Petrus Abelardus: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8: Baris 8:


=== Menjadi tenar ===
=== Menjadi tenar ===
Sekitar tahun 1100, Abelardus sampai di [[Paris]]. Di [[sekolah katedral]] dari [[Notre Dame de Paris]] (sebelum dibangunnya [[katedral]] yang digunakan sampai saat ini), ia diajar selama beberapa waktu oleh [[:en:William of Champeaux|William dari Champeaux]] (yang kemudian menjadi Uskup [[Châlons-en-Champagne]]), murid [[:en:Anselm of Laon|Anselmus dari Laon]] (<u>bukan</u> Anselmus dari Canterbury) —seorang pelopor [[Realisme]].<ref name="CBD" /> Dalam masa inilah ia mengganti nama keluarganya menjadi "Abelardus" ({{lang-fr|Abélard}}, {{lang-la|Abaelardus}}). Dalam kisah di [[otobiografi]]nya (''Historia Calamitatum''), Abelardus menggambarkan William berubah dari yang sebelumnya mendukung dia menjadi menentangnya, sejak Abelardus menunjukkan kemampuannya mengalahkan sang guru dalam perdebatan; sumber lama mengatakan bahwa [[konseptualisme]]<ref name="Simon"/> Abelardus mengalahkan teori realisme, namun, bagaimanapun pemikiran Abelardus sebenarnya nyaris serupa dengan pemikiran William dibanding kisah yang diceritakannya.<ref name=Marenbon-15>{{en}} {{harvnb|Marenbon|2004|p=15}}.</ref> Hal itu terjadi dalam rentang waktu dimana Abelardus juga memicu pertengkaran dengan Roscellinus —yang adalah gurunya juga.<ref name=EB/> Untuk menandingi gurunya, Abelardus mendirikan sekolah sendiri, yang pertama di [[Melun]], suatu daerah favorit keluarga kerajaan; kemudian sekitar tahun 1102-11-4, demi kompetisi langsung, ia pindah ke [[Corbeil-Essonnes]], dekat Paris.<ref name="Calamitatum" />
Sekitar tahun 1100, Abelardus sampai di [[Paris]]. Di [[sekolah katedral]] dari [[Notre Dame de Paris]] (sebelum dibangunnya [[katedral]] yang digunakan sampai saat ini), ia diajar selama beberapa waktu oleh [[:en:William of Champeaux|William dari Champeaux]] (yang kemudian menjadi Uskup [[Châlons-en-Champagne]]), murid [[:en:Anselm of Laon|Anselmus dari Laon]] (<u>bukan</u> Anselmus dari Canterbury) —seorang pelopor [[Realisme]].<ref name="CBD" /> Dalam masa inilah ia mengganti nama keluarganya menjadi "Abelardus" ({{lang-fr|Abélard}}, {{lang-la|Abaelardus}}). Dalam kisah di [[otobiografi]]nya (''Historia Calamitatum''), Abelardus menggambarkan William berubah dari yang sebelumnya mendukung dia menjadi menentangnya, sejak Abelardus menunjukkan kemampuannya mengalahkan sang guru dalam perdebatan; sumber lama mengatakan bahwa [[konseptualisme]]<ref name="Simon"/> Abelardus mengalahkan teori realisme, namun, bagaimanapun pemikiran Abelardus sebenarnya nyaris serupa dengan pemikiran William dibanding kisah yang diceritakannya.<ref name=Marenbon-15>{{en}} {{harvnb|Marenbon|2004|p=15}}.</ref> Dan William beranggapan bahwa Abelardus terlalu [[sombong]].<ref name="Sellner2008">{{en}} {{cite book|author=Edward Cletus Sellner|title=Finding the Monk Within: Great Monastic Values for Today|url=http://books.google.com/books?id=xR7cxJ6mnboC&pg=PA238|year=2008|publisher=Paulist Press|isbn=978-1-58768-048-9|pages=238–}}</ref> Hal itu terjadi dalam rentang waktu dimana Abelardus juga memicu pertengkaran dengan Roscellinus —yang adalah gurunya juga.<ref name=EB/> Untuk menandingi gurunya, Abelardus mendirikan sekolah sendiri, yang pertama di [[Melun]], suatu daerah favorit keluarga kerajaan; kemudian sekitar tahun 1102-11-4, demi kompetisi langsung, ia pindah ke [[Corbeil-Essonnes]], dekat Paris.<ref name="Calamitatum" />


