Lompat ke isi

Omar Ali Saifuddien III dari Brunei

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Omar Ali Saifuddien III
III عمر علي سيفالدين
'Baginda Begawan Sultan dari Brunei
Baginda Sultan dari Brunei
Baginda Pengiran Bendahara Seri Maharaja Permaisuara
Baginda Pangeran Brunei
Omar 'Ali Saifuddien III
Sultan Brunei
Berkuasa4 Juni 19504 Oktober 1967
Penobatan31 Mei 1951
PendahuluBaginda Sultan Ahmad Tajuddin
PenerusBaginda Sultan Hassanal Bolkiah
Menteri Pertahanan
Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Brunei
Masa jabatan
1 Januari 1984 – 7 September 1986
Penguasa monarkiHassanal Bolkiah
Sebelum
Pendahulu
Jabatan terbentuk
Pengganti
Hassanal Bolkiah
Sebelum
Kelahiran(1914-09-23)23 September 1914
Brunei Kampung Sultan Lama, Brunei Town, Brunei
Kematian7 September 1986(1986-09-07) (umur 71)
Brunei Istana Darussalam, Bandar Seri Begawan, Brunei
Pemakaman8 September 1986
PasanganSuri Seri Begawan Pengiran Anak Damit
KeturunanBaginda Sultan Hassanal Bolkiah
Baginda Pangeran Mohammed Bolkiah
Baginda Pangeran Sufri Bolkiah
Baginda Pangeran Jefri Bolkiah
Baginda Putri Masnah
Baginda Putri Norain
Baginda Putri Umi Kalthum Al Islam
Baginda Putri Amal Rakiah
Baginda Putri Amal Nasibah
Baginda Putri Amal Jefriah
AyahBaginda Sultan Muhammad Jamalul Alam II
IbuBaginda Raja Isteri Pengiran Anak Fatimah

Sultan Haji Sir Omar Ali Saifuddien Sa'adul Khairi Waddien III, GCVO, KCMG' (23 September 19147 September 1986) lahir di Istana Kota, Kampong Sultan Lama, Brunei Town (kini Bandar Seri Begawan).

Terdidik dalam pelajaran agama, 40 kali mengkhatamkan Al-Quran. Pada tahun 1932-1936, belajar di Maktab Melayu, Kuala Kangsar, Perak. Pada tahun 1947, diangkat menjadi Pangeran Bendahara. Pada tahun 1950, naik takhta. 1951, menunaikan ibadah Haji yang pertama. Tahun 1951, merencanakan pemindahan bagi penduduk Kampong Ayer ke tanah darat. Lagu Kebangsaan Brunei Allah Peliharakan Sultan ditetapkan secara resmi.[1]

Tahun 1953, mulai bersidang membahas Perlembagaan Bertulis bagi Negeri Brunei, mulai mendirikan Sekolah Inggris di lingkungan Kerajaan, mulai mendirikan Masjid Besar di Bandar Brunei yang selesai pada tahun 1958, yang dinamakan Masjid Omar Ali Saifuddien. Tahun 1954, mendatangkan dua orang pakar Pengajian Islam ke Brunei. Tahun 1955, membuat Rancangan Kemajuan Negara Lima Tahun Pertama. Tahun 1957, Radio Brunei mulai mengudara. Tahun 1959, menandatangani Perlembagaan Bertulis bagi Negeri Brunei, Syarikat Minyak Shell Brunei Sendirian Berhad memulai pertambangan minyak di lepas pantai. Tahun 1961, membentuk Askar Melayu Brunei, cadangan bagian dari Persekutuan Malaysia. Tahun 1962, menunaikan Ibadah haji kali kedua. Tahun 1962, terjadi pemberontakan di Brunei. Tahun 1967, Brunei mengeluarkan mata uangnya sendiri. lebih 33 kali berangkat ke luar negeri antara Tahun 1951-1967. Tahun 1967, mengundurkan diri dari Takhta Kerajaan, bergelar Paduka Seri Begawan Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Khairi Waddien. Tahun 1984, menjadi Menteri Pertahanan Negara Brunei Darussalam yang pertama. Wafat 1986. Terkenal dengan nama Arsitek Brunei Modern.[2]

Sultan Brunei

[sunting | sunting sumber]

Kebijakan luar negeri

[sunting | sunting sumber]

Sengketa Limbang

[sunting | sunting sumber]

