Sukuk wakaf

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sukuk wakaf atau Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) adalah sukuk yang diterbitkan dalam rangka mengoptimalkan manfaat aset wakaf dan/atau imbal hasilnya untuk kepentingan umum (mashalil ámmah) yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.[1] Sukuk Wakaf adalah investasi dana wakaf uang pada sukuk negara yang diterbitkan oleh pemerintah untuk memfasilitasi wakif dalam program pemberdayaan ekonomi umat dan kegiatan sosial kemasyarakatan.[2]

Sukuk wakaf termasuk ke dalam wakaf uang karena objek wakaf berbentuk uang, bersifat tetap (uang tidak boleh berkurang), dan hanya bisa diinvestasikan untuk dimanfaatkan hasilnya bagi kemaslahatan umat.[2] Wakif (pihak yang berwakaf) dapat menyalurkan wakaf uang melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang sudah ditunjuk oleh Menteri Agama, dengan cara membuat pernyataan kehendak wakif secara tertulis. Sukuk wakaf adalah jenis instrumen sukuk atau obligasi syariah yang tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.[3]

Sejarah Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

Bahrain adalah negara pertama yang memfatwakan dan menggunakan sukuk sebagai instrumen pembiayaan infrastruktur sosial dan belanja negara pada tahun 1999. Hal ini kemudian mendorong negara-negara lain untuk menerbitkan sukuk. Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan pemangku kepentingan lainnya melakukan pengembangan dan kajian sukuk wakaf dalam upaya optimalisasi aset wakaf di Indonesia.[4] Pada tanggal 2 Oktober 2019, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan fatwa No.131/DSNMUI/IX/2019 tentang Sukuk Wakaf yang menyatakan bahwa sukuk wakaf boleh diterbitkan selama memenuhi prinsip-prinsip syariah.[1]

Istilah-Istilah Terkait Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

  1. Sukuk adalah surat kepemilikan atas aset yang bernilai sama yang mewakili bagian kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya (musya’) setelah diterimanya dana sukuk, ditutupnya pemesanan dan dimulainya penggunaan dana sesuai peruntukannya;[1]
  2. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peruntukannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah;[1]
  3. Aset wakaf adalah harta benda yang menjadi objek wakaf (mawquf);[1]
  4. Aset sukuk (ushul al-shukuk) adalah aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk yang terdiri atas aset berwujud (al-a'yan), manfaat atas aset berwujud (manafi' al-a'yan), jasa (al-khadamat), aset proyek tertentu (maujudat masyru' mu'ayyan) dan/atau aset kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath istitsmar khashsh);[1]
  5. Akad hikr adalah akad sewa menyewa atas tanah/aset wakaf berjangka panjang untuk mendirikan bangunan atau kegiatan usaha di atasnya;[1]
  6. Akta Ikrar Wakaf (AIW) adalah bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan uang miliknya guna dikelola nazir sesuai dengan peruntukan wakaf yang dituangkan dalam bentuk formulir akta.[2]

Pihak-Pihak dalam Pengelolaan Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

  1. Bank Indonesia (BI) sebagai akselerator sukuk wakaf (CWLS);[4]
  2. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai regulator, pemimpin, dan nazir yang bertugas untuk menghimpun dana wakaf produktif dan menyalurkannya kepada penerima manfaat wakaf;[4]
  3. Kementerian Keuangan sebagai penerbit Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan pengelola dana;[4]
  4. Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang atau disingkat LKS-PWU merupakan lembaga keuangan yang terdiri dari bank syariah, unit usaha syariah yang ditetapkan Menteri Agama.yang dapat menerima setoran wakaf uang dalam skema sukuk wakaf dan ditetapkan sebagai mitra distribusi (midis);[2]
  5. Mauqufálaih atau penerima manfaat adalah pihak yang ditunjuk untuk memeroleh manfaat dari peruntukkan harta benda wakaf yang sesuai dengan pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW);[2]
  6. Nazir adalah pihak yang menerima aset wakaf dari wakif (pihak yang berwakaf) dan bertugas untuk mengelola dan mengembangkan aset wakaf sesuai dengan peruntukannya;[1]
  7. Wakif adalah pihak yang mewakafkan uang miliknya. Dalam sukuk wakaf, wakif dapat berlaku juga sebagai investor.[2]