Sekolah Abelardus dapat dikatakan sukses dan menonjol, meski dalam suatu masa ia harus melepaskannya dan menghabiskan waktu di Bretagne, ketegangan yang dialaminya terbukti terlalu besar baginya. Sekembalinya, setelah tahun 1108, ia menemukan William menjadi pengajar di [[pertapaan]] Saint-Victor, di luar [[Île de la Cité]]; di sana mereka sekali lagi menjadi saingan, Abelardus menantang William melalui teori "universal"-nya. Abelardus sekali lagi menjadi pemenang, dan ia hampir dapat meraih posisi ''master'' di Notre-Dame. Namun, sementara waktu, William dapat mencegah Abelardus agar tidak mengajar di Paris. Dengan demikian Abelardus terpaksa melanjutkan kembali sekolahnya di Melun, yang mana kemudian ia mampu memindahkannya ke Paris, antara tahun 1110-1112, di ketinggian bukit [[Montagne Sainte-Geneviève]], menghadap Notre-Dame.{{sfn|Chisholm|1911}}
Sekolah Abelardus dapat dikatakan sukses dan menonjol, meski dalam suatu masa ia harus melepaskannya dan menghabiskan waktu di Bretagne, ketegangan yang dialaminya terbukti terlalu besar baginya. Sekembalinya, setelah tahun 1108, ia menemukan William menjadi pengajar di [[pertapaan]] Saint-Victor, di luar [[Île de la Cité]]; di sana mereka sekali lagi menjadi saingan, Abelardus menantang William melalui teori "universal"-nya. Abelardus sekali lagi menjadi pemenang, dan ia hampir dapat meraih posisi ''master'' di Notre-Dame. Namun, sementara waktu, William dapat mencegah Abelardus agar tidak mengajar di Paris. Dengan demikian Abelardus terpaksa melanjutkan kembali sekolahnya di Melun, yang mana kemudian ia mampu memindahkannya ke Paris, antara tahun 1110-1112, di ketinggian bukit [[Montagne Sainte-Geneviève]], menghadap Notre-Dame.{{sfn|Chisholm|1911}}
Baris 27: Baris 27:
Berikutnya Abelardus menerbitkan pengajaran teologisnya, dalam buku ''Theologia Summi Boni'', yang berisi tafsiran rasionalistik tentang [[dogma]] [[Trinitas]]. Namun dua orang murid Anselmus dari Laon (Alberic dari Rheims dan Lotulf dari Lombardia) memicu kutukan terhadap ajaran Abelardus pada suatu [[sinode]] provinsial di [[Soissons]] tahun 1121. Ia dituduh mengembangkan [[ajaran sesat]] dari [[Sabellius]], lalu ia diperintahkan untuk membakar buku ''Theologia'' tersebut. Selain itu Abelardus juga dikenakan hukuman kurungan untuk selamanya dalam sebuah biara, namun sepertinya telah ada kesepakatan sebelumnya bahwa hukuman tersebut akan dicabut segera, sebab setelah beberapa hari di Biara St. Medard di Soissons, Abelardus kembali ke Biara St. Denis.<ref name=Marenbon-15/>
Berikutnya Abelardus menerbitkan pengajaran teologisnya, dalam buku ''Theologia Summi Boni'', yang berisi tafsiran rasionalistik tentang [[dogma]] [[Trinitas]]. Namun dua orang murid Anselmus dari Laon (Alberic dari Rheims dan Lotulf dari Lombardia) memicu kutukan terhadap ajaran Abelardus pada suatu [[sinode]] provinsial di [[Soissons]] tahun 1121. Ia dituduh mengembangkan [[ajaran sesat]] dari [[Sabellius]], lalu ia diperintahkan untuk membakar buku ''Theologia'' tersebut. Selain itu Abelardus juga dikenakan hukuman kurungan untuk selamanya dalam sebuah biara, namun sepertinya telah ada kesepakatan sebelumnya bahwa hukuman tersebut akan dicabut segera, sebab setelah beberapa hari di Biara St. Medard di Soissons, Abelardus kembali ke Biara St. Denis.<ref name=Marenbon-15/>


