public Opinion Quarterly, 37(4), 509–523.
- Kilborn, R. M. (2003). Staging the real. Factual TV programming in the age of Big Brother. Manchester and New York: Manchester University Press.
- Klaus, E., & Lucke, S. (2003). Reality TV: Definition und Merkmale einer erfolgreichen Genrefamilie am Beispiel von Reality Soap und Docu Soap. Medien & Kommunikationswissenschaft, 51 (2), 195–212.
- Livio, o. (2010). Performing the nation: A cross-cultural comparison of idol shows in four countries. in A. Hetsroni (ed.), Reality TV: Merging the global and the local (pp. 165–188). New York: Nova.
- Lundy, L. K.; Ruth, A. M.; Park, T. D. (2008). "Simply irresistible: Reality TV consumption patterns". Communication Quarterly. 56 (2): 208–225. doi:10.1080/01463370802026828. S2CID 144776709.
- Nabi, R. L. (2007). "Determining dimensions of reality: A concept mapping of the reality TV landscape". Journal of Broadcasting & Electronic Media. 51 (2): 371–390. doi:10.1080/08838150701307111. S2CID 143923847.
- Nabi, R. L.; Biely, E. N.; Morgan, S. J.; Stitt, C. R. (2003). "Reality-based television programming and the psychology of its appeal". Media Psychology. 5 (4): 303–330. doi:10.1207/s1532785xmep0504_01. S2CID 17614731.
- Nabi, R. L.; Stitt, C. R.; Halford, J.; Finnerty, K. L. (2006). "Emotional and cognitive predictors of the enjoyment of reality-based and fictional television programming: An elaboration of the uses and gratifications perspective". Media Psychology. 8 (4): 421–447. doi:10.1207/s1532785xmep0804_5. S2CID 40707438.
- Nussbaum, Emily (2024). Cue the Sun! The Invention of Reality Television. New York: Random House. ISBN 9780525508991. OCLC 1412177613.
- Ogle, Tina. "Lord of the Fly-on-the-walls". The Observer. London. Diarsipkan dari asli tanggal December 27, 2002. Paul Watson's UK & Australian docusoaps.
- Ouellette, L., & Hay, J. (2008). Better living through reality TV. Malden, MA: Blackwell Publishing.
- Palmgreen, P., Wenner, L. A., & Rosengren, K. E. (1985). Uses and gratifications research: The past ten years. in K. E. Rosengren, L. A. Wenner & P. Palmgreen (eds.), Media gratifications research: Current perspectives (pp. 11–37). Beverly Hills, CA: Sage.
- Papacharissi, Z.; Mendelson, A. L. (2007). "An exploratory study of reality appeal: Uses and gratifications of reality TV shows". Journal of Broadcasting & Electronic Media. 51 (2): 355–370. doi:10.1080/08838150701307152. S2CID 145099520.
- Patino, A.; Kaltcheva, V. D.; Smith, M. F. (2011). "The appeal of reality television for teen and pre-teen audiences: The power of "connectedness" and psycho demographics". Journal of Advertising Research. 51 (1): 288–297. doi:10.2501/jar-51-1-288-297. S2CID 36976247.
- Price, E (2010). "Reinforcing the myth: Constructing Australian identity in 'reality TV'". Continuum: Journal of Media & Cultural Studies. 24 (3): 451–459. doi:10.1080/10304311003703157. S2CID 29233794.
- Reiss, S.; Wiltz, J. (2004). "Why people watch reality TV". Media Psychology. 6 (4): 363–378. doi:10.1207/s1532785xmep0604_3. S2CID 1235553.
- Riley, S. G. (2010). Temporary celebrity. in S. G. Riley (ed.), Star struck: An encyclopedia of celebrity culture (pp. 294–299). Santa Barbara, CA: Greenwood Press.
- Rose, R. L.; Wood, S. L. (2005). "Paradox and the consumption of authenticity through reality television". Journal of Consumer Research. 32 (2): 284–296. doi:10.1086/432238.
- Shattuc, J. (2001). Confessional talk shows. In G. Creeber (ed.), The television genre book (pp. 84–87). London: British Film institute.
- Sparks, Colin (April 9, 2007). "Reality TV: the Big Brother phenomenon". International Socialism (114).
- Thompson, A.; Stringfellow, L.; Maclean, M. MacLaren; O'Gorman, K.D. (2015). "Puppets of Necessity? Celebritisation in Structured Reality Television" (PDF). Journal of Marketing Management. 31 (5–6): 478–501. doi:10.1080/0267257X.2014.988282. hdl:10871/16559. S2CID 56206894.
- Thornborrow, J.; Morris, D. (2004). ""Gossip as strategy: The management of talk about others on reality TV show "Big Brother". Journal of Sociolinguistics. 8 (2): 246–271. doi:10.1111/j.1467-9841.2004.00260.x.
- Tincknell, E.; Raghuram, P. (2002). "Big Brother: Reconfiguring the "active" audience of cultural studies?". European Journal of Cultural Studies. 5 (2): 199–215. doi:10.1177/1364942002005002159. S2CID 145465401.
- Waisbord, S (2004). "Mc TV: Understanding the global popularity of television formats". Television & New Media. 5 (4): 359–383. CiteSeerX 10.1.1.469.7883. doi:10.1177/1527476404268922. S2CID 220732538.
- Walter, T (2010). "Jade and the journalists: Media coverage of a young British celebrity dying of cancer" (PDF). Social Science & Medicine. 71 (5): 853–860. doi:10.1016/j.socscimed.2010.06.003. PMID 20619523. S2CID 205208602. Diarsipkan dari asli (PDF) tanggal December 10, 2015.
- West, E. (2010). Reality nations: An international comparison of the historical reality genre. in A. Hetsroni (ed.), Reality TV: Merging the global and the local (pp. 259-277). New York: Nova.
- Zillmann, D. (1988). Mood management: Using entertainment to full advantage. in L. Donohew, H. E. Sypher, & T. E. Higgins (eds.), Communication, social cognition and affect (pp. 147–171). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Pranala luar
- (Inggris) The Reality of Reality Television, Penilaian Mark Greif terhadap Acara Realitas dari n+1