Seru Padu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Seru Padu atau Wu’un Lolon merupakan sebuah upacara adat yang berasal dari suku Lamagohang di Desa Kalike, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur. Upacara ini umum dilakukan pada saat sesudah masa panen. Upacara ini dilaksanakan sebagai tanda terima kasih kepada Lera Wulan Tana Ekan (Penguasa langit dan bumi) atas segala sesuatu yang telah diberikan-Nya, khususnya hasil jerih payah masyarakat di bidang pertanian maupun perkebunan dan juga sebagai ucapan terima kasih atas kesehatan bagi orang-orang yang merawat tanaman tersebut.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan asal suku kata, Seru Padu terdapat dua suku kata yakni kata Seru dan Padu, dimana Seru berarti Bakar dan Padu berarti Damar.

Makna yang terkandung dari arti Seru Padu juga sangat unik, yang mana Damar yang dibakar melambangkan cahaya, dimana masyarakat suku Lamagohang percaya bahwa cahaya itu dapat memberikan harapan baru untuk hasil panen berikutnya. Ritual Seru Padu disebut juga ritual, dan untuk nama Wu'un Lolon, Wu’un berarti baru dan lolon berarti teratas, tertua atau pertama, yang dapat disimpulkan bahwa Wu’un Lolon/Seru Padu merupakan ritual adat syukuran atas hasil panen yang baru.

Waktu pelaksanaan Upacara[sunting | sunting sumber]

Ritual ini biasa dilaksanakan pada bulan kelima (perhitungan bulan purnama raya menurut tafsiran tua-tua adat). waktu itu panen hasil kebun yang tercepat misalnya padi, jewawut, jagung solor yang sudah dipanen. Tanaman mewakili piaraan yang digunakan dalam Serumonial sebagai hasil panen baru adalah jewawut. Jewawut dipilih karena memiliki makna dan cerita tersendiri menurut sejarah nenek moyang mereka. Selain itu, tanaman ini biar tidak ditanam tetapi bisa tumbuh sendiri.

Tujuan[sunting | sunting sumber]

Upacara Seru Padu merupakan budaya asli masyarakat Desa Kalike dimana memiliki tujuan utama yakni tujuan religius, karena tujuan tersebut berkaitan dengan penyembahan dan penghormatan terhadap Tuhan Sang Pencipta (Lera Wulan Tana Ekan), roh leluhur (kewoko kelite ), dan roh alam (Nuba Nara), yang diyakini sebagai kekuatan spiritual utama yang sangat menentukan keberadaan dan kebertahanan hidup mereka sebagai manusia dan masyarakat.