Karakteristik Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

Dilihat dari bentuk dan karakterisitik sukuk negara, sukuk wakaf merupakan Surat Berharga Syariah Negara tanpa warkat yang tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sukuk wakaf menggunakan underlying asset berupa barang milik negara dalam bentuk tanah dan bangunan, serta proyek pada APBN tahun berjalan.[3]

Berdasarkan sukuk wakaf ritel yang sudah diterbitkan yaitu seri SWR001 di tahun 2020 dan seri SWR002 di tahun 2021, akad yang digunakan pada sukuk wakaf adalah akad wakalah, yaitu investor setuju untuk menguasakan (wakalah) dana investasi kepada perusahaan penerbit SBSN Indonesia sebagai wali amanat untuk kegiatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Adapun pembayaran imbalan sewa bersifat tetap (fixed coupon) sesuai dengan perjanjian.[3]

Penerbitan Sukuk Wakaf Ritel[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua seri sukuk wakaf ritel yang telah ditawarkan pemerintah yaitu sukuk wakaf seri SWR001 yang ditawarkan tahun 2020 dan sukuk wakaf seri SWR002 yang ditawarkan tahun 2021.[3]

Sukuk Wakaf SBSN Seri SWR001[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 10 Maret 2020, pemerintah menerbitkan sukuk wakaf ritel seri SW001 senilai Rp50,84 miliar dengan cara private placement (penyertaan sendiri). Jangka waktu sukuk wakaf seri SW001 adalah lima tahun dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Adapun imbal hasil investasi berupa diskonto dan kupon tetap ditentukan sebesar 5.0 persen per tahun.[5]

Sukuk Wakaf SBSN Seri SWR002[sunting | sunting sumber]

Pada April 2021, pemerintah menawarkan sukuk wakaf ritel SBSN seri SWR002 dengan akad wakalah dan tenor dua tahun senilai Rp24,141 miliar. Imbal hasil/kupon tetap sebesar 5,57 persen per tahun yang akan disalurkan untuk program/kegiatan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Seri SWR002 merupakan seri sukuk wakaf pertama yang pemesanannya dapat dilakukan secara daring/online (khusus untuk wakif individu).[6]

Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf, penerbitan sukuk wakaf diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:[1]

  1. Aset wakaf tidak boleh dijadikan dasar penerbitan sukuk;
  2. Manfaat aset wakaf boleh dijadikan dasar penerbitan sukuk;
  3. Kegiatan usaha pada aset wakaf boleh dijadikan dasar penerbitan sukuk;

Dalam penerbitan sukuk wakaf, nazir boleh berperan sebagai penerbit sukuk atau bukan sebagai penerbit sukuk. Apabila nazir berperan sebagai penerbit sukuk, maka kedudukan nazir dalam penerbitan sukuk disesuaikan dengan akad yang digunakan dalam skema sukuk yang diterbitkan. Sedangkan, apabila nazir bukan sebagai penerbit sukuk, pihak lain yang bertindak sebagai penerbit sukuk melakukan akad dengan nazir sesuai dengan prinsip syariah, misalnya akad ijarah dan akad hikr.[1]

Akad Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

Akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk wakaf adalah:[1]

  1. Mudharabah;
  2. Ijarah;
  3. Wakalah bi al-istitsmar;
  4. Musyarakah;
  5. Akad lain sesuai dengan prinsip syariah.

Skema Sukuk Berdasarkan Jenis Akad[sunting | sunting sumber]