Setelah penobatan sebagai Sultan Brunei, Omar Ali Saifuddien III menetapkan sikap sama seperti pendahulunya bahwa wilayah Limbang dan Labuan dikembalikan kepada Brunei. Walaupun Sabah dan Sarawak telah lama berpisah dengan Brunei, sang Sultan berharap bahwa kedua wilayah bisa bersatu kembali dengan Brunei Darussalam untuk menciptakan kembali negara bekas Borneo Britania Raya.[3] Pemerintah Brunei terus menuntut pengembalian distrik tersebut dari pemerintah Malaysia hingga tahun 1950. Sengketa Limbang muncul kembali pada tahun 1973 setelah Zaini Ahmad dari PRB melarikan diri bersama tujuh tahanan lainnya melalui Limbang. Zaini diberikan suaka politik di Malaysia dan juga diizinkan untuk membuka kantor PRB. Sebagai tanggapan, pemerintah Brunei menghidupkan kembali klaim mereka terhadap Limbang.[4][5]

Kehidupan setelah Sultan

[sunting | sunting sumber]

Bahkan setelah turun taktha pada 1967, Omar Ali Saifuddien III masih aktif terlibat masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan rakyat, membantu dan menasehati Sultan Hassanal Bolkiah baik sebagai seorang politikus maupun sebagai seorang ayah.[4]

Pada tengah malam 31 Desember 1983 di acara umum yang diselenggarakan di Taman Haji Sir Muda Omar 'Ali Saifuddien, Sultan Hassanal Bolkiah secara resmi memproklamasikan kemerdekaan Brunei, menyatakan bahwa Brunei telah merdeka setelah 97 tahun dilindungi oleh Inggris. Setelah membacakan deklarasi tersebut, Omar Ali Saifuddien memimpin massa rakyat meneriak takbir tiga kali. Takbir kemudian diikuti dengan penyanyian lagu kebangsaan, penembakan kehormatan dengan meriam oleh Angkatan Darat Kerajaan Brunei, dan pembacaan doa oleh Mufti Negara Brunei kepada Tuhan untuk memberkahi negara yang baru merdeka tersebut.[6]

Walaupun sudah lama turun taktha dan Brunei mencapai kemerdekaan dari Britania Raya, Omar Ali Saifuddien III mengabdi sebagai Menteri Pertahanan Brunei di Kabinet Brunei Darussalam dan saat bersamaan diberikan pangkat marsekal lapangan Angkatan Bersenjata Kerajaan Brunei.[7][8] Ia juga menyambut kedatangan Yasser Arafat, ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada kunjungan resminya ke Brunei pada 26 Juli 1984.[9] Ia juga menerima kunjungan dari Komandan Garnisun Hong Kong Mayor Jenderal Anthony Boam dan Panglima ABRI Leonardus Benjamin Moerdani pada 1985.[10]

Kematian dan pemakaman

[sunting | sunting sumber]
Istana Darussalam pada 2022

Pada 7 September 1986 jam 8.45 malam, Omar Ali Saifuddien wafat di Istana Darussalam pada usia 71 tahun.[11][12] Dilaporkan bahwa dia telah sakit selama berminggu-minggu sebelum kematiannya.[12][13] Brunei memulai 40 hari berkabung setelah kematian tersebut.[11] Berita kematiannya dirilis pada pukul 12.25 dini hari tanggal 8 September 1986. Pengumuman awal kematian seorang bangsawan sampai kepada rakyat Brunei melalui gangguan pada acara-acara televisi dan radio yang dijadwalkan secara rutin, termasuk pembacaan Al-Quran.[11] Pada hari yang sama adalah pemakaman kenegaraan,[14] dimana jasadnya diletakkan di Istana Nurul Iman selama 8 jam.[11]

Sultan Hassanal Bolkiah beserta saudara-saudaranya membawa peti mati ayahnya yang ditutupi beludru hijau dengan tulisan Al-Quran, ke tempat peristirahatannya. Doa dan penghormatan yang tulus disampaikan sepanjang hari saat ratusan warga Brunei dan pejabat internasional, termasuk Presiden Wee Kim Wee dan Brigadir Jenderal Lee Hsien Loong, memberikan penghormatan terakhir.[11] Sementara para pemimpin agama berdoa tanpa henti, empat penjaga dari Kepolisian dan Angkatan Bersenjata Kerajaan Brunei menjaga peti jenazahnya. Peti jenazah diletakkan di bawah lampu kristal di atas alas yang dibalut kain emas dan dihiasi kaligrafi Al-Quran.[15]

