Prinsip medioker

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Prinsip medioker[1] atau prinsip semenjana[2] adalah gagasan filosofis yang menyatakan bahwa "jika sebuah benda diambil secara acak dari salah satu atau beberapa kelompok kategori, benda tersebut lebih mungkin berasal dari kategori yang paling banyak daripada kategori yang lebih sedikit".[3] Prinsip ini sering digunakan untuk menunjukkan bahwa tidak ada hal yang istimewa tentang evolusi Tata Surya, sejarah Bumi, evolusi kompleksitas biologis, atau evolusi manusia. Gagasan heuristik ini juga yang sejalan dengan Prinsip Kopernikus, dan terkadang digunakan sebagai pernyataan filosofis tentang posisi umat manusia di alam semesta. Ide utama dari gagasan ini adalah dengan menganggap bahwa semua hal biasa-biasa saja, alih-alih memulai dengan asumsi bahwa suatu fenomena merupakan hal khusus, istimewa, luar biasa, atau superior.[4][5]

Kehidupan ekstraterestrial[sunting | sunting sumber]

Prinsip medioker menunjukkan bahwa kehidupan di planet-planet mirip Bumi di bagian alam semeseta mana pun adalah sebuah hal yang lazim, mengingat keberadaan kehidupan di Bumi.[6]

Pengukuran jarak bintang[sunting | sunting sumber]

Prinsip medioker diterapkan secara implisit selama abad ke-17, ketika para astronom berusaha mengukur jarak antara bintang-bintang yang jauh dan Bumi. Dengan mengasumsikan bahwa Matahari hanyalah bintang biasa, dan beberapa bintang tampak lebih terang hanya karena mereka lebih dekat dengan kita, mereka dapat memperkirakan seberapa jauh jarak bintang-bintang ini dari Bumi. Meskipun metode ini cacat, mengingat perbedaan di antara bintang-bintang, namun pada saat itu metode ini memberi gambaran kasar kepada para astronom tentang seberapa jauh jarak bintang-bintang itu dari Bumi. Misalnya, James Gregory, Isaac Newton dan Christiaan Huygens mampu memperkirakan jarak antara Sirius dan Bumi melalui metode ini.[7]

Perbandingan dengan pendekatan lain[sunting | sunting sumber]

Prinsip medioker berlawanan dengan prinsip antropik, yang menyatakan bahwa kehadiran pengamat yang cerdas (manusia) membatasi keadaan hingga batas-batas di mana kehidupan berakal dapat diamati, tidak peduli betapa mustahilnya.[8] Namun kedua prinsip ini berlawanan dengan hipotesis fine-tuning (bahwa alam semesta telah diatur sedemikan rupa), yang menyatakan bahwa kondisi alamiah untuk kehidupan berakal sangatlah langka.

Prinsip medioker menyiratkan bahwa kehidupan di lingkungan mirip Bumi umum dijumpai, sebagian didasarkan pada bukti dari keberadaan kehidupan di Bumi saat ini, sedangkan prinsip antropik menunjukkan bahwa tidak ada pernyataan yang dapat dibuat tentang kemungkinan kehidupan berakal berdasarkan satu set sampel (contoh yang menggambarkan dirinya sendiri), yang jelas-jelas bisa membuat pernyataan seperti itu tentang diri mereka sendiri.[butuh rujukan]

David Deutsch berpendapat bahwa prinsip medioker tidak benar dari sudut pandang fisika, merujuk pada posisi manusia di alam semesta atau spesiesnya. Merujuk pada kutipan Stephen Hawking: "Ras manusia hanyalah sampah kimiawi di planet berukuran sedang, yang mengorbit di sekitar bintang yang sangat biasa di pinggiran luar dari salah satu di antara seratus miliar galaksi". Deutsch menulis bahwa lingkungan Bumi di alam semesta bukanlah hal yang biasa (mengingat 80% materi alam semesta adalah materi gelap). Ia juga beranggapan bahwa konsentrasi massa seperti Tata Surya adalah "fenomena yang terisolasi dan tidak umum". Ia juga tidak sependapat dengan Richard Dawkins, yang menganggap bahwa manusia, karena evolusi alam, terbatas pada kemampuan spesiesnya. Deutsch menjawab bahwa meskipun evolusi tidak memberi manusia kemampuan untuk mendeteksi neutrino, para ilmuwan saat ini dapat mendeteksinya, yang secara signifikan memperluas kemampuan mereka melebihi dari kemampuan manusia sebagai hasil evolusi alam.[9][butuh klarifikasi]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Medioker - KBBI Daring". 
  2. ^ (Indonesia) Arti kata semenjana dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  3. ^ Kukla, A. (2009). Extraterrestrials: A Philosophical Perspective. Lexington Books. hlm. 20. ISBN 9780739142455. LCCN 2009032272. 
  4. ^ "principle of mediocrity - astrobiology". 
  5. ^ "THE WORLD QUESTION CENTER 2011 — Page 12". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-17. Diakses tanggal 2011-04-25. 
  6. ^ Chaisson, Eric, and Steve McMillan. Astronomy: A Beginner's Guide to the Universe. Ed. Nancy Whilton. San Francisco: Pearson, 2010.[halaman dibutuhkan]
  7. ^ Gingerich, Owen (2006). God's UniversePerlu mendaftar (gratis). Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press. hlm. 20. 
  8. ^ "Anthropic Principle". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-28. Diakses tanggal 2021-05-21. 
  9. ^ David Deutsch (2011). The Beginning of Infinity. ISBN 978-0-14-196969-5. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]