Takaran menurut Islam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Takaran menurut Islam harus memberikan hasil timbangan yang adil. Dalil mengenai takaran di dalam Al-Qur'an disebutkan dalam Surah Al-Mutaffifin ayat ke-3, Surah Al-Isra' ayat ke- 35 dan Surah Al-An'am ayat 152. Salah satu objek yang dapat ditimbang menggunakan takaran ialah buah-buahan. Penimbangan atas suatu barang dapat dihukumi riba bila jenis takaran yang digunakan berbeda. Penyempurnaan takaran harus dilakukan atas timbangan orang lain.

Dalil[sunting | sunting sumber]

Al-Qur'an[sunting | sunting sumber]

Takaran dibahas utamanya pada tiga ayat di dalam Al-Qur'an. Ketiganya ialah Surah Al-Mutaffifin ayat ke-3, Surah Al-Isra' ayat ke- 35 dan Surah Al-An'am ayat 152.  Surah Al-Mutaffifin ayat ke-3 menyebutkan perilaku mengurangi takaran atau berat timbangan oleh penakar ketika sedang menakar untuk orang lain. Surah Al-Isra' ayat ke- 35 membahas tentang penyempurnaan takaran ketika menakar dan membenarkan timbangan ketika menimbang. Surah Al-An'am ayat 152 membahas tentang penyempurnaan takaran dan timbang secara adil.[1]

Hadis[sunting | sunting sumber]

Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan hadis yang di dalamnya Muhammad menyatakan bahwa pasar adalah tempat terburuk dibandingkan tempat lainnya. Muhammad telah memberikan contoh sikap kepada para pelaku pasar untuk menghindari perilaku negatif di dalam pasar. Salah satu etika bisnis yang diajarkan oleh Muhammad ialah bersikap adil dalam menimbang dan menakar.[2]  

Objek takar[sunting | sunting sumber]

Buah-buahan[sunting | sunting sumber]

Dalam hadis periwayatan Imam Bukhari yang tersambung ke Isma'il dari Ibnu Abi Najih, disebutkan bahwa Muhammad menetapkan hukum penakaran buah-buahan ketika mulai menetap di Madinah. Pada saat itu, buah-buahan dibayar terlebih dahulu dan buahnya sendiri baru diterima dalam kurun waktu beberapa tahun sejak pembayaran. Jenis jual beli ini hanya berlaku bagi takaran dan timbangan yang diketahui secara pasti nilainya.

Hukum[sunting | sunting sumber]

Riba[sunting | sunting sumber]

Memenuhi takaran merupakan salah satu nilai-nilai Islam dalam kaitannya dengan kegiatan produksi.[3] Hukum riba dapat berlaku pada pertukaran antar barang-barang sejenis ketika takaran yang digunakan berbeda. Jenis ribanya ialah riba jual beli.[4]

Penyempurnaan[sunting | sunting sumber]

Dalam Surah Al-Isra ayat ke-35, Allah memerintahkan manusia untuk menyempurnakan takaran ketika sedang menakar sesuatu. Perintah penakaran yang disempurnakan pada ayat ini ialah penakaran seseorang atas orang lain. Karena kata yang digunakan dalam bahasa Arab ialah "kal" yang berarti menakar untuk orang lain, dan bukan "iktal" yang berarti menakar untuk diri sendiri. Perintah penyempurnaan takaran bagi diri sendiri tidak berlaku karena takaran untuk diri sendiri harus direlakan kelebihannya untuk orang lain.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Muhammad, Ali Jum’ah (April 2017). Takaran dan Timbangan dalam Syariat Islam [Al-Makāyīl wa al-Mawāzīn asy-Syari’iyyah] (PDF). Diterjemahkan oleh Gafur, Abdul. Barito Kuala: Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat. hlm. 18. ISBN 978-602-61464-0-3. 
  2. ^ Rokan, Mustafa Kamal (November 2013). Bisnis Ala Nabi (PDF). Sleman: Penerbit Bunyan. hlm. xii. ISBN 978-602-7888-67-8. 
  3. ^ Santoso 2016, hlm. 64.
  4. ^ Santoso 2016, hlm. 34.
  5. ^ Salam, Al-'Izz bin Abdus (2015). Hasmand, Fedrian, ed. Jawaban Pertanyaan Rumit dalam Islam [Al-Ajwibah Al-Qathi'ah Lihujaj Al-Khushum Lial-As'ilah Al-Waqi'ah Fi Kulli Al-Ulum]. Diterjemahkan oleh Irham, Masturi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 81–82. ISBN 978-979-592-922-2. 

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]