Tambakaji, Ngaliyan, Semarang
Tambakaji | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kota | Semarang | ||||
Kecamatan | Ngaliyan | ||||
Kodepos | 50185 | ||||
Kode Kemendagri | 33.74.15.1008 | ||||
Kode BPS | 3374160008 | ||||
Luas | 3,83 km² | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Tambakaji merupakan sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Tambakaji merupakan kelurahan yang letaknya strategis karena berada di pinggir jalur pantura sebelah selatan.
Salah satu objek wisata di Tambak Aji adalah Kampoeng Wisata Taman Lele. Tempat ini menawarkan berbagai fasilitas menarik untuk liburan keluarga. Pengunjung dapat menikmati taman bermain anak, kolam renang, dan gazebo untuk beristirahat. Selain itu, tersedia juga perahu bebek untuk aktivitas rekreasi di danau. Bagi pengunjung yang ingin menghabiskan waktu lebih lama, Kampoeng Wisata Taman Lele juga menyediakan fasilitas penginapan.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sejarahnya bermula pada abad ke-19, sekitar tahun 1931 Masehi, pada masa pemerintahan Ratu Wilhelmina. Di daerah ini terdapat sebuah sendang (mata air) dengan air yang melimpah, yang mampu mengairi beberapa dukuh, yaitu Dukuh Garut, Dukuh Dondong, Dukuh Karanganyar, dan Dukuh Ngebruk. Untuk menjaga kelestarian sendang tersebut, warga setempat mengadakan tradisi sedekah bumi. Tradisi ini melibatkan penyembelihan kambing wedus kendit lanang yang diiringi dengan daun Ploso. Darah dari penyembelihan ini ditempatkan dalam empat takir dan diletakkan di sudut-sudut sendang. Daging kambing tersebut tidak dimakan, hanya dicicipi disertai dengan doa-doa dengan tujuan untuk menolak bala agar air sendang tetap melimpah.
Air yang melimpah dari sendang tersebut membuat warga bergotong royong membangun tambak-tambak, yang akhirnya berjumlah empat tambak. Melihat melimpahnya air dan manfaatnya bagi masyarakat, para ulama dan warga setempat menghormati ("aji-aji") sendang tersebut. Para ulama seperti Kyai Siran, Kyai Ashari, Kyai Syarif, Kyai Nasirab, Kyai Marjuki, dan Kyai Maksun bermusyawarah dan sepakat untuk menamakan daerah tersebut "Tambakaji".
Kelurahan Tambakaji sendiri resmi berdiri pada tahun 1992 sebagai hasil dari penataan wilayah di Kotamadya Semarang, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 1992. Sebelumnya, wilayah ini merupakan bagian dari Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu. Nama "Tambakaji" diambil dari sejarah Kampung Tambakaji, yang mencerminkan warisan budaya dan sejarah daerah tersebut.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "13 Wisata Alam Semarang Ini Punya Pesona Tersembunyi". Traveloka. Diakses tanggal 2024-05-21.
- ^ "Asal Usul Kelurahan Tambakaji - Profil Kelurahan". tambakaji.semarangkota.go.id. Diakses tanggal 2024-05-21.