Siti Nurdjanah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Siti Nurdjanah (lahir 1 November 1956) adalah salah satu Pimpinan Lembaga Tinggi Negara setingkat Kepresidenan RI (Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah Amandemen) yakni Yang Mulia Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia. Sebelum menjadi Anggota Komisi Yudisial (KY) Periode 2020-2025 mewakili unsur masyarakat, Dr. Hj. Siti Nurdjanah, S.H., M.H. mulai meniti karir sebagai PNS sejak 1982 pada Departemen Kehakiman (kini Kementerian Hukum dan HAM). Ia pernah menjadi Kepala Sub Direktorat Mutasi Tenaga Teknis Peradilan Ditjen Badan Peradilan Umum dan TUN Departemen Kehakiman, sebelum kemudian menjabat sebagai Pejabat Eselon 2 Direktur Tenaga Teknis di Ditjen Badan Peradilan Umum dan TUN di Mahkamah Agung pada 2004-2011. Karirnya semakin menanjak hingga pada 2012 ia diangkat menjadi Pejabat Eselon 1 Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI yang mana merupakan karir tertinggi untuk PNS (setingkat bintang 3 dalam militer), hingga memasuki masa pensiunnya di tahun 2017.

Pada saat Dr. Hj. Siti Nurdjanah S.H.,M.H, diangkat menjadi pejabat Eselon 1 di Mahkamah Agung RI, suami beliau juga merupakan Pejabat Eselon 1 sebagai Deputi di Kementerian Sekretariat Negara RI yang mana amat jarang pasangan suami istri keduanya menjabat disaat bersamaan sebagai Pejabat tinggi di Pemerintahan dan Lembaga Tinggi Negara.

Selama menjabat sebagai Pejabat di Mahkamah Agung RI, beliau terkenal dengan sebutan "saklek" karena sifat dan perilaku nya yang sangat menentang praktek korupsi dan gratifikasi di lingkungan peradilan Mahkamah Agung. Pernah suatu ketika, terdapat Ketua Hakim Pengadilan Negeri kelas 1A yang menghadap beliau untuk memohon dimutasi dengan membawakan cenderamata dan oleh-oleh. Pada saat itu juga semua pemberiannya langsung dibuang ke tempat sampah dan di usir keluar ruangan oleh beliau.

Ketika menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Kumdil di Mahkamah Agung, beliau amat dikenal oleh seluruh bawahannya sebagai sosok pengayom, lemah lembut, dan low-profile. Bahkan beliau menolak fasilitas berupa ajudan dan mobil pengawal Xtrail.

Perempuan yang memiliki gelar Raden Roro dari Keraton Surakarta ini lahir dan tumbuh besar di Sleman, Yogyakarta merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1981). Ia kemudian melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Krisna Dwipayana dan lulus tahun 2004.

Ibu tiga putra sekaligus nenek lima cucu ini ini memperoleh gelar Doktor di bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara pada tahun 2017 dari Universitas Gajah Mada dengan predikat Cumlaude. Ia juga banyak mengikuti pelatihan di dalam dan luar negeri. Baik dari Departemen Kehakiman, Mahkamah Agung, Lembaga Administrasi Negara, Diklat-Diklat Pembinaan Hakim di Denmark (2007), Australia dan Italia (2008), Amerika Serikat (2010), Tiongkok (2012), Swedia (2013), dan Afrika Selatan (2015).

Atas kinerja dan prestasi di bidangnya, ia menerima Satya Lencana Karya Satya X tahun 2001 dan Satya Lencana Karya Satya tahun 2015 dari Presiden RI.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]