Abses retrofaring

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Abses retrofaring merupakan kondisi medis yang ditandai dengan adanya peradangan yang disertai pembentukan nanah pada daerah retrofaring.[1] Penyakit ini dapat terjadi karena terdapat infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari infeksi pada hidung, adenoid, nasofaring, dan sinus paranasal yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa.[2] 90% kasus abses retrofaring ditemukan pada anak-anak usia di bawah 6 tahun.[3]

Gejala[sunting | sunting sumber]

Tanda dan gejala umum dari abses retrofaring meliputi:

Pada anak-anak, gejala-gejala ini bisa lebih sulit terdeteksi karena kadang-kadang mereka tidak dapat mengungkapkan ketidaknyamanan secara jelas.

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Penyebab dari abses retrofaring dapat berasal dari infeksi gigi, dimana pada penderita didapatkan gigi berlubang dan gigi goyang sejak ± 5 tahun dengan penyakit komorbid diabetes melitus.[1] Studi kasus yang lain menyebutkan bahwa penyebab abses retrofaring pada dewasa diantaranya penetrasi benda asing, trauma tumpul, komplikasi tindakan medis (intubasi, pemasangan nasogastric tube (NGT)), tuberkulosis paru, tuberkulosis servikal atau perluasan dari infeksi ruang leher dalam lainnya. Sedangkan pada anak-anak abses retrofaring sering terjadi karena adanya kelenjar limfe retrofaring. Infeksi pada hidung, sinus paranasal dan adenoid sering menyebabkan abses retrofaring.[3]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]

Dokter dapat mendiagnosis abses retrofaring melalui pemeriksaan fisik serta dengan bantuan tes seperti CT scan atau MRI untuk melihat kondisi ruang retrofaring dengan lebih jelas. Sehingga diagnosis dokter ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis disertai aspirasi dan pemeriksaan radiologis.

Tatalaksana[sunting | sunting sumber]

Setiap individu yang mendapat diagnosis abses retrofaring biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit, dimana mereka akan menerima antibiotik dalam bentuk suntikan atau infus, dan akan dirujuk kepada dokter spesialis THT atau ahli bedah kepala-leher. Selain itu, rawat inap diperlukan untuk pengawasan yang ketat terhadap keamanan pernapasan, terutama dalam 24-48 jam pertama setelah terapi dimulai. Jika ada tanda-tanda penyumbatan saluran napas, tindakan pengeluaran nanah melalui operasi harus dilakukan secepatnya untuk menghilangkan penyumbatan.[5]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Meskipun tidak selalu dapat dihindari, tindakan pencegahan seperti mengobati infeksi tenggorokan dengan cepat, menjaga kebersihan mulut dan tenggorokan, serta menghindari luka pada area tersebut dapat membantu mengurangi risiko terjadinya abses retrofaring.

Pengobatan medis yang tepat terhadap infeksi pada saluran napas bagian atas memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya abses retrofaring. Antibiotik yang diresepkan oleh dokter harus dikonsumsi secara penuh sesuai petunjuk untuk memastikan bahwa infeksi telah diatasi sepenuhnya. Mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter merupakan tindakan yang tidak disarankan karena dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, yang kemudian dapat menghambat efektivitas terapi pada infeksi yang mungkin terjadi di masa mendatang.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f Kusuma, Yuan Ariawan; Surarso, Bakti (2012). "PENATALAKSANAAN ABSES RETROFARING DENGAN KOMPLIKASI MEDIASTINITIS DAN EMPIEMA TORAKS" (PDF). Jurnal THT-KL. Volume 5 (Nomor 1): 14–27. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k Rambe, Andrina (2003). "Abses Retrofaring". ResearchGate. Diakses tanggal 2023-11-29. 
  3. ^ a b c d e f g h Morina, Elniza; Novialdi; Asyar, Ade (2018). "Laporan Kasus: Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Retrofaring pada Dewasa". Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 7 (Nomor 2): 58–63. 
  4. ^ Dirgantara, Bhintang; Hairani, Hairani (2021). "Sistem Pakar Diagnosa Penyakit THT Menggunakan Inferensi Forward Chaining dan Metode Certainty Factor". Jurnal Bumigora Information technology. Volume 3 (Nomor 1): 2685–4066. doi:https://doi.org/10.30812/bite.v3i1.1241 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  5. ^ a b c d e Care, A. I. "Penyakit Abses Retrofaring - Definisi, Penyebab, Gejala, dan Tata Laksana". AI Care. Diakses tanggal 2023-11-29.