Sapi di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sapi di Indonesia berasal dari jenis sapi eropa maupun sapi lokal. Beberapa jenisnya ialah sapi aceh, sapi jawa, sapi madura, sapi bali, sapi ongole dan sapi angus. Sapi di Indonesia dimanfaatkan sebagai sapi potong maupun dijadikan sebagai tenaga kerja bagi petani maupun peternak.

Jenis[sunting | sunting sumber]

Jenis sapi yang banyak terdapat di Indonesia ialah dari bangsa sapi keturunan Bos indicus dan Bos sondaicus.[1]

Sapi aceh[sunting | sunting sumber]

Daerah asal sapi aceh yaitu di wilayah Aceh. Warna tubuhnya bervariasi tetapi yang dominan adalah merah bata. Variasi warna lainnya yaitu kuning langsat, putih dan hitam. Sapi aceh mampu hidup di lingkungan yang ekstrem untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Ketahanan tubuh sapi aceh baik pada lingkungan tropis. Kemampuan reproduksi sapi bali juga baik.[2]

Sapi jawa[sunting | sunting sumber]

Sapi jawa memiliki tubuh berukuran kecil. Warna bulunya ada beberapa variasi. Ada yang berwarna merah bata, putih, abu-abu atau campuran ketiga warna tersebut.[3]  

Sapi madura[sunting | sunting sumber]

Daerah asal sapi madura adalah di Pulau Madura. Keberadaannya merupakan hasil persilangan antara sapi bali dan sapi zebu. Ukuran tubuh sapi madura kecil dengan kaki yang pendek dan kuat.[4] Ciri utama sapi madura adalah tanduk yang tumbuh mengarah ke luar. Warna tubuhnya ialah cokelat tua atau merah bata dengan warna putih di bagian perut hingga ke paha bagian dalam. Bobot pejantan sapi madura mencapai 350 kg, sedangkan betinanya mencapai 200 kg. Karkas sapi madura dapat mencapai 50-55% dari seluruh tubuhnya.[5]

Sapi bali[sunting | sunting sumber]

Sapi bali merupakan keturunan banteng dari jalur langsung. Daerah asalnya adalah di Pulau Bali. Tubuhnya tampak kekar dengan daging yang padat.[6] Ukuran tubuh sapi bali tergolong kecil dengan pertumbuhan yang lambat.[7] Pejantan sapi bali memiliki tinggi 1.5 meter dengan panjang tubuh berkisar 2 meter.[8] Pada bagian punggung hingga ke ekor sapi bali terdapat garis hitam. Warna tubuh pejantan sapi bali adalah hitam. Sementara warna betina sapi bali antara cokelat terang hingga cokelat gelap.[6]

Pada musim hujan, sapi bali menghuni habitat dengan hutan berbukit. Sedangkan pada musim kemarau, sapi bali menghuni daerah datar di lembah ngarai.[8] Sapi bali memiliki sifat yang jinak sehingga mudah dipelihara. Kesuburan sapi bali pada tingkat yang tinggi. Sapi bali memiliki daya cerna serat yang baik sehingga dapat mengonsumsi pakan bermutu rendah. Kemampuan penyesuaian lingkungan hidup pada sapi bali sangat tinggi dan dapat digunakan untuk sapi potong dan sapi pekerja.[7]  

Sapi bali memiliki bobot antara 300-400 kg.[6] Sapi bali hanya menghasilkan susu sebanyak 1-1,5 liter per hari. Namun karkas dari sapi bali memiliki persentase yang tinggi antara 56-57%. Kandungan lemak di dalam karkasnya juga sedikit yaitu hanya 1,2%.[7]

Sapi bali sering terkena penyakit. Dua penyakit yang umum dideritanya ialah penyakit jembrana dan demam kataral malignan.[7]

Sapi ongole[sunting | sunting sumber]

Sapi ongole adalah jenis sapi keturunan zebu. Di Indonesia, sapi ongole telah memiliki peranakan.[9] Sapi ongole awalnya dibawa ke Pulau Sumba untuk dikarantina sejak tahun 1906. Namun setelahnya, sapi ongole dikembangbiakkan secara terus-menerus. Peranakannya kemudian dikenal sebagai sapi sumba ongole setelah disebarluaskan di luar Pulau Sumba pada tahun 1919 dan 1929.[10]

