Suku Dayak Simpakng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dayak Simpakng atau sering kali disebut dengan istilah Dayak Simpang saja, terutama orang luar yang tidak terbiasa melafalkan bunyi konsonan Dayak Simpakng atau sering kali disebut dengan istilah Dayak Simpang saja, terutama orang luar yang tidak terbiasa melafalkan bunyi konsonan sebelum nasal (huruf k sebelum ng), adalah salah satu subsuku Dayak yang umumnya bermukim di Kecamatan Simpang Hulu dan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. Sebagian kecil mereka juga terdapat perbatasan wilayah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sanggau, tepatnya di sepanjang daerah aliran Sungai Banjur, Semandang, Baram, dan Kualatn.

Asal - Usul[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan cerita umum yang ditemukan, kelompok etnis Dayak Simpakng berasal dari Tanah Tamba Rawang di Sukadana yang berpindah ke Tanah Simpakng/Banua Simpakng. Adanya perubahan politik di Kerajaan Sukadana dan menyebarnya agama Islam membuat Orang Dayak Simpakng kemudian bermigrasi secara besar-besaran ke Banua Simpakng karena beberapa alasan, seperti: pertimbangan keamanan dan ketertarikan akan potensi alam di Banua Simpakng, Gelombang perpindahan yang kedua disebabkan adanya pemaksaan untuk pembayaran pajak blesting atas kerja sama Kerajaan Tanjungpura dengan Kompeni Belanda. Penemuan lokasi yang disebut Banua Simpakng dilakukan secara tidak sengaja.

Alkisah seseorang yang bernama Mangku Lurah (pemimpin suku Dayak Simpakng) bersama 9 orang rakyatnya sedang pergi berburu dan melihat seekor babi besar yang bentuknya aneh. Meskipun kepala babi ini ditumbuhi bambu dan rotan, namun tetap dikejar oleh Mangku Lurah mengingat saat itu rakyatnya sedang dalam ancaman kelaparan dan wabah penyakit. Pengejaran yang dilakukan terhadap seekor babi ini membawa mereka ke tempat yang penuh dengan sumber makanan. Mangku Lurah lalu memutuskan kembali ke Tambak Rawang. Kemudian ia mengajak semua rakyatnya pindah ke Banua Simpakng. Migrasi mereka lakukan dengan mengendarai perahu besar menyusuri Sungai Semendang. Rombongan tersebut sempat membangun pusat permukiman di Pauh Goncong untuk selanjutnya menyebar ke beberapa tempat.

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Penutur bahasa Dayak Simpakng adalah orang Dayak Simpakng yang pada umumnya bermukim di Kecamatan Simpang Hulu dan Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Pembagian empat kelompok Dayak Simpakng berdasarkan wilayah adat (tempat bermukim), terbagi menjadi: Sungai Kualatn, Semanakng, Banjur dan Baram, membuktikan adanya kaitan antara perbedaan wilayah adat dengan perbedaan logat bahasa dan kosa katanya.

Oleh karena itu, berdasarkan karakteristiknya bahasa Dayak Simpakng dapat dibagi ke dalam 4 dialek, seperti berikut:

1) Dialek Banyur. Subsuku Dayak Simpakng yang bertutur dialek Banyur atau Banjur bermukim di sepanjang Sungai Banjur yang memanjang dari utara hingga ke selatan, maupun di kampung-kampung sekitarnya. Kampung-kampung tersebut adalah Kampung Simpang Dua, Selantak, Bukang, Banjur, Karab, Sebori, Pemocah, Pantan, Kemora, Merangin, Mentawak Biring, Lembawang, Natai Kruing, Sekatap, dan Sama. Jumlah penuturnya sekitar 5.900 jiwa.

2) Dialek Kualatn. Penutur bahasa Simpakng berdialek Kualatn bermukim di sepanjang Sungai Kualatn. Jumlahnya diperkirakan sekitar 11.162 jiwa, ditambah dengan para penutur yang tersebar di tiga kampung di Kec. Meliau yang diperkirakan berjumlah 626 jiwa. Orang-orang yang bermukim di bagian hulu Sungai Kualatn, terutama di Kampung Loko dan Botong, memiliki perbedaan dialek dengan para penutur dialek bahasa Kualatn yang bermukim di bagian tengah. Dialek di bagian hulu sungai tersebut terdengar lebih lantang dan cepat. Bahkan, beberapa kosakata dalam dialek Kualatn yang terdapat di kedua kampung ini gaya pengucapannya dipengaruhi oleh bahasa Dayak Desa dan bahasa Kancikng yang berbatasan langsung dengan kedua kampung ini.

3) Dialek Semanakng. Dikenal pula dengan istilah dialek Semandang. Penutur awalnya bermukim di sepanjang Sungai Semanakng dan sekitarnya. Dalam perkembangannya, dialek Semanakng dituturkan pula oleh orang-orang yang bermukim di perkampungan yang jauh dari Sungai Semanakng, seperti Kampung Sie Mara, Kenanga, Sei Nibung, Pergung, Kesio, Pantong, Setutuh, Legong, Taga, Paser, Tolus, Selangkut, Kek Lipur, Deraman, Sei Tontang dan Selirang. Jumlah penuturnya sekitar 7.749 jiwa.

4) Dialek Sajan. Dialek Sajan sering kali dinamai oleh masyarakat sekitar sebagai bahasa Saje dan Baram. Kelompok orang Sajan tergolong kecil, baik dari segi jumlah maupun wilayah penyebarannya. Dialek Sajan kadang menjadi bahan kelakar bagi para penutur bahasa Simpakng berdialek lain karena keunikannya. Hal ini dalam batas tertentu berakibat pada keengganan generasi muda untuk berkomunikasi dalam bahasa Simpakng berdialek Sajan, karena alasan malu. Penutur bahasa ini hanya bermukim di 2 wilayah kampung, yaitu Kampung Baram dan Tanjung Maju. Baram terletak di Kec. Simpang Hulu, sedangkan Tanjung Maju secara administratif berada di Kec. Laur. Jumlah penutur bahasa Simpakng berdialek Sajan yang tinggal di kedua kampung ini sekitar 799 jiwa.

Pada dasarnya keempat dialek bahasa Simpakng yang dipaparkan di atas memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain. Para penutur bahasa Simpakng berdialek Banyur, Kualatn dan Semanakng tidak akan mengalami kesulitan untuk saling berkomunikasi di antara mereka, meskipun mereka juga bisa saling mengidentifikasi jika lawan bicaranya memiliki perbedaan dialek bahasa. Akan halnya dialek Sajan atau Baram memiliki perbedaan yang cukup berarti.