Kehidupan Petrus Abelardus di biara terbukti tidak lebih cocok baginya dibanding sebelumnya. Ia lalu melakukan semacam kesenangan berbahaya yang menjengkelkan para rahib lainnya. Seolah-olah suatu [[lelucon]], ia mengutip kata-kata [[Santo]] [[Beda]] untuk membuktikan bahwa pendiri Biara St Denis, yaitu St [[Dionisius orang Areopagus]], adalah [[Uskup]] [[Korintus]], padahal para rahib lainnya selama ini mempercayai pernyataan [[Abbas]] [[:en:Hilduin|Hilduin]] bahwa ia adalah Uskup [[Athena]]. Ketika kontroversi ini mengarah ke tekanan yang tak terelakkan atas dirinya, Abelardus menulis sebuah surat kepada Abbas Adam dengan mengatakan bahwa menurut ''[[Sejarah Gereja (Eusebius)|Historia Ecclesiastica]]''-nya [[Eusebius dari Kaisarea]] dan St [[Hieronimus]], St [[:en:Dionysius, Bishop of Corinth|Dionisius (Uskup Korintus)]] adalah berbeda dengan St Dionisius dari Aeropagus (Uskup Athena dan pendiri biara tersebut), namun untuk menghormati St Bede, ia mengusulkan bahwa St Dionysius dari Aeropagus mungkin juga adalah Uskup Korintus. Abbas Adam lalu menuduhnya menghina biara tersebut dan Kerajaan Perancis (dimana St Denis dipandang sebagai [[santo pelindung]]); kehidupan Abelardus di biara menjadi semakin terhambat, dan akhirnya ia diizinkan untuk pergi meninggalkan biara.{{sfn|Chisholm|1911}}
Kehidupan Petrus Abelardus di biara terbukti tidak lebih cocok baginya dibanding sebelumnya. Ia lalu melakukan semacam kesenangan berbahaya yang menjengkelkan para rahib lainnya. Seolah-olah suatu [[lelucon]], ia mengutip kata-kata [[Santo]] [[Beda]] untuk membuktikan bahwa pendiri Biara St Denis, yaitu St [[Dionisius orang Areopagus]], adalah [[Uskup]] [[Korintus]], padahal para rahib lainnya selama ini mempercayai pernyataan [[Abbas]] (Kepala Biara) [[:en:Hilduin|Hilduin]] bahwa ia adalah Uskup [[Athena]]. Ketika kontroversi ini mengarah ke tekanan yang tak terelakkan atas dirinya, Abelardus menulis sebuah surat kepada Abbas Adam dengan mengatakan bahwa menurut ''[[Sejarah Gereja (Eusebius)|Historia Ecclesiastica]]''-nya [[Eusebius dari Kaisarea]] dan St [[Hieronimus]], St [[:en:Dionysius, Bishop of Corinth|Dionisius (Uskup Korintus)]] adalah berbeda dengan St Dionisius dari Aeropagus (Uskup Athena dan pendiri biara tersebut), namun untuk menghormati St Bede, ia mengusulkan bahwa St Dionysius dari Aeropagus mungkin juga adalah Uskup Korintus. Abbas Adam lalu menuduhnya menghina biara tersebut dan Kerajaan Perancis (dimana St Denis dipandang sebagai [[santo pelindung]]); kehidupan Abelardus di biara menjadi semakin terhambat, dan akhirnya ia diizinkan untuk pergi meninggalkan biara.{{sfn|Chisholm|1911}}


Setelah peristiwa tersebut, Abelardus menetap di Biara St Ayoul of Provins —dimana sang abbas adalah temannya. Kemudian, setelah Abbas Adam meninggal pada bulan Maret 1122, Abelardus dapat memperoleh izin dari abbas yang baru, [[Kepala Biara Suger|Suger]], untuk hidup di tempat sunyi manapun yang ia inginkan. Abelardus memilih sebuah tempat sunyi dekat [[Nogent-sur-Seine]] di [[:en:Champagne (historical province)|Champagne]], ia membangun sebuah [[pondok]] dari jerami dan alang-alang, juga sebuah [[oratorium]] sederhana yang didedikasikan pada [[Trinitas]]; dan jadilah ia seorang [[pertapa]] ([[eremit]]). Ketika hal ini diketahui umum, para murid datang berbondong-bondong dari Paris dan memenuhi padang belantara di sekitarnya dengan tenda dan gubuk mereka. Abelardus mulai mengajar lagi di sana. Oratoriumnya dibangun ulang dengan batu dan kayu, serta didedikasikan kembali sebagai Oratorium dari [[Parakletos]].{{sfn|Chisholm|1911}}
Setelah peristiwa tersebut, Abelardus menetap di Biara St Ayoul of Provins —dimana sang abbas adalah temannya. Kemudian, setelah Abbas Adam meninggal pada bulan Maret 1122, Abelardus dapat memperoleh izin dari abbas yang baru, [[Kepala Biara Suger|Suger]], untuk hidup di tempat sunyi manapun yang ia inginkan. Abelardus memilih sebuah tempat sunyi dekat [[Nogent-sur-Seine]] di [[:en:Champagne (historical province)|Champagne]], ia membangun sebuah [[pondok]] dari jerami dan alang-alang, juga sebuah [[oratorium]] sederhana yang didedikasikan pada [[Trinitas]]; dan jadilah ia seorang [[pertapa]] ([[eremit]]). Ketika hal ini diketahui umum, para murid datang berbondong-bondong dari Paris dan memenuhi padang belantara di sekitarnya dengan tenda dan gubuk mereka. Abelardus mulai mengajar lagi di sana. Oratoriumnya dibangun ulang dengan batu dan kayu, serta didedikasikan kembali sebagai Oratorium dari [[Parakletos]].{{sfn|Chisholm|1911}}


