Penglihatan skotopik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Fungsi luminositas skotopik CIE 1951. Sumbu horisontal merupakan panjang gelombang dalam nm.
Contoh simulasi penglihatan di bawah cahaya redup. Atas: manusia; bawah: kucing.

Penglihatan skotopik adalah penglihatan mata pada kondisi sedikit cahaya. Istilah skotopik berasal dari bahasa Yunani skotos yang berarti kegelapan dan -opia yang berarti kondisi penglihatan.[1] Sel kerucut mata manusia tidak berfungsi pada cahaya redup-penglihatan skotopik dihasilkan secara eksklusif melalui sel batang yang paling peka terhadap panjang gelombang cahaya sekitar 498 nm (hijau-biru) dan tidak sensitif terhadap panjang gelombang yang lebih panjang daripada sekitar 640 nm (merah).

Penglihatan skotopik didominasi oleh sel amakrin retina, khususnya sel amakrin AII. Sel amakrin AII menangkap masukan dari sel batang bipolar dan mendistribusikannya ke sel bipolar kerucut karena sel batang bipolar tidak memiliki sinaps dengan sel ganglion.[2]

Penglihatan skotopik terjadi pada tingkat luminansi di bawah 10−3 cd/m2.[3] Spesies lain tidak secara umum buta warna pada kondisi sedikit cahaya. Ngengat gajah (Deilephila elpenor) menampilkan pembedaan warna lanjut bahkan di bawah cahaya bintang yang redup.[4]

Penglihatan mesopik terjadi pada kondisi pencahayaan sedang (tingkat luminansi 10−3 hingga 100.5 cd/m2) dan secara efektif merupakan kombinasi dari penglihatan skotopik dan fotopik. Namun, penglihatan mesopik memiliki ketajaman penglihatan dan pembedaan warna yang tidak akurat.

Pada cahaya normal (tingkat luminansi 10 hingga 108 cd/m2), penglihatan didominasi oleh sel kerucut dan merupakan penglihatan fotopik. Penglihatan ini memberikan ketajaman penglihatan dan pembedaan warna yang baik.

Di dalam literatur ilmiah, sesekali ditemukan istilah luks skotopik yang mirip dengan luks fotopik, namun luks skotopik menggunakan fungsi pembobotan visibilitas skotopik.[5]

Sensitivitas panjang gelombang relatif pada manusia normal tidak akan berubah akibat perubahan iluminasi latar belakang di bawah penglihatan skotopik. Sensitivitas panjang gelombang ditentukan oleh pigmen cahaya rodopsin. Pigmen rodopsin merupakan pigmen merah dan dapat dilihat pada bagian belakang mata hewan yang memiliki mata dengan latar belakang putih yang disebut tapetum lucidum. Pigmen ini tidak terlihat di bawah kondisi fotopik dan mesopik. Prinsip bahwa sensitivitas panjang gelombang tidak berubah selama penglihatan skotopik menyebabkan munculnya kemampuan mendeteksi dua kelas sel kerucut fungsional pada individu. Jika terdapat dua kelas sel kerucut, sensivitas relatifnya akan mengubah perilaku sensitivitas panjang gelombang. Oleh karena itu, eksperimen dapat menentukan adanya dua kelas sel kerucut dengan mengukur sensitivitas panjang gelombang pada dua latar belakang yang berbeda dan mencatat perubahan sensitivitas panjang gelombang pengamat. Agar adaptasi terjadi pada tingkat yang sangat rendah, mata manusia perlu memiliki sampel cahaya yang besar agar bisa mendapatkan citra yang jelas. Hal ini menyebabkan mata manusia tidak dapat menyelesaikan frekuensi spasial tinggi pada cahaya redup karena pengamat meratakan secara spasial sinyal cahaya.[6]

Perilaku pigmen cahaya rodopsin ini menjelaskan mengapa mata manusia tidak dapat mengatasi cahaya dengan distribusi daya spektral yang berbeda dengan cahaya redup. Reaksi dari pigmen cahaya tunggal ini akan memberikan kuantum yang sama untuk cahaya 400 nm dan cahaya 700 nm. Oleh karena itu, pigmen cahaya ini hanya memetakan tingkat penyerapan cahaya dan tidak mengodekan informasi mengenai komposisi spektral relatif dari cahaya.[7]

Alasan lain mengapa penglihatan buruk di bawah penglihatan skotopik adalah sel batang, yang merupakan satu-satunya sel yang aktif dalam penglihatan skotopik, bertemu dengan sejumlah kecil neuron di retina. Rasio satu banding banyak ini menyebabkan sensitivitas frekuensi spasial yang buruk.[8]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]