Perangkap pendapatan menengah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Perangkap pendapatan menengah (bahasa Inggris: middle income trap) adalah suatu keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.[1]

Dinamika[sunting | sunting sumber]

Negara yang masuk ke dalam perangkap pendapatan menengah akan kehilangan keunggulan kompetitif mereka dalam mengekspor barang-barang jadi karena gaji pekerja di negara tersebut meningkat. Pada saat yang sama, negara ini tidak mampu bersaing secara ekonomi dengan negara-negara maju di pasar dengan nilai tambah yang tinggi. Akibatnya, negara-negara yang baru saja terindustrialisasi (seperti Afrika Selatan dan Brasil) belum keluar dari kelompok pendapatan menengah selama beberapa dasawarsa karena produk nasional bruto per kapita mereka tersangkut dalam kisaran $1.000 hingga $12.000.[1] Negara-negara ini menghadapi masalah berupa investasi yang rendah, pertumbuhan industri sekunder yang lambat, diversifikasi industri yang kurang dan kondisi lapangan kerja yang buruk.[2]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Untuk menghindari perangkap pendapatan menengah, dibutuhkan strategi-strategi untuk memperkenalkan proses-proses baru dan mencari pasar baru untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Peningkatan permintaan domestik juga merupakan strategi yang penting - kelas menengah yang semakin membesar dapat menggunakan daya belinya untuk membeli produk-produk inovatif dengan kualitas tinggi dan membantu mendorong pertumbuhan.[3]

Tantangan terbesar adalah untuk beralih dari pertumbuhan yang didorong oleh sumber daya alam dan bergantung pada tenaga kerja yang biaya yang murah menjadi pertumbuhan yang didasarkan pada produktivitas tinggi dan inovasi. Untuk mewujudkan hal ini, dibutuhkan investasi dalam bidang infrastruktur dan pendidikan berkualitas tinggi yang mendorong kreativitas dan terobosan dalam bidang sains dan teknologi.[4]

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan ciri-ciri suatu negara yang mampu menjadi kelompok negara berpenghasilan tinggi sekaligus bisa lepas dari middle-income trap. Sri Mulyani menyebut, negara tersebut harus bisa membangun daya saing dan produktivitas di pasar dunia, serta menekan tingkat korupsi.[5]

Menurut Sri Mulyani, ciri dari negara-negara yang mampu lepas dari middle income trap adalah mereka pasti bisa membangun daya saing dan produktivitas negara tersebut. Produktivitas dan daya saing tersebut terwujud dalam transaksi ekspor dan impor baik jasa maupun barang. Sehingga, daya tarik untuk bisa keluar dari middle-income trap tidak hanya berasal dari ekonomi domestik tetapi juga memanfaatkan ekonomi global.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Graphic detail Charts, maps and infographics (2011-12-22). "Asias Middle Income Trap". Economist.com. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  2. ^ "Indonesia risks falling into the Middle Income trap". Adb.org. 2012-03-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-30. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  3. ^ "Seminar on Asia 2050". Adb.org. 2011-10-18. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  4. ^ "Asia 2050: Realizing the Asian Century". Adb.org. 2013-05-09. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  5. ^ Rizky Febrianna, Alfida (14 September 2023). "Sri Mulyani Ungkap Ciri Negara Bisa Lepas dari Middle-Income Trap, Apa Saja?". Warta Ekonomi. Diakses tanggal 15 September 2023. 

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]