Abelardus menetap di "Parakletos" selama sekitar 5 tahun. Ia mengkombinasikan kehidupannya sebagai seorang pertapa dengan pengajaran [[kesenian]] [[sekuler]] sehingga ia mendapat kritikan keras, dan saat itu ia mempertimbangkan untuk benar-benar meninggalkan [[Kekristenan]].<ref name="Luscombe">{{en}} {{cite web |url=http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1041/Peter-Abelard |author=David Edward Luscombe |title=Peter Abelard |publisher= Encyclopædia Britannica, Inc.}}</ref> Abelardus kemudian memutuskan untuk pergi dan mencari tempat perlindungan lain; dan sekitar tahun 1126-1128 ia menerima tawaran untuk memimpin Biara Saint-Gildas-de-Rhuys, jauh di lepas pantai [[Basse-Bretagne]]. Daerah tersebut tidaklah bersahabat, kawasan yang menjadi sasaran para pelanggar hukum.{{sfn|Chisholm|1911}} Di sana pun hubungannya dengan komunitas biara yang dipimpinnya semakin hari semakin memburuk.<ref name="Luscombe"/>
Abelardus menetap di "Parakletos" selama sekitar 5 tahun. Ia mengkombinasikan kehidupannya sebagai seorang pertapa dengan pengajaran [[kesenian]] [[sekuler]] sehingga ia mendapat kritikan keras, dan saat itu ia mempertimbangkan untuk benar-benar meninggalkan [[Kekristenan]].<ref name="Luscombe">{{en}} {{cite web |url=http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1041/Peter-Abelard |author=David Edward Luscombe |title=Peter Abelard |publisher= Encyclopædia Britannica, Inc.}}</ref> Abelardus kemudian memutuskan untuk pergi dan mencari tempat perlindungan lain; dan sekitar tahun 1126-1128 ia menerima tawaran untuk memimpin Biara Saint-Gildas-de-Rhuys, jauh di lepas pantai [[Basse-Bretagne]]. Daerah tersebut tidaklah bersahabat, kawasan yang menjadi sasaran para pelanggar hukum.{{sfn|Chisholm|1911}} Di sana pun hubungannya dengan komunitas biara yang dipimpinnya semakin hari semakin memburuk.<ref name="Luscombe"/>

Pada bulan April 1129 [[Kepala Biara Suger]] dari St Denis berhasil memenuhi rencananya untuk memiliki komunitas [[biarawati]], dimana termasuk juga Héloïse, yang telah dikeluarkan dari biara di Argentuil, agar propertinya dapat dialihkan untuk Biara St Denis. Héloïse untuk sementara menjadi kepala dari komunitas biara baru tersebut, yang dinamakan [[Parakletos]]. Abelardus menjadi [[abbas]] dan menyusun seperangkat aturan dengan suatu penyesuaian atas cara hidup para biarawati; dalam hal ini ia menekankan keutamaan studi [[sastra]]. Ia juga memberikan buku-buku [[himne]] hasil komposisinya, dan di awal tahun 1130 ia dan Héloïse menyusun suatu kumpulan surat cinta mereka dan surat korespondensi rohaniah.<ref name="Luscombe"/>

Ketidakberhasilan Petrus Abelardus sebagai abbas di Biara Saint-Gildas membuatnya memutuskan untuk mengajar kembali. Tidak dapat dipastikan sepenuhnya kapan ia melakukan hal tersebut, tapi mengingat [[:en:John of Salisbury|Yohanes dari Salisbury]] (Uskup [[Chartres]]) pernah diajar [[dialektika]] oleh Abelardus pada tahun 1136 maka dapat diasumsikan bahwa Abelardus kembali ke Paris dan mengajar lagi di [[Montagne Sainte-Geneviève]]. Ada dugaan juga bahwa pengajarannya termasuk [[logika]], setidaknya sampai tahun 1136, tetapi terutama berkaitan dengan [[Alkitab]], [[etika]] dan [[doktrin]] [[Kristiani]]. Dalam suatu waktu di masa ini Abelardus menuliskan, antara lain, ''Historia Calamitatum'' yang adalah [[otobiografi]]nya. Tulisan tersebut menggerakkan Héloïse untuk menulis surat pertamanya yang berisi suatu ungkapan tak tertahankan dari hasrat [[manusia]] dan pengabdian [[femininitas]].<ref>{{en}} {{cite book |last=Wheeler|first=Bonnie|title=Listening to Héloïse: the voice of a twelfth-century woman|year=2000|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-0-312-21354-1|pages=150–151|url=http://books.google.com/?id=f4ETQPKFVwoC&pg=PA150&dq=Héloïse+first+letter+passion#v=onepage&q=Héloïse%20first%20letter%20passion&f=false}}</ref>


<!-- TULISAN MENTAH, BELUM DIRAPIKAN
<!-- TULISAN MENTAH, BELUM DIRAPIKAN
Baris 40: Baris 44:
== Pemikiran ==
== Pemikiran ==
=== Tentang Sikap Batin ===
=== Tentang Sikap Batin ===
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.<ref name="Simon"/> Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin ''Scito te ipsum''), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.<ref name="Simon"/> Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.<ref name="Simon"/> Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.<ref name="Simon"/> Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.<ref name="Simon"/> Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. ''Petualangan Intelektual''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.</ref>
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.<ref name="Simon"/> Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin ''Scito te ipsum''), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.<ref name="Simon"/> Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.<ref name="Simon"/> Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.<ref name="Simon"/> Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.<ref name="Simon"/> Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap [[Dosa (Kristen)|dosa]].<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. ''Petualangan Intelektual''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.</ref>


