Lompat ke isi

Manumanasa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Resi Manumanasa adalah nama seorang tokoh pewayangan yang dikenal sebagai leluhur para Pandawa. Tokoh ini tidak terdapat dalam naskah Mahabharata karena merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Ia dianggap sebagai pendiri pertapaan Saptaarga yang di kemudian hari diwarisi oleh keturunannya yang bernama Resi Wyasa.

Asal usul

[sunting | sunting sumber]

Manumanasa adalah putra Prabu Parikenan raja Kerajaan Gilingwesi dan Dewi Brahmaneki putri Kerajaan Wirata. Ia memiliki seorang kakak perempuan bernama Kaniraras, dan dua orang adik laki-laki bernama Manonbawa dan Paridarma.

Nama asli Manumanasa sewaktu lahir adalah Raden Kanwa. Ia kemudian diadopsi oleh Prabu Basupati, kakak ibunya yang menjadi raja Wirata. Ia dipersaudarakan dengan Basumurti dan Basukesti, putra-putra Basupati. Kanwa pernah dijadikan jago para dewa untuk menumpas musuh kahyangan. Sejak itu namanya diganti manjadi Kaniyasa. Setelah ayahnya terbunuh oleh serangan Prabu Srikala raja Medangkamulan, ibu dan adik-adiknya pindah pula ke Negeri Wirata, sementara kakaknya, yaitu Kaniraras telah menikah dengan seorang pembuat pusaka bernama Empu Kanomayasa.

Menjadi Pertapa

[sunting | sunting sumber]

Rupanya Kaniyasa tidak tertarik dengan kehidupan istana. Ia memilih membangun pertapaan di daerah Saptaarga, yaitu sebuah pegunungan yang memiliki tujuh buah puncak. Di sana ia menjadi pertapa bernama Manumanasa. Pada suatu hari Manumanasa bertemu seseorang bertubuh bulat bernama Janggan Smarasanta yang sedang dikejar-kejar oleh dua ekor harimau betina, berwarna merah dan putih. Manumansa kemudian memanah kedua binatang tersebut sehingga musnah dan berubah wujud menjadi dua orang bidadari.

Keduanya mengaku sebagai putri Batara Hira, masing-masing bernama Kanistri dan Kaniraras. Mereka berterima kasih telah dibebaskan dari kutukan. Keduanya pun siap melayani keperluan Manumanasa. Manumanasa mengambil Kaniraras sebagai istri. Karena kakaknya juga bernama Kaniraras, maka Manumanasa pun mengganti nama istrinya menjadi Retnawati. Sementara itu Kanistri diserahkan kepada Smarasanta dan biasa dipanggil Kanastren. Sejak saat itu, Smarasanta mengabdi di Pertapaan Saptaarga. Namanya biasa disingkat Semar.

Catatan: di dalam serat Darmo gandul, Manumanasa dikatakan sebagai seorang wiku (Bhikkhu).

Kelahiran putra

[sunting | sunting sumber]

Retnawati akhirnya mengandung putra Manumanasa. Ia mengidam makan buah Sumarwana. Manumansa berhasil menemukan pohon Sumarwana namun dijaga oleh seorang makhluk Gandharwa bernama Satrutapa. Satrutapa bersedia menyerahkan buah Sumarwana asalkan ia diizinkan menitis kepada putra yang dikandung Retnawati. Manumanasa setuju. Satrutapa pun melesat memasuki kandungan Retnawati.

Ketika tiba saatnya, Retnawati akhirnya melahirkan seorang putra yang diberi nama Satrukem. Beberapa tahun kemudian ia melahirkan lagi seorang putra bernama Sriati, dan disusul dengan kelahiran Manumadewa.

Satrukem kelak menjadi resi mewarisi pertapaan ayahnya, sedangkan Sriati menjadi raja dan mendirikan Kerajaan Mandaraka.

Keluarga dan musuh

[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana disebutkan di atas, Resi Manumanasa menikah dengan Batari Kaniraras, yang namanya diganti menjadi Retnawati. Dari perkawinan itu lahir tiga orang putra bernama Satrukem, Sriati, dan Manumadewa. Manumanasa memiliki kakak ipar sekaligus pembantunya, bernama Semar. Ia juga memiliki cantrik atau murid berwujud kera putih bernama Supalawa. Supalawa ini terkenal sakti dan sering menumpas para raksasa yang mencoba mengganggu pertapaan.

Musuh besar Manumanasa bernama Resi Dwapara. Ia seorang pendeta yang berhati licik, penuh iri dan dengki. Antara lain, Dwapara pernah mengadu domba Manumanasa dengan Partawijaya, mertua cucunya, Sakri. Dalam sebuah adu kesaktian akhirnya Dwapara berhasil ditewaskan oleh Supalawa.

Akhir hayat

[sunting | sunting sumber]

Manumanasa merupakan seorang resi suci yang berhasil mencapai moksa. Ia sempat terlebih dahulu mewariskan Pertapaan Saptaarga kepada Satrukem, putra sulungnya. Ketika Manumanasa hendak naik ke kahyangan, ia dihalangi Semar yang mengaku kesepian jika berpisah dengannya. Padahal saat itu Semar sudah didampingi dua orang anak angkat bernama Gareng dan Petruk. Manumanasa pun menjawab bahwa Semar tidak akan kesepian karena bayangannya akan selalu menyertainya. Seketika itu pula bayangan Semar tercipta menjadi seorang laki-laki bertubuh bulat yang mirip dengannya. Manumanasa memberinya nama Bagong.

Versi lain menyebut Bagong diciptakan dari bayangan Semar oleh Sang Hyang Tunggal.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Wasista, leluhur Wyasa versi Mahabharata.