1. Sukuk dengan Skema Akad Mudharabah[1][sunting | sunting sumber]

  • Investor (shahib al-mal) melakukan akad mudharabah dengan mudharib;
  • Yang bertindak sebagai mudharib adalah nazir atau pihak ketiga yang menerbitkan sukuk;
  • Dalam hal sukuk diterbitkan oleh nazir, maka kedudukan manfaat aset wakaf boleh disewa oleh entitas sukuk mudharabah;
  • Jika terjadi kerugian karena kesalahan nazhfu dalam kegiatan usaha yang didanai dari hasil penerbitan sukuk mudharabah, maka nazir bertanggung jawab sebatas dana hasil pengembangan (tsomrah) aset wakaf dan tidak boleh mengurangi aset wakaf;
  • Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga boleh melakukan akad ijarah atau akad hikr dengan nazir;
  • Dana sukuk harus digunakan untuk usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad;
  • Shahib al-mal berhak atas bagi hasil yang menjadi bagiannya;
  • Mudharib wajib mengembalikan modal mudharabah kepada shahib al-mal pada saat jatuh tempo atau sesuai dengan kesepakatan; dan
  • Ketentuan lain terkait sukuk mudharabah yang belum diatur dalam fatwa No.131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 33/DSN-MUUIX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 1 1 5/DSN-MUIIIX/2017 tentang Akad Mudharabahah.

2. Sukuk dengan Skema Akad ljarah[1][sunting | sunting sumber]

Dalam hal penerbit adalah Nazir[sunting | sunting sumber]
  • Nazir sebagai emiten melakukan akad sukuk ijarah atas manfaat aset wakaf dengan investor;
  • Ujrah dalam akad ijarah harus disepakati nilainya pada saat akad berupa uang dan/atau barang/bangunan;
  • Pembayaran ujrah dalam akad ijarah dilakukan berdasarkan kesepakatan, baik di awal, di akhir, atau secara bertahap;
  • Investor boleh menunjuk pihak ketiga untuk mengembangkan aset wakaf untuk jangka waktu tertentu sesuai jangka waktu akad ijarah antara nazir dengan investor;
  • Atas Manfaat Aset Wakaf, Investor berhak untuk menggunakannya termasuk berhak atas hasil manfaat penggunaan dimaksud; dan
  • Investor boleh melakukan akad ijarah kembali dengan pihak lain sepanjang disepakati.
Dalam hal penerbit adalah pihak ketiga (bukan Nazir)[sunting | sunting sumber]
  • Nazir melakukan akad dengan pihak ketiga sesuai dengan prinsip syariah, antara lain akad hikr atau akad ijarah;
  • Pembayaran ujrah dalam akad di atas, boleh dilakukan di awal, di akhir atau secara bertahap;
  • Ujrah dalam akad ijarah harus disepakati nilainya pada saat akad berupa uang dan/ atat barang bangunan;
  • Penerbit berhak atas manfaat aset wakaf selama jangka waktu di atas;
  • Penerbit dan investor melakukan akad sukuk ijarah;

Ketentuan lain terkait sukuk ijarah yang belum diatur dalam fatwa No. 131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No: 4l/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah ijarah dan Fatwa DSN-MUI No: 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad ijarah.

3. Sukuk dengan Skema Akad Wakalah bi al-Istitsmar[1][sunting | sunting sumber]

  • Investor (muwakkil) melakukan akad wakalah bi al-Istttsmar dengan Wakil;
  • Yang bertindak sebagai wakil adalah nazir atau pihak ketiga yang menerbitkan Sukuk;
  • Muwakkil memberikan wakalah kepada wakil untuk mengembangkan dan menginvestasikan (istitsmar) dana dari muwakkil dalam usaha untuk mengoptimalkan aset wakaf;
  • Dalam hal sukuk diterbitkan oleh nazir, maka kedudukan manfaat aset wakaf boleh disewa oleh entitas sukuk wakalah bi al-Istitsmar;
  • Jika terjadi kerugian karena kesalahan nazir dalam kegiatan usaha yang didanai dari hasil penerbitan sukuk wakalah bi alIstitsmar, maka nazir bertanggung jawab sebatas dana hasil pengembangan (tsomrah) aset wakaf dan tidak boleh mengurangi aset wakaf;
  • Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga dapat melakukan akad dengan nazir sesuai dengan prinsip syariah, antara lain akad ijarah atau akad hikr;
  • Dana sukuk harus digunakan untuk istitsmar (investasi/kegiatan usaha) yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Seluruh hasil istitsmar meryadihak muwakkil;
  • Dalam hal wakil berhasil mendapatkan hasil istitsmar melebihi target keuntungan tertentu, maka kelebihan tersebut boleh disepakati menjadi hak wakil, baik sebagian atau seluruhnya;
  • Wakil wajib mengembalikan modal muwakkil pada saat jatuh tempo atau sesuai kesepakatan;
  • Ketentuan lain terkait wakalah yang belum diatur dalam fatwa No. 131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No: I27/DSN-MUI/VII/2019 tentang Sukuk Wakalah bil Istitsmar dan Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