=== Teori Pengaruh Moral ===
=== Teori Pengaruh Moral ===
Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.<ref name="Joas">{id} Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan Salib''. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.</ref> Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.<ref name="Joas"/>
Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.<ref name="Joas">Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan Salib''. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.</ref> Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.<ref name="Joas"/>
Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.<ref name="Joas"/> Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.<ref name="Joas"/>
Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.<ref name="Joas"/> Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.<ref name="Joas"/> Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.<ref name="Joas"/>



Revisi per 18 Juni 2015 05.27

Petrus Abelardus

Petrus Abelardus (c. 1079, Le Pallet, Bretagne — 21 April 1142, sekitar Chalon-sur-Saône, Kerajaan Perancis) adalah seorang filsuf skolastik, ahli logika, dan teolog yang terkenal pada abad pertengahan;[1] selain itu ia juga dikenal sebagai seorang komponis. Skandal dan kisah cintanya dengan Héloïse d'Argenteuil telah menjadi legenda. Chambers Biographical Dictionary menggambarkan Petrus Lombardus sebagai "pemikir paling tajam dan teolog paling berani dari abad ke-12".[2] Ada anggapan bahwa ia, bersama dengan Santo Anselmus dari Canterbury, adalah pendiri skolastisisme di awal abad ke-12.[3]


Riwayat Hidup

Masa muda

Petrus Abelardus (bahasa Prancis: Pierre Abélard), awalnya dipanggil "Pierre le Pallet",[4] lahir c. tahun 1079, sekitar 16 km di sebelah timur Nantes, di Bretagne, putra tertua dari keluarga bangsawan Breton. Sebagai seorang anak laki-laki, ia belajar dengan cepat. Ayah Petrus, seorang bangsawan kaya bernama Berengar, mendorongnya untuk mempelajari seni liberal, dimana ia unggul dalam seni dialektika (sebuah cabang dari filsafat). Pada saat itu dialektika utamanya terdiri dari ilmu logika Aristoteles. Berbeda dengan ayahnya yang berkarir dalam militer, Petrus Abelardus memilih menjadi seorang akademisi. Selama awal kegiatan akademiknya Abelardus berkelana ke seluruh Perancis, terlibat dalam ajang perdebatan dan pembelajaran, agar (dalam kata-katanya sendiri) "ia menjadi seperti salah seorang Peripatetik (murid sekolah filsafat Aristoteles di abad awal)".[5] Pertama kali Abelardus belajar di daerah Loire dimana Roscellinus dari Compiègne, seorang nominalis yang telah dituduh sesat oleh Anselmus (Uskup Agung Canterbury), adalah gurunya dalam periode ini.[2]

Menjadi tenar

Sekitar tahun 1100, Abelardus sampai di Paris. Di sekolah katedral dari Notre Dame de Paris (sebelum dibangunnya katedral yang digunakan sampai saat ini), ia diajar selama beberapa waktu oleh William dari Champeaux (yang kemudian menjadi Uskup Châlons-en-Champagne), murid Anselmus dari Laon (bukan Anselmus dari Canterbury) —seorang pelopor Realisme.[2] Dalam masa inilah ia mengganti nama keluarganya menjadi "Abelardus" (bahasa Prancis: Abélard, bahasa Latin: Abaelardus). Dalam kisah di otobiografinya (Historia Calamitatum), Abelardus menggambarkan William berubah dari yang sebelumnya mendukung dia menjadi menentangnya, sejak Abelardus menunjukkan kemampuannya mengalahkan sang guru dalam perdebatan; sumber lama mengatakan bahwa konseptualisme[6] Abelardus mengalahkan teori realisme, namun, bagaimanapun pemikiran Abelardus sebenarnya nyaris serupa dengan pemikiran William dibanding kisah yang diceritakannya.[7] Dan William beranggapan bahwa Abelardus terlalu sombong.[8] Hal itu terjadi dalam rentang waktu dimana Abelardus juga memicu pertengkaran dengan Roscellinus —yang adalah gurunya juga.[4] Untuk menandingi gurunya, Abelardus mendirikan sekolah sendiri, yang pertama di Melun, suatu daerah favorit keluarga kerajaan; kemudian sekitar tahun 1102-11-4, demi kompetisi langsung, ia pindah ke Corbeil-Essonnes, dekat Paris.[5]

Sekolah Abelardus dapat dikatakan sukses dan menonjol, meski dalam suatu masa ia harus melepaskannya dan menghabiskan waktu di Bretagne, ketegangan yang dialaminya terbukti terlalu besar baginya. Sekembalinya, setelah tahun 1108, ia menemukan William menjadi pengajar di pertapaan Saint-Victor, di luar Île de la Cité; di sana mereka sekali lagi menjadi saingan, Abelardus menantang William melalui teori "universal"-nya. Abelardus sekali lagi menjadi pemenang, dan ia hampir dapat meraih posisi master di Notre-Dame. Namun, sementara waktu, William dapat mencegah Abelardus agar tidak mengajar di Paris. Dengan demikian Abelardus terpaksa melanjutkan kembali sekolahnya di Melun, yang mana kemudian ia mampu memindahkannya ke Paris, antara tahun 1110-1112, di ketinggian bukit Montagne Sainte-Geneviève, menghadap Notre-Dame.[9]