Peti jenazah dibawa keluar istana dengan Presiden Wee, Sultan Ahmad Shah dari Pahang, Brigadir Jenderal Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Mahathir Mohamad, dan putra sulungnya Mukhriz Mahathir diposisikan dibelakang.[15] Peti jenazah diangkut dengan kereta yang ditarik tangan ke makam, di mana penghormatan senjata dilepaskan, sementara ratusan orang berbaris di jalan-jalan di tengah hujan lebat,[14][15] dan prosesi pemakaman yang dipimpin Hassanal Bolkiah yang sepanjang 2 kilometer dari Bandar Seri Begawan menuju Mausoleum Diraja lebih lanjut mengklarifikasi dengan anggota Angkatan Bersenjata Kerajaan Brunei dan pembawa tanda kebesaran kerajaan. Pembawa keranda yang ditunjuk adalah Pangeran Mohamed Bolkiah dan Pangeran Jefri Bolkiah.[11]

Di makam tersebut, Hassanal Bolkiah dan saudara-saudaranya meletakkan jenazah ayah mereka di dalam liang lahat,[11] bersama istri, ayah, kakek, dan kakak tuanya.[16] Kadi Negara Abdul Hamid Bakal memimpin upacara pemakaman dengan ayat Al-Quran dibacakan. Presiden Wee, Sultan Pahang, dan Tunku Ibrahim Ismail ikut bersama pelayat, dengan Lee Hsien Loong duduk dibelakang mereka.[11] Setelah upacara selama 90 menit, Sultan memimpin upacara pemercikan air suci ke makam. Malam itu, upacara doa diadakan di istana, dengan doa malam terus berlanjut selama masa berkabung 40 hari.[11] Tokoh dan negarawan asing yang berkunjung ke Brunei untuk memberikan penghormatan, doa, dan penghormatan terakhir kepada mendiang Omar Ali Saifuddien adalah:[15][17]

Ditambah dengan ucapan belasungkawa, beberapa pemimpin dunia memberikan pandangan mereka mengenai mendiang Sultan. Perdana Menteri Britania Raya Margaret Thatcher menyatakan bahwa sang sultan memegang "sebuah posisi unik di sejarah Brunei di hati semua yang mengenalnya di Britania". Presiden Indonesia Soeharto, Presiden Filipina Corazon Aquino, dan Presiden Pakistan Muhammad Zia-ul-Haq semuanya menyatakan terkejut atas kepergiannya, dan menggambarkannya sebagai kehilangan yang tidak dapat diperbaiki bagi Brunei. Selain kontribusinya yang luar biasa kepada rakyatnya, Presiden Bangladesh Hussain Muhammad Ershad menyampaikan penghargaan yang mendalam kepadanya atas visi, pandangan ke depan, dan kepemimpinannya yang bijaksana.[18] Sejumlah kepala negara asing juga turut memberikan kutipan, yang paling menonjol adalah:[18][19]

Mendiang Sultan Omar Ali Saifuddien adalah teman spesial buat Britania Raya. Kematiannya sangat dirasakan di Britania Raya.

— Ratu Elizabeth II, Borneo Bulletin, 13 September 1986

Hubungan pribadi tersebut adalah hasil sejarah. Hubungan itu sangat pribadi. Ini dimulai dari mendiang Sultan, Seri Begawan saat itu, mengundang saya dan saya dapat mengenalinya, dan hubungan tersebut melanjut dan kita berdua sedang bernegosiasi bergabung dengan Malaysia. Kami masuk (Malaysia) pada '63 dan Brunei tidak. Pada Agustus 1965, kami dikeluarkan dan saya merasa Seri Begawan cukup berbaik hati untuk tidak menyebut kepada saya bahwa 'Sudah saya bilang!' Ada pemahaman tertentu tentang kepentingan bersama dan sikap bersama. Ia tidak pernah berkata kepada saya, 'Saya benar'. Saya menyimpulkan bahwa ia memang benar. Tapi itulah bagaimana kami belajar.

— Lee Kuan Yew, The Straits Times, 9 September 1986

Beberapa kepala negara dan pemerintahan juga memberikan belasungkawa, antara lain: Geoffrey Howe, Ja'afar dari Negeri Sembilan, Ismail Nasiruddin Shah dari Terengganu, Syed Putra dari Perlis, Ismail Petra dari Kelantan, Abdul Halim dari Kedah, Salahuddin dari Selangor, Sharafuddin dari Selangor, Azlan Shah dari Perak, Muhammad Khan Junejo, Qaboos dari Oman, Ahmad Zaidi Adruce, Hussain Muhammad Ershad, Hussein dari Yordania, Isa bin Salman Al Khalifa, Khalifa bin Hamad Al Thani, Hosni Mubarak, Ronald Reagan, Fahd dari Arab Saudi, Jaber Al-Mubarak Al-Hamad Al-Sabah, Birendra dari Nepal, Hafez al-Assad, Saad Al-Salim Al-Sabah, Agatha Barbara, Khalifah bin Salman al-Khalifah, Hirohito, Bhumibol Adulyadej, Zaid Rifai, Zayid bin Sultan Al Nahyan, Richard von Weizsäcker, Helmut Kohl dan Chun doo-hwan.[20] Dalam pidato yang disampaikan pada tanggal 20 Oktober 1986, disiarkan langsung di RTB dari Istana Nurul Iman, pada kesempatan Dewan Menteri Kabinet reorganisasi Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah berduka atas kematian ayahnya, dengan mengatakan bahwa ia tidak akan pernah tergantikan. Ia dikutip mengatakan:[21]

