Rambu Reportase Berita

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Rambu Reportase Berita adalah ketentuan-ketentuan peliputan berita bagi wartawan ketika melangsungkan aktivitas pengumpulan bahan-bahan berita untuk menghasilkan sebuah berita. Ketentuan ini difungsikan sebagai pedoman saat wartawan berhadapan dengan sumber berita atau dalam hal ini disebut sebagai narasumber yang memberikan informasi. Rambu-Rambu yang mengatur hubungan antara wartawan dengan sumber berita ketika melakukan proses wawancara terbagi ke dalam beberapa istilah yang perlu dipahami dan dipatuhi wartawan agar tidak melanggar ketentuan sumber berita dalam kaidah jurnalisme. Rambu reportase berita diantaranya, yakni Off The Record & On The Record, On Background & On Deep Background, dan Embargo Berita.[1]

Off The Record & On The Record[sunting | sunting sumber]

Off the record adalah seluruh pernyataan berasal dari sumber berita yang tidak boleh ditulis wartawan dan dipublikasikan oleh perusahaan medianya serta ditujukan hanya untuk diketahui oleh wartawan yang bersangkutan. Aktivitas off the record sebelumnya dikonfirmasi terlebih dahulu oleh sumber berita sebelum menyampaikan informasi yang diketahuinya kepada wartawan. Dapat dicontohkan seperti berikut ini "Maaf selanjutnya ucapan saya akan off the record ya, pandangan saya mengenai kasus itu..." Ketentuan off the record bertujuan untuk melindungi sumber berita sebagai pihak yang memberikan keterangan kepada wartawan. Ketentuan ini didukung oleh Pasal 5 Ayat 1 dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi, "Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi sumber berita yang tidak ingin diekspos identitasnya dan tidak mempublikasikan keterangan dalam ranah off the record." Ketentuan jenis ini dilatarbelakangi oleh keterangan-keterangan yang diberikan sumber berita dirasa bersifat rahasia dan melibatkan individu, kelompok, instansi, bahkan negara. Sementara itu, kebalikan dari off the record adalah on the record. On the record merupakan segala keterangan yang didapatkan wartawan dari sumber berita yang diperbolehkan dikutip dan disebarluaskan oleh perusahaan medianya dengan menyertakan identitas sumber berita.[1]

On Background & On Deep Background[sunting | sunting sumber]

On background berarti segala keterangan yang diterima wartawan dari sumber berita yang diperbolehkan untuk dikutip namun, tidak disertai dengan penyebutan identitas sumber berita, seperti nama dan jabatan. Wartawan diharuskan untuk memilih dan menggunakan kata ganti yang didapatkan melalui kesepakatan bersama sumber berita dalam menyebutkan sumber berita, misalnya dengan "Juru Bicara Gedung Putih". Kondisi ini dilakukan agar pemberi informasi tidak merasa disudutkan jika sewaktu-waktu dilakukan penelusuran terkait informasi yang diberikan sumber berita pada pemberitaan yang berkemungkinan dapat mengancam posisinya.[1] Selanjutnya ada on deep background yang berarti seluruh keterangan sumber berita diizinkan untuk digunakan dalam pemberitaan, tetapi tidak dalam kutipan langsung dan tsama sekali tidak diperbolehkan untuk menyebutkan identitas sumber berita.[2] Wartawan hendaknya menghindari jenis on deep background dikarenakan kondisi ini bertentangan dengan ketentuan jurnalisme mengenai kredibilitas dan pertanggungjawaban informasi pada pemberitaan dari sumber berita.[1]

Embargo Berita[sunting | sunting sumber]

Embargo dalam ranah jurnalistik adalah penangguhan periode yang ditetapkan sumber berita dalam mengatur pendistribusian berita. Biasanya naskah yang memiliki ketentuan embargo berita akan ditemukan keterangan 'embargo' sebagai petunjuknya sehingga wartawan harus bisa menerima dan mematuhinya. Ketentuan ini terdapat dalam aturan Kode Etik Jurnalistik, jika wartawan kedapatan melanggar aturan embargo pemberitaan yang berasal dari permintaan pihak sumber berita maka wartawan itu telah melanggar Kode Etik Jurnalistik.[1] Embargo berita bisa ditemukan dalam bentuk naskah pidato Presiden Republik Indonesia saat perayaan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Naskah tersebut sebelumnya sudah sampai di tangan para wartawan, tetapi bahan pidato tersebut diminta untuk diembargo oleh sumber berita sampai dilakukannya pembacaan resmi naskah pidato oleh Presiden pada hari perayaan kemerdekaan.[3]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e Zaenuddin (2017). The Journalist Bacaan Wajib Wartawan, Redaktur & Mahasiswa Jurnalistik. Jakarta: Campustaka. hlm. 107–109. ISBN 978-602-50071-2-5. 
  2. ^ McClellan, Scott (2009). KEBOHONGAN DI GEDUNG PUTIH: Warisan Dosa-Dosa Bush bagi Penggantinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 275. ISBN 978-979-22-4235-5. 
  3. ^ Dewan Pers. "FAQ (Frequently Asked Qustions): Apa yang dimaksud dengan embargo berita?". Dewan Pers. Diakses tanggal 19 Oktober 2021.