Dari kesuksesannya dalam dialektika, Petrus Abelardus selanjutnya beralih ke teologi dan pada tahun 1113 pindah ke Laon untuk menghadiri pengajaran Anselmus (dari Laon) mengenai penafsiran (eksegesis) Alkitab dan doktrin Kekristenan.[4] Tapi Abelardus tidak terkesan dengan pengajaran Anselmus, dan ia mulai menawarkan pengajaran sendiri mengenai Kitab Yehezkiel. Anselmus melarangnya untuk melanjutkan pengajarannya, dan Abelardus kembali ke Paris dimana, sekitar tahun 1115, ia menjadi master di Notre Dame de Paris dan seorang kanon dari katedral Sens (saat itu merupakan keuskupan agung yang menjadi provinsi gerejani dari Keuskupan Paris).[5]

Kisah asmara

Abelardus dan Héloïse

Kepopuleran Abelardus membuatnya dikelilingi ribuan murid dari berbagai negara oleh karena kemasyhuran ajarannya. Persembahan dan kekaguman para muridnya membuat Abelardus, sebagaimana ia katakan sendiri, berpikir bahwa ia adalah satu-satunya filsuf di dunia yang tiada tandingannya. Namun pengabdiannya pada ilmu pengetahuan membuatnya menjalani kehidupan yang sangat biasa, hanya dimeriahkan dengan perdebatan filosofis; dan saat di puncak ketenarannya ini ia terlibat hubungan asmara.[5]

Ketika itu dalam wilayah Notre-Dame tinggallah seorang kanon sekuler, Fulbertus, bersama dengan keponakannya, yakni Héloïse d'Argenteuil. Héloïse memiliki pengetahuan yang luar biasa akan klasika, tidak hanya bahasa Latin tetapi juga Yunani dan Ibrani. Abelardus berhasil dalam upayanya untuk tinggal di rumah Fulbertus, kemudian sekitar tahun 1115-1116 memulai hubungan gelapnya dengan Héloïse. Skandal tersebut mempengaruhi karirnya, dan Abelardus sendiri menyombongkan diri atas penaklukannya itu (atas Héloïse). Saat Fulbertus mengetahuinya, ia memisahkan mereka, tetapi mereka tetap melanjutkan hubungan dengan diam-diam. Lalu Héloïse hamil dan ia segera dikirim ke Bretagne untuk dirawat keluarga Abelardus, di sana ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Astrolabe.[4][5]

Untuk menenangkan hati Fulbertus, Abelardus mengusulkan suatu perkawinan rahasia agar tidak merusak prospek karirnya. Awalnya Héloïse menentang itu, tapi akhirnya pasangan tersebut menikah. Pada saat Fulbertus mengungkapkan pada publik mengenai pernikahan tersebut, dan Héloïse menyangkalnya, Abelardus mengirim Héloïse ke biara di Argenteuil, tempat dimana ia dibesarkan, untuk melindunginya dari sang paman. Héloïse kemudian berpakaian seperti seorang biarawati (suster) dan menjalani kehidupan layaknya seorang biarawati, meski ia tidak bercadar. Fulbertus kemungkinan besar meyakini bahwa Abelardus ingin menyingkirkan Héloïse dengan memaksanya menjadi seorang suster; lalu ia mengatur sejumlah orang untuk masuk ke kamar Abelardus pada suatu malam dan mengebirinya. Akibatnya, Abelardus memutuskan untuk menjadi seorang rahib di biara St Denis, dekat Paris.[4] Sebelum melakukan rencananya, Abelardus mendesak Héloïse agar mau berkaul sebagai seorang biarawati. Tapi Heloise menjawab Abelardus, melalui surat, dengan menanyakan mengapa ia harus menjalani suatu kehidupan religius padahal ia merasa tidak mempunyai panggilan untuk itu.[5]

Menjadi pertapa

Dalam Biara Saint-Denis, Petrus Abelardus yang telah berusia 40 tahun mengubur dirinya sebagai seorang rahib dengan kesengsaraan yang tak terlihat dari luar.[10] Karena ia tidak menemukan waktu luang di dalam biara, dan setelah secara bertahap berniat beralih kembali untuk belajar, ia menyerah dengan mengajukan permohonan yang mendesak, dan membuka kembali sekolahnya di suatu biara yang tidak diketahui (namun masih dimiliki Biara Saint-Denis). Pengajaran Abelardus sekarang dibingkai dalam suatu semangat devosional, dan juga teologi serta pengajarannya dahulu dalam logika. Ia kembali dikerumuni oleh banyak murid, dan sepertinya pengaruh lamanya telah kembali. Ia menggunakan Alkitab dan tulisan-tulisan — yang menurut anggapannya — tidak konsisten di antara para pemimpin gereja sebagai dasar penulisan Sic et non (Ya dan Tidak).[4]

