Raden Adipati Wira Tanu Datar VI
Raden Adipati Wira Tanu Datar VI | |
---|---|
[[Bupati Cianjur]] 6 | |
Masa jabatan 1776–1813 | |
Wakil Presiden | Mangkupraja, Prawiranagara, Wiradireja |
Informasi pribadi | |
Lahir | Cianjur |
Meninggal | Cianjur |
Profesi | Bangsawan, Ulama |
Sunting kotak info • L • B |
Raden Adipati Wira Tanu Datar VI adalah bupati keenam Cianjur (regent kelima belanda dan regent terakhir VOC).
Kehidupan Awal
[sunting | sunting sumber]Nama asli Wira Tanu Datar VI adalah Wiranagara. Ketika kecil ia bernama Raden Enoh. Ia naik tahta menggantikan ayahnya, Wira Tanu Datar V sebagai regent ketika ayahnya meninggal pada tahun 1776.[1]
Regent Cianjur
[sunting | sunting sumber]Keadaan pemerintahan pada masa Wira Tanu Datar VI sangat lancar, kebun kopi di Cianjur sangat bagus dan sawah semakin luas. Wira Tanu Datar VI merupakan salah satu regent yang memerintah sangat lama yaitu sekitar 37 tahun. Ia pun regent sepuh yang paling dihormati oleh regent-regent yang lain di Priangan. Hal ini terjadi karena banyak regent yang lain pernah menjadi bawahannya ketika menjadi Umbul atau Cutak. Salah satu contohnya adalah Pangeran Kornel, regent Sumedang yang ketika muda nya pernah menjadi Cutak bawahan Wira Tanu Datar VI.[1]
Pembentukan Kepatihan Tjikole
[sunting | sunting sumber]Di awal masa pemerintahannya, Wira Tanu Datar VI membentuk sebuah Kepatihan bernama Kepatihan Tjikole yang merupakan cikal bakal dari Kabupaten Sukabumi saat ini. Kepatihan ini berpusat di Tjikole (sekarang bagian dari Kota Sukabumi).
Masalah Suksesi
[sunting | sunting sumber]Wira Tanu Datar VI adalah keturunan Wira Tanu terakhir yang memerintah Cianjur. Hal ini terjadi karena tidak ada anaknya yang dapat dijadikan regent. Beberapa kejadian yang menyebabkan hal ini adalah:
Raden Prawiranagara
[sunting | sunting sumber]Raden Prawiranagara adalah anak laki-laki pertama Wira Tanu Datar VI. Ketika patih Mangkupraja berhenti dari jabatannya ia dijadikan patih Cianjur dengan gelar Demang. Berikutnya ia merangkap jabatan sebagai Cutak Jampang. Prawiranagara terkenal kejam dan bengis pada rakyat. Banyak yang sakit hati dan tidak suka padanya. Sifatnya ini kurang disukai oleh residen Priangan. Prawiranagara pernah dibujuk untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini ternyata salah satu taktik untuk mengucilkan dirinya dari jabatan regent. Karena kejadian ini ia akhirnya minta berhenti dari jabatan patih dan cutak.
Lima tahun kemudian, ia ditunjuk kembali jadi cutak Cikalong dan Cibalagung. Ketika jadi cutak ini ia meminta gelar Aria sehingga ia dikenal dengan nama Aria Cikalong. Meskipun jabatannya hanya cutak Cikalong dan Cibalagung. Tapi sebenarnya ialah yang menjalankan pemerintahan di Cianjur layaknya seorang bupati. Ia kemudian diangkat kembali jadi patih pada tanggal 18 Februari 1809. Karena jasanya memperbaiki kebun kopi di Cikalong, ia pernah diusulkan menjadi bupati Buitenzorg tetapi tidak disetujui oleh Belanda. Ayahnya berusaha agar ia diangkat bupati di Cibalagung namun tetap tidak berhasil. Akhirnya ia berhenti dari patih dan diganti oleh Wiradireja.[1]
Raden Natanagara
[sunting | sunting sumber]Raden Natanagara adalah putra laki-laki kedua dari Wra Tanu Datar VI. Ia terkenal humoris, senang main-main dan melawak. Ketika kakaknya berhenti ia meminta gelar Demang. Pada tanggal 20 Januari 1807 ia dilantik sebagai Cutak Jampang dengan Gelar Demang. Karena hal ini pun ia dianggap tidak bisa diangkat sebagai regent [1]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Adipati Wira Tanu Datar VI meninggal pada tahun 1813 yang meninggalkan masalah suksesi
Penyelesaian Masalah Suksesi
[sunting | sunting sumber]Karena kedua putra Wira Tanu VI diatas dianggap tidak pantas menjadi seorang regent, maka Residen Macquoid menyatakan bahwa regent selanjutnya bukan dari anak Wira Tanu Datar VI namun berasal dari saudaranya. Sebenarnya ada anak Wira Tanu VI yang tidak bermasalah, yaitu Raden Abas (alias Dalem Adipati Aria Surianata Kusumah alias Tumenggung Jayaningrat), tetapi usianya masih 4 tahun. Raden Abas kemudian diurus oleh Surianagara (alias Raden Jamu, alias Pangeran Kornel, alias Adipati Surianagara III, alias Pangeran Kusumahdinata IX, regent Sumedang.[1]
Untuk menyelesaikan masalah suksesi, Macquoid akhirnya mengangkat patih Wiradireja sebagai regent Cianjur. Wiradireja sendiri adalah anak dari Nyi Raden Tanjungnagara yang merupakan adik Wira Tanu Datar VI. Ayahnya adalah Aria Mangkupraja yang merupakan cucu dari Wira Tanu Datar IV. Jadi secara silsilah pengganti Wira Tanu Datar VI yaitu Wiradireja adalah keponakannya sendiri[1]
Sumber Referensi
[sunting | sunting sumber]Didahului oleh: R.A. Wira Tanu Datar V |
Bupati Cianjur 1776 - 1813 |
Diteruskan oleh: R.A.A. Prawiradireja I |