Menyalahkan korban

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Menyalahkan korban (atau mempersalahkan korban) terjadi ketika korban sebuah tindakan kriminal atau tindakan yang bersifat merugikan dipersalahkan atas bahaya atau kerugian yang terjadi kepada mereka, baik secara sebagian maupun sepenuhnya.[1] Peneliti IJRS, Best Ashila mengungkapkan bahwa adanya sebuah sistem dari pelaku untuk kekerasan seksual dan oknum aparat penegak hukum yang mengatur pelaksanaan ketika seseorang berusaha melaporkan suatu kasusnya "Sistem muslimah yang di terapkan disebut 'DARVO'attack lalu Victim and offender," "Istilahnya pertama pastinya menyalahkan, 'tidak saya tidak melakukan'. Kemudian menyerang balik korban dan juga membalik kasus tersebut, dilaporkan balikan. Sedangkan sistematis memiliki kesamaan dengan tujuan gaslighting (menyerang dan mempertanyakan kredibilitas)"[2].

Ilmu viktimologi bertujuan untuk mengurangi prasangka buruk terhadap korban dan pandangan keliru bahwa korban bertanggung jawab atas perlakuan yang dilakukan oleh pelaku tindakan kriminal atau tindakan yang merugikan tersebut.[3] Di masa lalu dan masa kini, terdapat prasangka buruk terhadap korban kekerasan rumah tangga dan korban kekerasan atau pelecehan seksual, seperti adanya kecenderungan untuk menyalahkan korban pemerkosaan dibandingkan korban pencurian jika korban dan pelaku mengenal satu sama lain sebelum tindakan kriminal tersebut terjadi.[4]

Penciptaan istilah[sunting | sunting sumber]

Psikolog William Ryan menciptakan dan mempopulerkan istilah "menyalahkan korban" di dalam bukunya "Blaming the Victim" pada tahun 1971.[5][6][7][8][9] Di dalam bukunya, Ryan menjelaskan penyalahan korban sebagai ideologi yang digunakan untuk membenarkan rasisme dan ketidakadilan sosial terhadap orang kulit hitam di Amerika Serikat.

Pengulangan traumatisasi terhadap korban pelecehan seksual[sunting | sunting sumber]

Secondary victimization adalah pengulangan traumatisasi yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah kelompok atau organisasi terhadap korban pemerkosaan atau korban pelecehan atau kekerasan seksual melalui sikap dan perilaku yang dilakukan terhadap korban. Jenis-jenis tindakan viktimisasi turunan meliputi menyalahkan korban, tidak mempercayai cerita korban, menganggap remeh akibat dari peristiwa yang menimpa korban, dan perawatan medis pasca kekerasan seksual yang mengandung tindakan-tindakan yang melanggar kode etik medis yang dilakukan oleh staf medis (seperti dokter atau perawat) atau organisasi lainnya.[10] Secondary victimization umumnya terjadi pada kasus pelecehan seksual yang melibatkan penggunaan obat-obatan, melalui kenalan dalam proses kencan (date rape), trauma seksual yang terjadi di lingkungan militer, dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.[butuh rujukan]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Victim Blaming" (PDF). Canadian Resource Centre for Victims of Crime. Diakses tanggal 2018-08-31. 
  2. ^ https://theconversation.com/pakar-menjawab-kenapa-banyak-korban-kekerasan-seksual-malah-minta-maaf-atau-menarik-laporannya-177460
  3. ^ Fox, K. A.; Cook, C. L. (2011). "Is Knowledge Power? The Effects of a Victimology Course on Victim Blaming". Journal of Interpersonal Violence. 26 (17): 3407–3427. doi:10.1177/0886260511403752. PMID 21602202. 
  4. ^ Bieneck, S.; Krahe, B. (2010). "Blaming the Victim and Exonerating the Perpetrator in Cases of Rape and Robbery: Is There a Double Standard?". Journal of Interpersonal Violence. 26 (9): 1785–97. doi:10.1177/0886260510372945. PMID 20587449. 
  5. ^ Ryan, William (1971). Blaming the Victim. ISBN 9780394417264. 
  6. ^ Cole (2007) pp.111, 149, 213
  7. ^ Downs (1998) p. 24
  8. ^ Kirkpatrick (1987) p. 219
  9. ^ Kent (2003)
  10. ^ Campbell, R.; Raja, S. (1999). "Secondary victimization of rape victims: insights from mental health professionals who treat survivors of violence". Violence and Victims. 14 (3): 261–275. doi:10.1891/0886-6708.14.3.261. PMID 10606433. 

Catatan[sunting | sunting sumber]