4. Sukuk dengan Skema Akad Musyarakah[1][sunting | sunting sumber]

  • Investor melakukan akad musyarakah dengan penerbit sukuk;
  • Yang bertindak sebagai syarik aktif adalah nazir atau pihak ketiga yang menerbitkan sukuk;
  • Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga dapat melakukan akad dengan nazir sesuai dengan prinsip syariah, antara lain akad ijarah dan akad hikr;
  • Dana Sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Jika terjadi kerugian karena kesalahan nazir dalam kegiatan usaha yang didanai dari hasil penerbitan sukuk musyarakah, maka nazir bertanggung jawab sebatas dana hasil pengembangan (tsamrah) aset wakaf dan tidak boleh mengurangi aset wakaf;
  • Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad;
  • Masing-masing syarik berhak atas bagi hasil yang menjadi bagiannya;
  • Penerbit sukuk wajib mengembalikan modal musyarakah kepada para syarik pada saat jatuh tempo atau sesuai kesepakatan;
  • Ketentuan lain terkait musyarakah yang belum diatur dalam fatwa No. 131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf, berlaku ketentuan dan batasan sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No: 1l4/DSN-MUI/IX/20l7 tentang akad syirkah.

Pemanfaatan Sukuk Wakaf[sunting | sunting sumber]

Pemanfaatan imbal hasil sukuk wakaf akan disalurkan kepada para nazir untuk mendanai kegiatan-kegiatan sosial, di antaranya:

  • Program pengembangan dan pembangunan aset wakaf fisik, seperti rumah sakit, sekolah, pesantren, klinik kesehatan dan sarana prasarana sosial lain;[3]
  • Program pemberdayaan dan bantuan sosial nonfisik, seperti program pengentasan kemiskinan, membantu anak yatim piatu, pelayanan kesehatan bagi duafa, dan bantuan produktif bagi masyarakat ekonomi lemah. Salah satu contoh penggunaan imbal hasil dari wakaf seri SWR001 adalah pelayanan kesehatan gratis berupa operasi katarak bagi duafa di Rumah Sakit Wakaf Ahmad Wardi di Serang Banten.[3][6]

Lihat Pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No.131/DSN-MUI/X/2019 tentang Sukuk Wakaf tanggal 2 Oktober 2019. https://drive.google.com/file/d/1SblskrCXcJ9WKK8UBcUoAFgvoV5c2ouz/view
  2. ^ a b c d e f Frequently Asked Questions (FAQ) Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) Seri SWR001. https://www.kemenkeu.go.id/media/16576/faq-swr001-final.pdf. Diakses 8 September 2019.
  3. ^ a b c d e f Permatasari, Erizka (16 April 2021). "Mengenal Cash Waqf Linked Sukuk (Sukuk Wakaf)". Hukum Online.com. Diakses tanggal 8 September 2021. 
  4. ^ a b c d Rahman, Muh Idhiel Fitriawan; Nurwahidin, Nurwahidin; Adnan, Naif (2021-07-29). "Analisis Model Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) Sebagai Instrumen Pembiayaan Pemulihan Dampak Pandemi Covid-19: An Analysis of Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) Model as a Financing Instrument for Economic Recovery from Covid-19 Pandemic Impact". Jurnal Bimas Islam. 14 (1): 77–102. doi:10.37302/jbi.v14i1.343. ISSN 2657-1188. 
  5. ^ "Wakaf Sukuk Pertama Diterbitkan Pemerintah untuk Pembangunan dan Pengembangan Retina Center". Badan Wakaf Indonesia. 11 Maret 2020. Diakses tanggal 8 September 2021. 
  6. ^ a b "Di Tengah Kondisi Pandemi CWLS Ritel seri SWR002 Sukses Menarik 91,03 Persen Wakif Baru". Badan Wakaf Indonesia. 9 Juni 2021. Diakses tanggal 8 September 2021.