Antinomianisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Taurat yang sudah dianggap tidak perlu lagi oleh Antinomianisme

Antinomianisme adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani anti dan nomos. Anti berarti melawan.[1] Nomos berarti hukum.[1] Antinomianisme berarti anti terhadap hukum.[1] Ajaran ini mengajarkan bahwa orang-orang Kristen telah dibebaskan dari hukum Taurat dan tidak perlu melakukan hukum Taurat lagi karena orang-orang Kristen telah mendapat kasih karunia Allah.[1] Selain itu, di dalam Teologi, Antinomianisme diartikan sebagai seseorang yang yakin bahwa hanya iman, bukan hukum moral yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan.[2] Dalam suatu arti teologis, seseorang juga cenderung memandang rendah, dan memandang dirinya sendiri di atas semua hukum dan aturan-aturan sosial yang disebabkan iman, rahmat atau suatu pengetahuan khusus yang memungkinkan keselamatan.[2]

Sejarah dan Perkembangannya[sunting | sunting sumber]

Antinomianisme sebagai sebuah paham yang paling radikal, muncul pada abad ke-2 dan ke-3 di suatu sekte Adamit dari Afrika Utara.[1] Pada saat itu, banyak sekali aliran-aliran dalam Gnostik yang bersifat antinomian.[1] Adapun aliran-aliran Gnostik yang diberikan oleh Demiurgos dan Martin Luther ini, mengajarkan bahwa hukum Taurat menyadarkan setiap orang atas segala dosa yang telah diperbuatnya.[1] Namun, ajaran dari Luther ini ditentang oleh Yohanes dari Agrrikola yang mengatakan bahwa, hukum Taurat itu tidak mempunyai makna atau manfaat apapun.[1] Yohanes dari Agrrikola juga mengatakan, bahwa suatu pertobatan itu terjadi bukan karena hukum Taurat, tetapi terjadi lewat pemberitaan Injil Keselamatan.[1] pernyataan inilah yang menyebabkan sehingga terjadi perdebatan hebat antara Luther dan Yohanes.[1] Pada tahun 1537 hingga tahun 1540, Luther terus melakukan perdebatan dengan Yohanes, dengan menekankan bahwa peranan hukum taurat dalam kehidupan umat Kristen itu sangat penting. Hal inilah yang menyebabkan, sehingga pada tahun 1539 Luther berhasil menghasilkan suatu tulisan yang melawan Antinomianisme tersebut.[1] Adapun isi dari tulisan martin Luther ini dibuat dengan tujuan menentang perkataan Yohanes, untuk melawan dosa dan memberi peraturan kehidupan bagi mereka yang percaya kepada Kristus.[1] Adapun ada beberapa kegunaan dari hukum taurat yang dirumuskan menurut Luther tersebut yaitu: (a) Untuk melawan dosa, (b) Untuk menetapkan kesopanan umum dalam masyarakat pada umumnya, (c) Untuk memberi peraturan kehidupan bagi mereka yang percaya kepada Kristus.[1] Menurut Luther, ketiga kegunaan yang dirumuskan itu harus diberlakukan dalam kehidupan masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat dapat patuh dan taat kepada hukum taurat yang ada tersebut.[1] Selain itu juga, ada pandangan yang berasal dari seorang teologi Wesley mengenai antinomianisme. Pandangan ini mengatakan bahwa Antinomianisme merupakan suatu keyakinan tentang karya penebusan Kristus di Salib, yang memberikan suatu pembebasan dari berbagai bentuk tanggung jawab moral bagi orang-orang yang dipilih.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n F. D. Willem. 2006. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 23.
  2. ^ a b lorens. 2000. "Kamus Filsafat". Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. hlm. 56.
  3. ^ Collins, Michael dan Price, A Matthew. 2006. " Millennium The Story of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius. hlm 165-166.