Berikutnya Abelardus menerbitkan pengajaran teologisnya, dalam buku Theologia Summi Boni, yang berisi tafsiran rasionalistik tentang dogma Trinitas. Namun dua orang murid Anselmus dari Laon (Alberic dari Rheims dan Lotulf dari Lombardia) memicu kutukan terhadap ajaran Abelardus pada suatu sinode provinsial di Soissons tahun 1121. Ia dituduh mengembangkan ajaran sesat dari Sabellius, lalu ia diperintahkan untuk membakar buku Theologia tersebut. Selain itu Abelardus juga dikenakan hukuman kurungan untuk selamanya dalam sebuah biara, namun sepertinya telah ada kesepakatan sebelumnya bahwa hukuman tersebut akan dicabut segera, sebab setelah beberapa hari di Biara St. Medard di Soissons, Abelardus kembali ke Biara St. Denis.[7]

Kehidupan Petrus Abelardus di biara terbukti tidak lebih cocok baginya dibanding sebelumnya. Ia lalu melakukan semacam kesenangan berbahaya yang menjengkelkan para rahib lainnya. Seolah-olah suatu lelucon, ia mengutip kata-kata Santo Beda untuk membuktikan bahwa pendiri Biara St Denis, yaitu St Dionisius orang Areopagus, adalah Uskup Korintus, padahal para rahib lainnya selama ini mempercayai pernyataan Abbas (Kepala Biara) Hilduin bahwa ia adalah Uskup Athena. Ketika kontroversi ini mengarah ke tekanan yang tak terelakkan atas dirinya, Abelardus menulis sebuah surat kepada Abbas Adam dengan mengatakan bahwa menurut Historia Ecclesiastica-nya Eusebius dari Kaisarea dan St Hieronimus, St Dionisius (Uskup Korintus) adalah berbeda dengan St Dionisius dari Aeropagus (Uskup Athena dan pendiri biara tersebut), namun untuk menghormati St Bede, ia mengusulkan bahwa St Dionysius dari Aeropagus mungkin juga adalah Uskup Korintus. Abbas Adam lalu menuduhnya menghina biara tersebut dan Kerajaan Perancis (dimana St Denis dipandang sebagai santo pelindung); kehidupan Abelardus di biara menjadi semakin terhambat, dan akhirnya ia diizinkan untuk pergi meninggalkan biara.[9]

Setelah peristiwa tersebut, Abelardus menetap di Biara St Ayoul of Provins —dimana sang abbas adalah temannya. Kemudian, setelah Abbas Adam meninggal pada bulan Maret 1122, Abelardus dapat memperoleh izin dari abbas yang baru, Suger, untuk hidup di tempat sunyi manapun yang ia inginkan. Abelardus memilih sebuah tempat sunyi dekat Nogent-sur-Seine di Champagne, ia membangun sebuah pondok dari jerami dan alang-alang, juga sebuah oratorium sederhana yang didedikasikan pada Trinitas; dan jadilah ia seorang pertapa (eremit). Ketika hal ini diketahui umum, para murid datang berbondong-bondong dari Paris dan memenuhi padang belantara di sekitarnya dengan tenda dan gubuk mereka. Abelardus mulai mengajar lagi di sana. Oratoriumnya dibangun ulang dengan batu dan kayu, serta didedikasikan kembali sebagai Oratorium dari Parakletos.[9]

Abelardus menetap di "Parakletos" selama sekitar 5 tahun. Ia mengkombinasikan kehidupannya sebagai seorang pertapa dengan pengajaran kesenian sekuler sehingga ia mendapat kritikan keras, dan saat itu ia mempertimbangkan untuk benar-benar meninggalkan Kekristenan.[11] Abelardus kemudian memutuskan untuk pergi dan mencari tempat perlindungan lain; dan sekitar tahun 1126-1128 ia menerima tawaran untuk memimpin Biara Saint-Gildas-de-Rhuys, jauh di lepas pantai Basse-Bretagne. Daerah tersebut tidaklah bersahabat, kawasan yang menjadi sasaran para pelanggar hukum.[9] Di sana pun hubungannya dengan komunitas biara yang dipimpinnya semakin hari semakin memburuk.[11]

Pada bulan April 1129 Kepala Biara Suger dari St Denis berhasil memenuhi rencananya untuk memiliki komunitas biarawati, dimana termasuk juga Héloïse, yang telah dikeluarkan dari biara di Argentuil, agar propertinya dapat dialihkan untuk Biara St Denis. Héloïse untuk sementara menjadi kepala dari komunitas biara baru tersebut, yang dinamakan Parakletos. Abelardus menjadi abbas dan menyusun seperangkat aturan dengan suatu penyesuaian atas cara hidup para biarawati; dalam hal ini ia menekankan keutamaan studi sastra. Ia juga memberikan buku-buku himne hasil komposisinya, dan di awal tahun 1130 ia dan Héloïse menyusun suatu kumpulan surat cinta mereka dan surat korespondensi rohaniah.[11]