Peranakan sapi ongole diperoleh melalui persilangan dengan sapi jawa. Warna kulit peranakan sapi ongole adalah kuning dengan bulu berwarna putih atau putih kehitam-hitaman. Warna hitam terdapat pada bagian tubuh tertentu yaitu kulit di sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku, dan bulu cambuk pada ujung ekornya. Sapi sumba ongole memiliki ciri khas yaitu ukuran punuk yang besar dan berleher pendek dengan gelambir yang longgar. Profil kepalanya melengkung dengan kepala yang pendek. Matanya besar tetapi dengan sorot yang tenang. Pejantan peranakan sapi ongole memiliki tanduk yang lebih pendek dibandingkan dengan betinanya.[11]

Sapi angus[sunting | sunting sumber]

Sapi angus mulai dikembangbiakkan di Indonesia sejak tahun 1973. Indukannya didatangkan dari wilayah bagian utara Skotlandia. Sapi angus mengalami pertumbuhan yang cepat dengan jenis pakan yang sederhana. Karkas sapi angus bermutu tinggi karena dagingnya empuk dengan bobot tulang yang ringan. [12]

Pemanfaatan[sunting | sunting sumber]

Sapi potong[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Indonesia menjadikan sapi sebagai salah satu komoditas untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.[13] Jenis sapi yang dijadikan sebagai sapi potong di Indonesia antara lain sapi bali, sapi madura, sapi ongole dan peranakannya, sapi limousin, sapi angus, sapi simental dan sapi silang brahman. Pemeliharannya sebagai sapi potong ini umumnya di Pulau Jawa, kecuali sapi bali yang lebih banyak dipelihara di Indonesia Timur.[7]

Budi daya sapi potong di Indonesia dilakukan di dalam kandang.[14] Sekitar 90% peternakan sapi potong di Indonesia dikelola oleh rakyat.[15] Pada tahun 2009, populasi sapi potong di Indonesia sebanyak 12.759.838 ekor dan meningkat menjadi 17.050.006 ekor pada tahun 2018.[16]

Tenaga kerja[sunting | sunting sumber]

Petani dan peternak di Indonesia memanfaatkan sapi untuk banyak hal. Sapi dijadikan sebagai tabungan dan penyedia pupuk kandang. Petani dan peternak juga menjadikan sapi sebagai tenaga kerja untuk pengolahan lahan pertanian.[13]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 2.
  2. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 10.
  3. ^ Pazla, Elihasridas dan Sucitra 2023, hlm. 9.
  4. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 9.
  5. ^ Pazla, Elihasridas dan Sucitra 2023, hlm. 11.
  6. ^ a b c Pazla, Elihasridas dan Sucitra 2023, hlm. 10.
  7. ^ a b c d e Prabowo, A., dkk. (November 2008). Teknologi Budidaya Sapi Potong. Bogor: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. hlm. 2. ISBN 978-979-1415-30-9. 
  8. ^ a b Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 8.
  9. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 3.
  10. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 3-4.
  11. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 4.
  12. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 13.
  13. ^ a b Ismaya, dkk. (Agustus 2016). Integrated Farming System dalam Pengentasan Kawasan Rawan Pangan (PDF). Yogyakarta: CV. Kolom Cetak. hlm. 2. ISBN 978-602-749-291-2. 
  14. ^ Widyastuti, Yantyati (2021). Inovasi Produk Pakan Sapi Potong Berbasis Bakteri Asam Laktat untuk Mendukung Usaha Peternakan Nasional. Jakarta: LIPI Press. hlm. 4. ISBN 978-602-496-248-7. 
  15. ^ Utami, K. B., dan Riyanto (2018). Produksi Ternak Potong Besar (PDF). Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Pertanian. hlm. 4. ISBN 978-602-6367-28-0. 
  16. ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 1.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Pazla, R., Elihasridas dan Sucitra, L. S. (Mei 2023). Duniawati, Nia, ed. Pengantar Ilmu Nutrisi Sapi dan Kerbau. Indramayu: Penerbit Adab. ISBN 978-623-497-710-3.