Walaupun masa berkabung resmi selama 40 hari sudah berakhir, demikian, sebagai putra dari ayah tercinta, saya masih menderita perasaan kesedihan, dan saya akan selalu menderitakan itu, artinya, tidakada batas waktu. Ini karena meninggalnya Al-Marhum menandakan sebuah kehilangan hebat, yang tidak bisa digantikan dan telah membawa kesedihan luar biasa kepada saya dan keluarga. Terlebih lagi karena Al-Marhum bukan sekedar sosok ayah yang mencurahkan kasih sayang penuh kelembutan kepada anak-anaknya, Al-Marhum juga merupakan sosok mentor yang tiada henti-hentinya memberi tuntunan, menunjukkan jalan dan memberi nasihat kepada saya hingga akhir hayatnya.

— Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzaddien Waddaulah, 20 October 1986

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Saunders, Graham E. (2002). A history of Brunei (Edisi 2nd ed). London: RoutledgeCurzon. ISBN 0-7007-1698-X. OCLC 49942137.
  2. ^ Hussainmiya, B. A. (Bachamiya Abdul) (1995). Sultan Omar Ali Saifuddin III and Britain : the making of Brunei Darussalam. Oxford: Oxford University Press. ISBN 967-65-3106-5. OCLC 32779672.
  3. ^ Pelita Brunei, 6 February 1974, pp. 1–3
  4. ^ a b Sidhu 2009.
  5. ^ Liow, Joseph Chinyong (2022). Dictionary of the Modern Politics of Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. ISBN 978-1-000-57288-9.
  6. ^ Scoop, The (2018-02-23). "A look back at Brunei's first National Day". The Scoop (dalam bahasa Inggris (Britania)). Diakses tanggal 2022-10-04.
  7. ^ "MINDEF – Introduction". www.mindef.gov.bn. Diakses tanggal 2022-10-04.
  8. ^ "Omar Ali Saifuddin; Former Brunei Sultan". The New York Times (dalam bahasa Inggris). 1986-09-11. Diakses tanggal 2023-08-09.
  9. ^ "Egypt". www.mfa.gov.bn. Diakses tanggal 2022-10-04.
  10. ^ Brunei (1985). Brunei Darussalam (dalam bahasa Inggris). Broadcasting and Information Department, Prime Minister's Office. hlm. 122.
  11. ^ a b c d e f g h i Han Ling 1986, hlm. 1.
  12. ^ a b Ap (1986-09-11). "Omar Ali Saifuddin; Former Brunei Sultan". The New York Times (dalam bahasa American English). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2022-10-04.
  13. ^ "Omar Ali Saifuddin; Former Brunei Sultan". The New York Times (dalam bahasa American English). 1986-09-11. hlm. 22. ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2024-07-06.
  14. ^ a b Jamil Al-Sufri 2010, hlm. 22.
  15. ^ a b c d Han Ling 1986, hlm. 6.
  16. ^ History, Borneo (2017-01-26). "Borneo History: Omar Ali Saifuddien III". Borneo History. Diakses tanggal 2023-08-21.
  17. ^ Jamil Al-Sufri 2010, hlm. 23.
  18. ^ a b Jamil Al-Sufri 2010, hlm. 24.
  19. ^ Han Ling 1986, hlm. 16.
  20. ^ Jamil Al-Sufri 2010, hlm. 23–24.
  21. ^ Jamil Al-Sufri 2010, hlm. 24–25.
Omar Ali Saifuddien III dari Brunei
Lahir: 7 September 1986 Meninggal: 15 Juli 1946
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Ahmad Tajuddin
Sultan Brunei
1950 – 1967
Diteruskan oleh:
Hassanal Bolkiah
Jabatan politik
Jabatan baru
Post created
Menteri Pertahanan Brunei Darussalam
1 Januari 19847 September 1986
Diteruskan oleh:
Hassanal Bolkiah