Ketidakberhasilan Petrus Abelardus sebagai abbas di Biara Saint-Gildas membuatnya memutuskan untuk mengajar kembali. Tidak dapat dipastikan sepenuhnya kapan ia melakukan hal tersebut, tapi mengingat Yohanes dari Salisbury (Uskup Chartres) pernah diajar dialektika oleh Abelardus pada tahun 1136 maka dapat diasumsikan bahwa Abelardus kembali ke Paris dan mengajar lagi di Montagne Sainte-Geneviève. Ada dugaan juga bahwa pengajarannya termasuk logika, setidaknya sampai tahun 1136, tetapi terutama berkaitan dengan Alkitab, etika dan doktrin Kristiani. Dalam suatu waktu di masa ini Abelardus menuliskan, antara lain, Historia Calamitatum yang adalah otobiografinya. Tulisan tersebut menggerakkan Héloïse untuk menulis surat pertamanya yang berisi suatu ungkapan tak tertahankan dari hasrat manusia dan pengabdian femininitas.[12]

Pemikiran

Tentang Sikap Batin

Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin.[6] Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri" (dalam bahasa Latin Scito te ipsum), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu tindakan lahiriah selalu bersifat netral.[6] Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah maksud atau sikap batin dari orang tersebut.[6] Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui tindakan yang diambil itu.[6] Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat dinilai baik atau buruk.[6] Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa.[6]

Teori Pengaruh Moral

Abelardus mengemukakan sebuah teori pendamaian klasik yang dikenal sebagai teori pengaruh moral.[13] Dalam pemikiran Abelardus, peristiwa kematian Yesus di kayu salib menunjukkan Allah yang penuh kasih.[13] Kasih Allah kepada manusia adalah kasih tanpa syarat sehingga ia tidak menuntut apapun dari manusia bahkan sekali pun manusia telah jatuh dalam dosa.[13] Penyaliban Kristus menjadi undangan dari Allah kepada manusia mengubah kehidupannya dari yang penuh dengan dosa menjadi kehidupan yang penuh kasih.[13] Karya Yesus melalui pelayanan-Nya selama ia hidup hingga peristiwa kematian-Nya menjadi teladan moral bagi manusia.[13] Bagi Abelardus, dengan menyaksikan Kristus yang disalib, manusia akan membuka hati dan menerima kasih Allah.[13]

Karya

Abelardus mengarang beberapa buku berikut:[3]

  • Sic et non (Ya dan Tidak) yang ditulis tahun 1122.
  • Historia Calamitatum (Sejarah Nasib Malang)
  • Introductio ad Theologia (Pengantar ke dalam Teologi)
  • Theologia Christiana (Teologi Kristen)

Referensi

  1. ^ (Inggris) "Peter Abelard". Stanford Encyclopedia of Philosophy. 
  2. ^ a b c (Inggris) Chambers Biographical Dictionary, ISBN 0-550-18022-2, p. 3; Marenbon 2004, hlm. 14.
  3. ^ a b F.D. Wellem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 1-3.
  4. ^ a b c d e f (Inggris) Hoiberg, Dale H., ed. (2010). "Abelard, Peter". Encyclopedia Britannica. I: A-ak Bayes (edisi ke-15th). Chicago, IL: Encyclopedia Britannica Inc. hlm. 25–26. ISBN 978-1-59339-837-8. 
  5. ^ a b c d e f (Inggris) Abelard, Peter. Historia Calamitatum. Diakses tanggal 7 December 2008. 
  6. ^ a b c d e f g Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 127-129.
  7. ^ a b (Inggris) Marenbon 2004, hlm. 15.
  8. ^ (Inggris) Edward Cletus Sellner (2008). Finding the Monk Within: Great Monastic Values for Today. Paulist Press. hlm. 238–. ISBN 978-1-58768-048-9. 
  9. ^ a b c d Chisholm 1911.
  10. ^ (Inggris) Kevin Guilfoy, Jeffrey E. Brower (2004). The Cambridge Companion To Abelard. Abelard and monastic reform: Cambridge University Press. hlm. 25. ISBN 0-521-77596-5. 
  11. ^ a b c (Inggris) David Edward Luscombe. "Peter Abelard". Encyclopædia Britannica, Inc. 
  12. ^ (Inggris) Wheeler, Bonnie (2000). Listening to Héloïse: the voice of a twelfth-century woman. Palgrave Macmillan. hlm. 150–151. ISBN 978-0-312-21354-1. 
  13. ^ a b c d e f Joas Adiprasetya. 2010. Berdamai dengan Salib. Jakarta:Grafika KreasIndo. Hal. 40-41.

Sumber utama

  • Burge, James (2006). Héloïse & Abelard: A New Biography. HarperOne. hlm. 276–277. ISBN 978-0-06-081613-1. 
  • Marenbon, John (2004). "Life, milieu and intellectual contexts". Dalam Brower, Jeffrey E; Guilfoy, Kevin. 'The Cambridge Companion to Abelard. Cambridge University Press. hlm. 14–17. 
  • Radice, Betty (translator and introduction) (1947). "Introduction". The Letters of Abelard and Héloïse. Penguin. hlm. 47–50. 
Atribusi