Mustafa Abdullah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Mustafa Abdullah
Dari kiri ke kanan: Abbas Abdullah, Sukarno, dan Mustafa Abdullah, 1945
LahirAbad ke-19
Padang Japang, Guguak, Lima Puluh Kota, Hindia Belanda
MeninggalAbad ke-20
Sumatera Barat
KebangsaanIndonesia
PekerjaanUlama
Dikenal atasPendiri Perguruan Islam Darul Funun, Lima Puluh Kota
AnakThantawi, Mazni, Rais, Talut, Kami, Kamal, Faisal, Fikri
Orang tuaSyekh Abdullah (ayah) dan Seko (ibu)

Syekh Haji Mustafa Abdullah, yang biasa dipanggil Inyiak Padang Japang adalah salah seorang Ulama Minangkabau terkemuka. Ia bersama adiknya, Syekh Haji Abbas Abdullah, yang juga seorang ulama terkemuka merupakan pendiri Perguruan Islam Darul Funun di Puncak Bakuang, Tanjuang Rongik, Padang Japang, Lima Puluh Kota. Darul Funun merupakan perguruan Islam terkemuka yang mempunyai murid-murid dari seluruh pelosok Minangkabau dan wilayah sekitarnya serta dari semenanjung Malaya.[1]

Riwayat[sunting | sunting sumber]

Syekh Mustafa Abdullah dan Syekh Abbas Abdullah merupakan putra dari Syekh Abdullah, yang juga seorang ulama Minangkabau terkemuka. Syekh Mustafa Abdullah lahir di Padang Japang, Guguak, Lima Puluh Kota pada masa Hindia Belanda. Ia mempunyai putra yang bernama Thantowi, seorang perwira muda berpangkat Kapten yang tewas dalam Peristiwa Situjuah pada 15 Januari 1949.

Syekh Mustafa Abdullah merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau yang jadi imam besar di Masjidil Haram Mekkah dan merupakan orang non Arab pertama yang jadi imam di pusat peribadatan umat Muslim terbesar di dunia tersebut.

Bersama adiknya, Abbas Abdullah, ia dikenal sebagai pendiri Perguruan Islam Darul Funun yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ia juga dikenal sebagai pejuang Islam di Sumatra dan punya pemikiran luas untuk Indonesia. Karena ketokohannya, Soekarno setelah bebas dari masa pembuangannya di Bengkulu, yang kala itu belum menjadi presiden Indonesia merasa perlu datang ke Padang Japang untuk berdiskusi dan minta petunjuk tentang berbagai masalah politik dan keagamaan, serta mengenai perjuangan kemerdekaan pada kedua ulama kakak beradik tersebut.

Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), kedua ulama itu juga banyak dimintai pendapat oleh tokoh-tokoh pejuang tentang perjuangan pada masa itu, bahkan Mohammad Natsir yang diutus Soekarno untuk menemui tokoh PDRI di Sumatra, juga harus menemui kedua tokoh ini. Buya Hamka yang dikenal sebagai ulama besar, pejuang dan sastrawan juga menaruh rasa hormat yang tinggi pada Syekh Mustafa Abdullah.

Setelah wafat, Syekh Mustafa Abdullah dan adiknya, Syekh Abbas Abdullah, dimakamkan di Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota. Tepatnya di Padang Japang, yang terletak sekitar 17 kilometer sebelah utara Kota Payakumbuh.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Menelusuri Jejak Dua Ulama Bersaudara dari Padang Japang Situs Perguruan Darul Funun el-Abbasiyah. Diakses 14 September 2013.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]